17 Maret, 2009

Sejumlah Rekanan Menolak Menerima Pembayaran Proyek 2008 di Siantar

Ada Pemotongan Sebesar 30 Persen dari Nilai Kontrak

SIANTAR-SK: Pelaksanaan proyek tahun 2008 di Kota Pematangsiantar kembali bermasalah, dimana sebelumnya ada indikasi dugaan pengerjaan yang belum selesai sampai 2009. Kali ini rekanan (kontraktor) yang mendapat jatah proyek drainase, dan jalan menolak menerima pembayaran biaya pengerjaan dari Pemko Pematangsiantar.
Salah seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya, Selasa (3/3) mengatakan, hal ini disebabkan biaya yang diterima hanya sebesar 70 persen dari jumlah keseluruhan nilai proyek tersebut. Diduga rekanan menolak, karena pada saat kontrak kerja sesuai dengan tender, dan Surat Perintah Penunjukkan Langsung sudah dilakukan pemotongan 30 persen. Ini dilakukan dengan alasan untuk ‘uang muka’ bagi rekanan dalam melakukan pengerjaan proyek. Dimana dana potongan 30 persen akan dikembalikan setelah pengerjaan selesai dilaksanakan. Diperkirakan ada sekitar Rp 5 Miliar dana yang dipotong, di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Pematangsiantar.
Sumber tersebut menambahkan rekanan terkejut saat menerima pembayaran, karena dana sebesar 30 persen tidak masuk ke rekening masing-masing. Dikatakannya adanya penolakan ini, diduga menyebabkan rekening rekanan di Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) Cabang Pematangsiantar diblokir.
Rekanan lainnya, membenarkan adaya pemblokiran rekening tersebut. Namun dia menilai ini dilakukan terhadap rekanan yang belum selesai melaksanakan pengerjaannya sampai saat ini. Mengenai adanya informasi pemotongan nilai proyek, dia mengatakan kurang mengetahui hal tersebut. Dia juga mengakui saat ini dirinya sedang melakukan pemberesan berkas terhadap proyek yang dikerjakannya.
Ditempat terpisah, Ketua Komisi III DPRD Pematangsiantar, Mangatas Silalahi, SE saat dimintai tanggapannya menilai adanya isu pemotongan dana proyek sudah terjadi sejak tahun 2006 yang lalu. Disebutkannya ini melanggar Keputusan Presiden (Keppers) Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan Barang dan Jasa, dimana dalam satu pasalnya menyebutkan, tidak dibenarkan adanya pemotongan biaya proyek.
Disisi lain, dia juga heran atas sikap dari rekanan, yang ‘diam’ dan tidak berani bicara selama ini. Menurutnya jika rekanan harus sampai menggadaikan harta miliknya untuk mendapatkan proyek dimaksud, maka dalam pelaksanaan pekerjaan akan diragukan.
“Walikota sebagai pembina bidang usaha di Siantar, dengan adanya dugaan pemotongan ini telah ‘membinasakan’ para rekanan,” ujarnya.
Mangatas mengatakan, reknanan harus berani bicara, dan jangan takut jika tidak mendapatkan jatah proyek. Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan tersebut menambahkan jika diperinci nilai sebuah proyek Rp 100 juta, dipotong 30 persen maka akan tinggal Rp 70 juta. Dikatakannya bila rekanan mendapatkan untung Rp 10 juta, dikurangi biaya administrasi, dan sebagainya sebesar Rp 5 juta, maka sisa dana sebesar Rp 55 juta untuk pengerjaan proyek.
“Wajar jika melihat hal ini, kualitas proyek rendah, dan tidak tertutup kemungkinan akan dijadikan agenda tahunan,” jelasnya.
Lanjutnya, jangan sampai anggaran yang berasal dari Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (DAK) akan menguap jika tidak ada dilakukan pengerjaan. Dia juga menduga pemotongan dana proyek ini kemungkinan terjadi dibeberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Menurutnya isu pemotongan ini ibarat bom waktu, dan menyarankan rekanan transparan. Dia juga berjanji akan membela yang benar, jika rekanan terbuka atas adanya pemotongan tersebut.
“30 persen itu merupakan milik rekanan, dam tidak ada hak bagi walikota untuk melakukan pemotongan,” tegasnya. (jansen)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar