28 November, 2008

KNPSI Serahkan Bukti-bukti Korupsi Walikota ke MA, Mendagri, dan Presiden SBY

Dukung Pemberhentian Walikota Pematangsiantar dan Wakilnya

SIANTAR-SK: Tindakan DPRD Pