17 Maret, 2009

Dugaan Korupsi Dana Sosial Pemko Pematangsiantar 2007 Rp16,8 Miliar

DPRD Layangkan Surat ke KPK

SIANTAR-SK: Belum adanya titik terang dalam penanganan kasus dugaan korupsi dana Bina Sosial Pemko Pematangsiantar tahun 2007 sebesar Rp16,8 miliar, ditindaklanjuti pimpinan DPRD dengan melayangkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
Salah seorang sumber di DPRD Pematangsiantar yang tidak mau disebutkan namanya kepada Sinar Keadilan mengatakan ini dilakukan setelah adanya surat dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Utara, pertanggal 19 Februari 2009.
Surat Nomor : S-803/PW.02/5/2009 merupakan jawaban atas surat dari Ketua DPRD Pematangsiantar Nomor : 900/227/DPRD/II/2009 tanggal 12 Februari 2009, perihal hasil audit dari BPKP atas penyaluran dana Bina Sosial anggaran tahun 2007 tersebut. Dalam surat yang ditandatangani Kepala BPKP Perwakilan Sumut, Sudjono dijelaskan jika audit yang dilakukan atas permintaan Kepolisian Resor Pematangsiantar Nomor : K/262/VI/2008/Reskrim tanggal 24 Juni 2008.
Dimana laporan hasil penugasan Nomor : R-3534/PW.02/5/2008 tanggal 24 September telah disampaikan kepada Polresta Pematangsiantar.
Surat tersebut juga menjelaskan adanya permintaan dari Pimpinan DPRD Pematangsiantar tersebut harus mendapatkan ijin dari Kapolres setempat.
Sumber tersebut menambahkan surat ini yang ditindaklanjuti DPRD dengan mengirimkan surat dari BPKP kepada KPK, sekaligus mempertanyakan proses penanganan kasus yang dilaporkan dua Anggota DPRD Muslimin Akbar, dan Alosius Sihite ke Polresta Pematangsiantar sekitar November 2007 yang lalu.
Di tempat terpisah Kapolresta Pematangsiantar, AKBP Andreas Kusmaedi yang dikonfirmasi mengenai penanganan kasus tersebut melalui layanan Short Message Service (SMS) mengatakan sudah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebelumnya berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan tahun Pemko Pematangsiantar tahun anggaran 2007, tanggal 25 November 2008, disebutkan pengelolaan kas pemko tidak tertib dan terdapat penyalahgunaan belanja bantuan sosial Rp5,9 miliar yang merugikan keuangan daerah.
Dalam pemeriksaan BPK atas pengelolaan kas pada Bendahara Sekretariat Daerah menunjukkan adanya kelemahan seperti penyerahan dana dilakukan tanpa didahului penyerahan surat pertanggungjawaban. Selanjutnya cek yang diterima bendahara tidak seluruhnya dipindahbukukan ke rekening koran, dan masih terdapat sebagian cek yang langsung dicairkan di bank tanpa proses pemindahbukuan. Bendahara pengeluaran dinilai tidak mengadministrasikan bukti-bukti pertanggungjawaban pengeluaran pada Sekretariat Daerah dengan tertib sesuai bagian yang ada, dan tidak disusun secara kronologis.
Berdasarkan hasil investigasi BPKRI atas indikasi penyimpangan dana APBD belanja bantuan sosial 2007, sesuai surat tugas Nomor : 10/ST/VII-XVIII/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, diketahui anggaran bantuan yang dikelola Bagian Sosial Pemko Pematangsiantar sebesar Rp16,8 miliar terjadi penyimpangan yang dilakukan terkait penggunaan APBD. Yang mengakibatkan kerugian daerah sebesar Rp5,9 miliar lebih.(jansen)




10 Ribu Surat Suara DPR RI Bermasalah di Siantar


Terdapat Titik Merah pada Kolom Partai Demokrat

SIANTAR-SK: Ditemukan lebih dari 10 ribu surat suara untuk DPR RI di Pematangsiantar yang bermasalah dari jumlah 204.941 lembar surat suara yang ada. Masalah terjadi dengan ditemukannya tanda titik berwarna merah pada kotak pilihan Partai Demokrat persisnya di dekat tulisan angka 31.
Informasi yang dihimpun dari petugas pelipat surat suara di Sekretariat KPU Pematangsiantar Jalan Porsea, Jumat (6/3), menyampaikan jumlah surat suara bertitik merah tersebut ditemukan sebanyak 20 kotak. Pada setiap kotak terdapat 500 lembar surat suara, sehingga, jika dikalikan, maka mencapai 10 ribu surat suara bermasalah. Perlu diketahui, warna tinta untuk mencontreng pada Pemilu 9 April nanti adalah warna merah.
Sementara itu anggota KPU Kota Pematangsiantar, Batara Manurung, membenarkan saat pelipatan surat suara yang dilakukan anggota PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara) se-Kota Pematangsiantar, ditemukan 10.700 lebih surat suara bermasalah untuk DPR-RI.
Dari 10.700 surat suara bermasalah, 10 ribu diantaranya terdapat titik merah pada salah satu kolom pilihan partai politik tertentu. Sayangnya, anggota KPU yang satu ini enggan menyebut kolom pilihan partai yang mana, ditemukan titik merah dimaksud.
Namun dia menilai keberadaan titik merah di surat suara dapat mengganggu keabsahan suara pemilih, pada saat perhitungan suara tanggal 9 April 2009 mendatang.
Koordinator Pelipatan Kertas Suara KPU tersebut berpendapat hal ini mengganggu, karena dengan titik merah pada salah satu kolom pilihan salah satu partai politik, dikhawatirkan masyarakat akan menduga KPU mengarahkan suara ke partai tersebut.
Dikatakannya surat suara bermasalah seperti itu dapat membuat suara menjadi tidak sah pada saat perhitungan suara dilakukan. Bahkan dikhawatirkan surat suara bermasalah tersebut bisa memunculkan perdebatan di TPS (Tempat Pemungutan Suara).
Sedangkan 700 lembar surat suara lainnya, Batara menjelaskan bermasalah karena terdapat bercak hitam yang menutupi lambang partai, nomor urut caleg maupun nama caleg dari partai tertentu. Sedangkan untuk surat suara yang robek, sampai pelipatan kemarin tidak ditemukan.
Dia menambahkan untuk mengantisipasi surat suara bermasalah tersebut, KPU Kota Pematangsiantar telah berkoordinasi dengan KPU Provinsi Sumatera Utara, di Medan.
“Hasilnya, untuk sementara, surat suara bertitik merah dan terdapat bercak hitam, telah disisihkan dan tidak dilipat oleh petugas pelipat suara,” ujar Batara.
Selanjutnya KPU Pematangsiantar akan menggelar rapat pleno, guna membahas surat suara bermasalah dan mencari jalan keluarnya. Batara berpendapat, setelah pleno dilakukan pihaknya akan mengusulkan kepada KPU Pusat di Jakarta, supaya mengganti surat suara bermasalah tersebut. Begitu surat suara pengganti untuk DPR RI tiba, agar tidak disalahgunakan, maka surat suara bermasalah itu akan dimusnahkan.
Direncanakan pelipatan kertas suara untuk DPR-RI selesai Jumat (6/3), dan dilanjutkan hari ini, Sabtu (7/3) untuk pelipatan surat suara DPD-RI. (jansen)



Anak Dieksploitasi Sebarkan Kartu dan Gambar Caleg



SIANTAR-SK: Berbagai cara untuk mempromosikan diri dilakukan para Calon Legislatif (Caleg). Namun tindakan kali ini tergolong berani karena seorang anak berusia 12 tahun dimanfaatkan untuk menyebarkan brosur tulisan dan gambar caleg dari Partai Hanura yakni caleg DPRD Sumut Andar Bernard Silaban dan Caleg DPRD Kota Pematangsiantar Agus Tampublon, SPd.
Anak tersebut terlihat membagi-bagikan brosus kepada setiap orang yang sedang duduk-duduk di kompleks Taman Bunga, Jalan Merdeka, Kamis (5/3). Saat ditanya sejumlah wartawan anak tersebut mengaku bernama Ivan Sihombing dan disuruh seorang pria dewasa membagikan selebaran dimaksud dengan upah Rp5000.
“Katanya kalau ini semua habis dibagikan maka saya akan diberikan uang,” ujar anak tersebut dengan polos dan menambahkan tidak mengenal siapa yang menyuruhnya.
Dalam surat berjudul Surat Cinta Kepada Saudaraku Warga Kota Pematangsiantar berisi ajakan untuk menentukan wakilnya pada pemilu tanggal 9 April 2009 mendatang, bukan karena pemberian uang, materi atau bentuk sumbangan. Selain itu terdapat gambar, dan kartu nama Caleg.
Sementara itu Andar yang ditemui di Lobi Parbina Hotel, membantah telah memanfaatkan anak kecil untuk menyebarkan selebaran tersebut. Dia juga membenarkan surat tersebut merupakan hasil karya tulisannya dan telah disiarkan di beberapa stasiun radio. Dikatakannya melihat tulisan ini beberapa rekannya sesama Caleg DPRD Tingkat II di Siantar-Simalungun tertarik, dan meminta agar fotonya masing-masing disatukan dengan selebaran tersebut.
“Kalau yang kepunyaan saya tersendiri gambarnya, dan ini secara pribadi ikut membagikannya kepada masuyarakat tetapi tidak ada mempergunakan tenaga anak-anak,” ujarnya.
Di tempat terpisah Agus yang coba dihubungi melalui telepon selulernya tidak bersedia mengangkatnya, meskipun terdengar nada sambung. Saat dihubungi kedua kalinya, handphone Agus tidak aktif lagi.
Ketua Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Kota Pematangsiantar, Darwan Saragih saat diminta tanggapannya menilai hal ini merupakan bentuk pelanggaran jika terbukti melibatkan anak di bawah umur dalam hal kampanye. Dia juga menambahkan dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti atas dilibatkannya anak-anak membagi-bagikan selebaran dan gambar caleg. (jansen)




14 Pelajar SD Dijadikan Budak Seks Penjaga Kantin

Kak Seto Desak Pelaku Segera Ditangkap

SIANTAR-SK: Ketua Komite Nasional(Komnas) Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, mendesak aparat penegak hukum segera menangkap pelaku perbuatan cabul terhadap 14 pelajar SD Negeri 122xxx di Kelurahan Siopat, Suhu Kecamatan Siantar Timur, Kota Pematangsiantar. Hal ini disampaikannya saat dihubungi wartawan, Kamis (5/3).
Seto menilai tindakan Albert Turnip yang disebut ke-14 pelajar sebagai pelaku, merupakan serangkaian kebohongan yang dilakukan dengan cara membujuk atau merayu anak untuk berbuat cabul. Menurutnya perbuatan pelaku tersebut termasuk tindak kekerasan terhadap anak dan melanggar pasal 82 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
“Perbuatan pelaku ini bisa diancam hukuman 15 tahun penjara,” ujar pria yang biasa disapa dengan Kak Seto.
Sebagai bentuk kepedulian hukum terhadap anak, Kak Seto mendesak Polresta Pematangsiantar segera menangkap pelaku. Dia juga meminta pihak kepolisian untuk melakukan pengembangan kasus tersebut. Dikatakannya pengembangan ini perlu dilakukan karena bukan tidak mungkin yang menjadi korban bukan hanya 14 pelajar tersebut.
Sedangkan terhadap sekolah, polisi dan pers, dia menyarankan agar tidak mempublikasikan identitas korban.
Sementara itu Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan Komisi Perlinungan Anak Indonesia (KPAI) Sumatera Utara, Muslim Harahap SH, mendesak polisi untuk menangkap pelaku secepatnya. Muslim juga meminta polisi segera mencantumkan pelaku sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Ini bukan kasus main-main karena menyangkut masa depan anak-anak, jadi polisi harus maksimal bekerja,” tandasnya.
Sedangkan upaya pemulihan trauma para pelajar yang menjadi korban cabul pedagang kantin tersebut, KPAI Sumut meminta pihak sekolah supaya bertanggungjawab. Dia berpendapat sekolah harus melakukan pencerahan psikologis dan mental para pelajar, akibat kejadian yang tersebut.
“Pihak sekolah harus bekerjasama dengan tim medis karena yang terpenting dilakukan saat ini adalah upaya pemulihan dan pemahaman psikis dan mental anak-anak,” sebut Muslim.
Ditambahkannya dengan adanya kejadian ini, KPAI Sumatera Utara dalam waktu singkat, akan membentuk tim investigasi dan segera turun ke Kota Pematangsiantar untuk melakukan penyelidikan.
Seperti pemberitaan sebelumnya, peristiwa cabul ini terungkap setelah seorang siswa perempuan melihat temannya, pelajar pria sedang onani di salah satu ruangan kelas. Hal ini lalu disampaikan kepada salah seorang guru. Dari pengembangan yang dilakukan, terungkap, sebanyak 14 pelajar yang menjadi korban pelaku. Dimana para pelajar diajari onani, dengan terlebih dahulu disuguhi film porno. Selanjutnya alat kelamin mereka (pelajar-red) diremas-remas pelaku. Dampak dari perbuatan pelaku ini, membuat sejumlah pelajar keranjingan onani. Dari pengakuan pelajar, aksi cabul dan belajar onani ini telah berlangsung sejak satu tahun lalu, saat masih duduk di bangku kelas V SD. (jansen)







3 Pejabat Simalungun Diadili

Kasus CPNS Gate 2005 Kabupaten Simalungun

SIMALUNGUN-SK: Akhirnya Pengadilan Negeri (PN) Simalungun menggelar sidang pertama atas dugaan KKN pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Pemkab Simalungun formasi tahun 2005, Rabu (4/3). Tiga terdakwa dihadirkan jaksa yakni Mantan Sekda Pemkab Simalungun Drs. Sariaman Saragih (58), Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Simalungun, Jamasdin Purba, SH (49), serta Kabid di BKD Simalungun, Robert Purba,SH.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Josron Malau, SH didampingi Lukas Aleksander Sinuraya, SH saat membacakan dakwaan mengatakan ketiganya telah melakukan kejahatan nepotisme dengan sengaja mencantumkan empat nama anggota keluarganya sebagai pemenang, pada seleksi penerimaan CPNS formasi 2005 yang tidak sesuai dengan hasil ranking nilai tertinggi yang digelar 28 Februari 2006 lalu.
Dakwaan yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim, Binsar Gultom, disebutkan, peristiwa percobaan nepotisme dilakukan, ketika Pemkab Simalungun menerima hasil ujian CPNS dari Pusat Komputerisasi (Puskom) Universitas Sumatera Utara (USU). Setelah diperiksa, pada tanggal 15 Maret 2006, hasil pemeriksaan sesuai ranking Puskom tersebut diserahkan ke BKD Pemkab Simalungun. Pada tanggal 19 Maret 2006, para terdakwa bertemu di kantor BKD Simalungun dengan maksud penyisipan beberapa nama, untuk selanjutnya diumumkan. Adapun nama tersebut sesuai dakwaan tidak lain adalah anak, keponakan serta adik kandung ke tiga terdakwa.
Diketahui, terdakwa Sariaman Saragih selaku ketua panitia, mengajukan nama anaknya Immanuel Saragih serta seorang Keponakannya Rodearni Anita. Sedangkan Jamasdin Purba yang pada kesempatan tersebut menjabat sebagai sekretaris panitia, langsung mengajukan nama anaknya Fitriani Dewi Purba. Sementara Robet yang saat itu menjabat anggota panitia penerimaan CPNS, mengajukan adik kandungnya sendiri yang bernama Rohdian Purba.
Menurut JPU, para terdakwa merekayasa hasil ranking, dengan sengaja melampirkan ke empat nama tersebut. Setelah nama disisipkan, selanjutnya terdakwa Sariaman selaku panitia penanggung jawab penerimaan CPNS menyerahkan nama-nama tersebut kepada Bupati Simalungun untuk selanjutnya diterbitkan atau diumumkan sesuai surat keputusan (SK) Bupati.
Puncaknya, tanggal 20 Maret 2006 lalu, panitia mengumumkan hasil ujian CPNS. Namun, pengumaman tersebut mendapat protes dari para peserta yang mengikuti ujian CPNS. Sebab banyak ditemukan nama dan nomor peserta ujian berbeda. Artinya ada 48 nama tidak sesuai rangking. Sehingga melalui Keputusan Bupati Simalungun, pengumuman CPNS dirubah dengan alasan perbaikan. Pada tanggal 22 Maret 2006 hasil perbaikan nama pemenang CPNS kembali diumumkan. Sedangkan nama ke 48 yang termasuk didalamnya empat nama adik, keponakan dan adik kandung ketiga terdakwa. Lagi-lagi, peserta tidak terima dan menganggap pengumuman sudah diduga hasil rekayasa panitia. Dan seperti dakwaan, masalah tersebut hangat melalui pemberitaan di media cetak dan elektronika.
Sehingga kepolisian mengambil kebijakan dengan memeriksa para panitia serta nama-nama yang diumumkan dan dibandingkan sesuai nama hasil pemeriksaan puskom USU. Akhirnya ditemukanlah perbedaan yang signifikan. Akhirnya, Bupati mengambil kebijakan untuk mengulang pengumuman sesuai hasil Puskom USU pada tanggal 5 April 2006.
Atas perbuatan tersebut, JPU menjerat ketiga terdakwa dengan pasal 263 (1) Yo pasal 55 Yo pasal 53 KUHPidana tentang percobaan membuat surat palsu. Sayangnya, ketiga terdakwa saat akan dikonfirmasi usai digelarnya persidangan memilih diam dan mengarahkan pada kuasa hukumnya Batahi Simanjuntak, SH dan Herman Rumahorbo, SH. (duan)







Pernyataan Kajari Siantar Nelson Sembiring Layak Dipertanyakan

Tindaklanjut Bantuan Guru Sekolah Minggu Rp202 Juta

SIANTAR-SK: Pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Pematangsiantar, Nelson Sembiring, SH bahwa dugaan penyimpangan bantuan guru sekolah minggu sebesar Rp202 juta tidak dapat dilanjutkan ke tingkat penyidikan (dik), dengan alasan sudah dibayarkan, layak dipertanyakan. Pernyataan ini disampaikan Kuasa Hukum Asosiasi Pemerhati Pewarta Indonesia (APPI) Juhong Siahaan, SH sebagai pihak yang melaporkan dugaan penyimpangan dana yang dialokasikan di Bagian Bina Sosial Pemko Pematangsiantar, anggaran tahun 2008 tersebut.
Juhong kepada Sinar Keadilan, Rabu (4/3), menyayangkan sikap Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar, yang tidak menindaklanjuti kasus tersebut. Menurutnya ada indikasi korupsi yang terjadi, meskipun dana dimaksud terlambat dibayarkan.
”Sekalipun sudah dibayarkan melewati batas tahun anggaran 2008, apakah ini bukan tindak pidana yang harus ditindaklanjuti sesuai pengaduan yang disampaikan kepada Kejari,” ujarnya.
Juhong menilai ini tidak relevan jika ada istilah aparat penegak hukum, yang ‘memaklumi’ keterlambatan pembayaran yang dilakukan Pemko Pematangsiantar. Dikatakannya ini tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, terkait pembayaran bantuan yang terlambat. Menurutnya ini ibarat pencuri yang ketahuan, namun karena ketahuan maka tindakannya mencuri dapat dimaklumi. Dia menilai ini keanehan unsur dugaan korupsi seperti bantuan guru sekolah minggu justru dimaklumi, karena keterlambatan membayar. Juhong menambahkan keterlambatan dimaksud tidak dapat ditolerir, karena hak dari si penerima untuk mendapatkan bantuan tersebut.
“Kalau permasalahan ini tidak menjadi gejolak dan muncul di mass media kemungkinan tidak akan dibayarkan. Ada asumsi bantuan ini akan didiamkan, apakah mungkin laporan Kejari ke Kejati Sumut memaklumi adanya keterlambatan mencairkan dana,” tandasnya. Dia menambahkan akan menyurati kembali mempertanyakan tindaklanjut yang dilakukan.
Sedangkan Ketua APPI Siantar Simalungun, Arsyad Siregar, mempertanyakan keterangan dari salah seorang pendeta yang mengaku telah menerima tanggal 9 Februari 2009. Dia menegaskan keterangan ini jauh berbeda dengan pernyataan yang bersangkutan kepada pihaknya melalui surat pernyataan bermaterai dan stempel gereja, tanggal 11 Pebruari belum ada menerima dana tersebut. Menurutnya keterangan ini juga dilampirkan sesuai dengan pengaduan yang disampaikan.
Ketua Komisi II DPRD Kota Pematangsiantar, Dra Grace Cristiane di tempat terpisah menilai pernyataan Kajari seolah-olah mewakili warga gereja. Dalam pemahamannya, Kajari seharusnya mengerti peraturan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Apa bisa permohonan mendadak diproses, karena adanya penambahan nama-nama guru gereja,” jelasnya.
Grace mempertanyakan bagaimana dengan kasus lain yang terindikasi korupsi, kenapa tidak turun menanganinya. Dia mencontohkan seperti dugaan korupsi bantuan sosial tahun 2007 sebesar Rp5,9 miliar, yang tidak direspon. Menurutnya istilah 5 di tingkat Kejaksaan Tinggi, 3 di Kejaksaan Daerah, dan 1 di Kejaksaan Persiapan, sepertinya tidak berjalan di Pematangsiantar dalam mengungkapkan dugaan kasus korupsi. Dikatakannya fenomena yang terjadi ini ibarat sinetron, karena masalah bantuan guru sekolah minggu langsung ditindaklanjuti.
Di lain pihak, Grace menilai gereja seharusnya memberi contoh taat peraturan. Dia berpendapat apakah gereja atau oknum-oknum di dalamnya coba mengeksploitasikannya.
“Kajari harus menunjukkan bukti permohonan tambahan dari sekian ratus, guna memenuhi azas transparansi. Supaya gereja tidak diperalat, dan umat Kristen tidak dipermalukan,” paparnya.
Dia menambahkan jika pemko benar memproses penambahan penerima bantuan, maka menjadi temuan Kejari. Dimana pemko mengeluarkan dana mendahului APBD, sehingga dipertanyakan sumbernya. Menurutnya ini nyata-nyata melanggar premendagri Nomor 13 Tahun 2007, PP Nomor 58 Tahun 2005, dan PP Nomor 17 Tahun 2003.
“Inilaih kasus hukum baru lagi, yang diungkap tidak sengaja, seharusnya jangan asal bicara dalam hal ini,” katanya mengakhiri. (jansen)




Dugaan Penyimpangan Bantuan Guru Sekolah Minggu Tahun 2008

Kejari Tidak Lanjutkan Penyidikan, Alasan Sudah Dibayarkan

SIANTAR-SK: Belum lama ini, sejumlah media lokal di Siantar Simalungun, dan bahkan media Sumatera Utara, mengungkap nasib guru sekolah minggu di sejumlah gereja, yang belum menerima dana bantuan sosial dari Bagian Bina Sosial Sekretariat Pemko Pematangsiantar.
Pemberitaan ini muncul setelah Ketua DPC Parta Damai Sejahtera (PDS) Kota Pematangsiantar, Otto M Sidabutar, yang merasa prihatin dengan nasib guru sekolah minggu mengundang sejumlah wartawan dan bercerita tentang dana bantuan itu belum direalisasikan Bagian Bina Sosial. Meskipun dananya ada dialokasikan di APBD 2008 sebesar Rp 202 juta.
Ini ditindak lanjuti LSM Assosiasi Pewarta Pemerhati Indonesia (APPI) Siantar Simalungun, melaporkan adanya dugaan tersebut kepada Kejaksaan Negeri Pematangsiantar. Dalam pengaduannya, APPI melampirkan Surat perintah membayar langsung (LS), Nomor : 900/83/SPM/XII/2008 untuk keperluan belanja tak langsung kepada guru sekolah minggu sebanyak 143 orang. Dengan ketentuan sebesar Rp 75 ribu, per bulan selama satu tahun. Ini sesuai dengan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Nomor : 900/832/SPM/SPP/Sosial/XII/2008 tanggal 1 Desember 2008, atas nama Kasubag Agama Bagian Bina Sosial Ibnu Mutalib, melalui rekening Simpedes BRI Nomor 33-21-5458. Termasuk surat pernyataan dari gereja HKBP Resort Martoba atas nama Pdt Mangara Tua Siagian, SMTh, dan GPDI Kemenangan melalui Pdt K Pasaribu, STh. Selain itu dilampirkan, surat pengantar Sekretaris Daerah (Sekda) tentang pembayaran bantuan tersebut.
Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar, Nelson Sembiring, SH, Selasa (3/3) mengundang sejumlah wartawan untuk bertemu langsung dengan sejumlah pimpinan gereja yang telah diminta keterangan oleh jaksa, diaula lantai II kantor Kejari. Nelson mengatakan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial untuk guru sekolah minggu, telah diselidiki oleh jaksa atas adanya laporan yang diterima dan pemberitaan di mass media.
Dia juga mengaku telah menggelar penyelidikan sejak tanggal 25 Pebruari 2009, untuk mengusut dana bantuan sosial tersebut. Dimana Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pematangsiantar, Heryansyah SH melakukan pemeriksaan terhadap Kabag Bina Sosial Risfani Sidauruk dan Bendahara Bagian Bina Sosial, Iyan Nasution.
Selanjutnya, pemeriksaanpun berkembang, dengan memanggil dan memeriksa 13 pimpinan gereja di Kota Pematangsiantar.
Ditambahkannya, pihak kejaksaan tidak bisa melanjutkan perkara tersebut ke tingkat penyidikan (dik). Alasannya, sesuai hasil penyelidikan, diketahui dana bantuan sosial untuk guru sekolah minggu itu telah dibayarkan kepada 13 pimpinan gereja. Adapun dana bantuan yang telah dibayar itu, nilainya bervariasi diterima oleh masing masing pimpinan gereja, dengan jumlah keseluruhan sesuai dengan nilai yang tertera didalam anggaran APBD 2008.
Uniknya, Kajari Pematangsiantar mengakui, pencairan dana bantuan untuk guru sekolah minggu diberikan terlambat. Ini berdasarkan wawancara wartawan dengan 13 pimpinan gereja, dihadapan Nelson Sembiring SH dan Heriansyah SH, diketahui dana bantuan sosial itu dicairkan di tahun 2008. Bahkan ada yang menerima akhir Januari 2009, juga yang menerima tanggal 9 Pebruari 2009.
Mengenai keterlambatan pencairan, Heriansyah SH mengatakan di APBD 2008, tercantum 228 guru sekolah minggu. Namun jumlah ini bertambah sampai 600 orang lebih. Ini disebabkan beberapa gereja lainnya, menyodorkan nama-nama guru sekolah minggu
“Akibat jumlah bertambah, maka pencairan dana bantuan sosial untuk guru sekolah minggu terlambat. Sebab, pemerintah berupaya mencari solusinya lebih dahulu,” sebutnya.(jansen)




Sejumlah Rekanan Menolak Menerima Pembayaran Proyek 2008 di Siantar

Ada Pemotongan Sebesar 30 Persen dari Nilai Kontrak

SIANTAR-SK: Pelaksanaan proyek tahun 2008 di Kota Pematangsiantar kembali bermasalah, dimana sebelumnya ada indikasi dugaan pengerjaan yang belum selesai sampai 2009. Kali ini rekanan (kontraktor) yang mendapat jatah proyek drainase, dan jalan menolak menerima pembayaran biaya pengerjaan dari Pemko Pematangsiantar.
Salah seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya, Selasa (3/3) mengatakan, hal ini disebabkan biaya yang diterima hanya sebesar 70 persen dari jumlah keseluruhan nilai proyek tersebut. Diduga rekanan menolak, karena pada saat kontrak kerja sesuai dengan tender, dan Surat Perintah Penunjukkan Langsung sudah dilakukan pemotongan 30 persen. Ini dilakukan dengan alasan untuk ‘uang muka’ bagi rekanan dalam melakukan pengerjaan proyek. Dimana dana potongan 30 persen akan dikembalikan setelah pengerjaan selesai dilaksanakan. Diperkirakan ada sekitar Rp 5 Miliar dana yang dipotong, di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Pematangsiantar.
Sumber tersebut menambahkan rekanan terkejut saat menerima pembayaran, karena dana sebesar 30 persen tidak masuk ke rekening masing-masing. Dikatakannya adanya penolakan ini, diduga menyebabkan rekening rekanan di Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) Cabang Pematangsiantar diblokir.
Rekanan lainnya, membenarkan adaya pemblokiran rekening tersebut. Namun dia menilai ini dilakukan terhadap rekanan yang belum selesai melaksanakan pengerjaannya sampai saat ini. Mengenai adanya informasi pemotongan nilai proyek, dia mengatakan kurang mengetahui hal tersebut. Dia juga mengakui saat ini dirinya sedang melakukan pemberesan berkas terhadap proyek yang dikerjakannya.
Ditempat terpisah, Ketua Komisi III DPRD Pematangsiantar, Mangatas Silalahi, SE saat dimintai tanggapannya menilai adanya isu pemotongan dana proyek sudah terjadi sejak tahun 2006 yang lalu. Disebutkannya ini melanggar Keputusan Presiden (Keppers) Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan Barang dan Jasa, dimana dalam satu pasalnya menyebutkan, tidak dibenarkan adanya pemotongan biaya proyek.
Disisi lain, dia juga heran atas sikap dari rekanan, yang ‘diam’ dan tidak berani bicara selama ini. Menurutnya jika rekanan harus sampai menggadaikan harta miliknya untuk mendapatkan proyek dimaksud, maka dalam pelaksanaan pekerjaan akan diragukan.
“Walikota sebagai pembina bidang usaha di Siantar, dengan adanya dugaan pemotongan ini telah ‘membinasakan’ para rekanan,” ujarnya.
Mangatas mengatakan, reknanan harus berani bicara, dan jangan takut jika tidak mendapatkan jatah proyek. Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan tersebut menambahkan jika diperinci nilai sebuah proyek Rp 100 juta, dipotong 30 persen maka akan tinggal Rp 70 juta. Dikatakannya bila rekanan mendapatkan untung Rp 10 juta, dikurangi biaya administrasi, dan sebagainya sebesar Rp 5 juta, maka sisa dana sebesar Rp 55 juta untuk pengerjaan proyek.
“Wajar jika melihat hal ini, kualitas proyek rendah, dan tidak tertutup kemungkinan akan dijadikan agenda tahunan,” jelasnya.
Lanjutnya, jangan sampai anggaran yang berasal dari Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (DAK) akan menguap jika tidak ada dilakukan pengerjaan. Dia juga menduga pemotongan dana proyek ini kemungkinan terjadi dibeberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Menurutnya isu pemotongan ini ibarat bom waktu, dan menyarankan rekanan transparan. Dia juga berjanji akan membela yang benar, jika rekanan terbuka atas adanya pemotongan tersebut.
“30 persen itu merupakan milik rekanan, dam tidak ada hak bagi walikota untuk melakukan pemotongan,” tegasnya. (jansen)



Penerapan PP No 41 Tahun 2007 di Pematangsiantar Melalui Perwa

Dana Tunjangan Fungsional Terancam Tidak Dibayarkan

SIANTAR-SK: Kebijakan Walikota Pematangsiantar, RE Siahaan yang mengangkat dan melantik pejabat eselon II, III, dan IV dalam penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah melalui Peraturan Walikota (Perwa), menyebabkan tunjangan fungsional sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) terancam tidak dibayarkan.
Hal ini disampaikan salah seorang pejabat Pemko, yang meminta agar identitasnya dirahasiakan kepada Sinar Keadilan, Senin (2/3). Sumber tersebut menuturkan pasca penetapan PP Nomor 41 Tahun 2007, menyebabkan para pejabat tidak mendapatkan tunjangan, meskipun sampai saat ini masih aktif berkerja di bagiannya masing-masing.
Sedangkan penyebab tidak dibayarkannya tunjangan tersebut, menurutnya ada dugaan karena tidak adanya Perwa yang mengatur mengenai pembayaran dana dimaksud.
Disebutkan, dana tersebut rutin diterima, dimana untuk pejabat eselon II sebesar Rp 1,5 juta, eselon III menerima Rp 900 ribu, dan eselon IV Rp 500 ribu setiap bulannya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemko Pematangsiantar, Drs James Lumba Gaol yang coba dikonfimasi melalui layanan Short Message Service (SMS) mengenai tidak dibayarkannya tunjangan tersebut, belum ada memberikan jawaban sampai berita ini diterbitkan.
Ditempat terpisah Anggota DPRD Siantar, Drs Aroni Zendrato mengatakan, pembayaran dana tunjangan rutin dibayarkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Menurutnya ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
“Selain itu ada Undang-Undang (UU) Keuangan, jika pejabat yang mempunyai posisi jabatan, maka tunjangan fungsional wajib dibayarkan, sampai batas dilantik,” ujarnya.
Aroni menambahkan untuk pembayaran tunjangan ditentukan besar jumlahnya melalui pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dimana setelah ditetapkan melalui Perda yang mengatur adanya pembayaran tunjangan fungsional dimaksud.(jansen)




Perempuan Lebih Religius daripada Laki-laki



JAKARTA—SK: Penelitian terbaru menyebutkan perempuan ternyata lebih religius dalam berbagai cara dibandingkan laki-laki. Antara lain lebih sering berdoa dan lebih percaya kepada Tuhan.
Penemuan ini bukanlah suatu hal yang mengejutkan dan hanya menguatkan hasil penemuan-penemuan beberapa dekade sebelumnya. Meski demikian, angka terbaru tetap menarik dan memperjelas perbedaan yang ada.
Data terbaru yang dikumpulkan oleh Pew Research Center tahun 2007, tetapi baru dikeluarkan tahun lalu, menyatakan bahwa perempuan mempunyai hubungan dengan suatu kepercayaan sebesar 86 persen, sementara laki-laki 79 persen. Sebanyak 77 persen perempuan juga memiliki suatu kepercayaan penuh tersendiri akan adanya Tuhan atau malaikat, sedangkan pada laki-laki hanya 65 persen. Dalam hal praktik, 66 perempuan melakukan ibadah harian, sementara laki-laki hanya 49 persen.
Survei melibatkan lebih dari 3.500 responden dewasa di AS. Para peneliti Pew memperkirakan alasan perempuan lebih religius karena didorong tugas-tugas mereka menjadi seorang ibu. Hal ini, seperti mengasuh anak, membuat mereka berperilaku untuk tidak mengambil risiko.
George H Gallup, Jr, seorang peneliti dari Gallup Polling Organization, menuliskan, perbedaan perempuan dan pria dalam hal keyakinan telah terlihat secara konsisten dalam poling yang telah dilakukan dalam beberapa dekade selama ini. Survei yang dilakukan pada 2002 oleh Gallup bahkan menemukan bahwa perempuan cenderung menghabiskan waktu untuk membesarkan anak-anak mereka dan mendorong anak-anak pada tempat ibadah.
Meski saat ini mencari nafkah dilakukan oleh dua belah pihak, zaman dulu wanita lebih mempunyai jadwal yang lebih fleksibel sehingga wanita dapat lebih khusyuk untuk pergi ke gereja. Wanita cenderung untuk lebih terbuka mengenai persoalan pribadi dan perempuan juga lebih mempunyai hubungan yang erat daripada laki-laki. Penelitian lain dari Gallup menunjukkan, jika dibandingkan dengan pria, proporsi perempuan yang mempunyai sahabat karib pada perkumpulan gereja lebih banyak.
Terakhir, Gallup berpendapat, lebih banyak dari pria, perempuan lebih belajar ke arah empiris, tergantung di pengalaman atau pengamatan daripada basis dasar dari sebuah kepercayaan.
Terdapat banyak alasan lain mengapa perempuan lebih religius. Untuk mengungkapnya, Rodney Stark, seorang profesor sosiologi dan perbandingan agama dari University of Washington, mengeluarkan pertanyaan, "Mengapa pria tidak religius?"
Studi yang dilakukannya menyiratkan laki-laki tidak alim dan tidak mempunyai kesadaran terhadap hukum adalah akar dari fakta, lebih banyak pria dibandingkan wanita mempunyai ketidakmampuan untuk menahan nafsu. Laki-laki juga lebih banyak yang berpikiran pendek dan tidak mempunyai pikiran jauh ke depan. Bahkan misalnya, pergi ke penjara atau ke neraka tidak menjadi masalah bagi para kaum laki-laki. Pendapat Stark dilaporkan tahun 2002 di dalam Journal for the Scientific Study of Religion. (kcm)

Sejumlah Anggota DPRD Pematangsiantar Diduga Terlibat Mempermulus Keluarnya Perwa Terhadap PP 41

Berikan Pernyataan dan Tandatangan ke Mendagri

SIANTAR-SK: Sejumlah oknum anggota DPR Pematangsiantar diduga terlibat mempermulus agar Menteri Dalam Negeri memberikan rekomendasi pengangkatan pejabat di lingkungan Pemko Pematangsiantar sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dapat diangkat melalui peraturan walikota (Perwa).
Infomasi yang berhasil dihimpun Sinar Keadilan, ‘mulusnya’ rekomendasi Mendagri diduga tidak terlepas dari peran sebagian anggota DPRD Pematangsiantar, mengatas namakan tiga fraksi yakni Fraksi PDI-P Kebangsaan, Barisan Nasional (Barnas), dan Demokrat. Diduga anggota dewan tersebut memberikan pernyataan dan tanda tangan, jika DPRD tidak keberatan atas adanya Perwa mengenai penetapan PP Nomor 41di Kota Pematangsiantar.
Ketua Komisi III DPRD Pematangsiantar, Mangatas Silalahi, SE, saat dihubungi melalui telepon selulernya, Sabtu (28/2), mengatakan pihaknya sudah mendengar isu indikasi keterlibatan sejumlah anggota dewan tersebut.
Dikatakannya sejauh ini pimpinan DPRD sedang berupaya mencari bukti surat pernyataan tersebut ke Mendagri. Dia juga menegaskan jika isu tersebut terbukti, maka akan dilaporkan kepada polisiuntuk ditindaklanjuti, seperti kasus stempel palsu, kop surat palsu, dan agenda surat yang hilang di Sekretariat Dewan.
“Ini namanya penipuan, namun benar atau tidaknya info tersebut kita belum dapat memberikan komentar, terkecuali ada bukti yang akurat,” sebut Mangatas.
Sedangkan pernyataan oknum dewan mengatasnamakan tiga fraksi, dia menilai jelas ini bertentangan dan melanggar undang-undang, serta termasuk manipulasi. Mangatas menegaskan sejauh ini dirinya masih menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan, dan Sekretaris Fraksi Mukhtar Tarigan. Dia juga mengatakan anggota dewan yang diduga terlibat tersebut jangan main-main
Menurutnya pimpinan dewan sudah melayangkan surat ke Mendagri, Gubernur Sumatera Utara, dan Dirjen Anggaran mempertanyakan tentang Perwa PP Nomor 41 tersebut. Disebutkannya, setelah pengangkatan pejabat eselon I, II, dan III melalui Perwa, tanggal 17 Februari 2009, besoknya DPRD langsung melayangkan surat tersebut.
“Sampai saat ini belum ada balasan yang kita terima, sedangkan inti surat jika Perwa tersebut melanggar ketentuan Undang-Undang(UU) Nomor 10 Tahun 2004,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar tersebut juga mempertanyakan payung hukum untuk penggunaan Perwa dimaksud. Dia menilai ini menjadi pertanyaan mengapa Peraturan Daerah (Perda) mengatur PP Nomor 41 Tahun 2007 “dikalahkan” dengan Perwa. Mangatas menuturkan pemberlakukan Perwa menyebabkan penghapusan sejumlah dinas yang dianggap penting keberadaannya seperti Dinas Pasar, Dinas Kebersihan Hidup, dan Lingkungan. Dia juga menilai ada keanehan dengan dibentuknya bagian Pertambangan Energi di Pemko Pematangsiantar.
Sementara itu Divisi Organisasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Siantar, Marlas Hutasoit, SH, menilai kebijakan Walikota Ir RE Siahaan melanggar etika hukum, dan pengangkangan terhadap UU Nomor 10 Tahun 2004. Dijelaskannya dalam aturan PP Nomor 41 harus dierjemahkan dalam bentuk Perda, yang termasuk urutan keenam dari tata urutan hukum di Indonesia. Ini diatur juga dalam Vide TAP MPR Nomor XX Tahun 1999 Tentang Tata Urutan Sumber Hukum. Marlas juga menyarankan para pejabat yang diangkat jangan hanya sebatas ‘menerima’, tanpa bertanya apakah jabatan tersebut sah atau tidak menurut hukum. Dikatakannya yang terjadi justru istilah Asal Bapak Senang (ABS), meskipun dengan mengabaikan peraturan yang berlaku. (jansen)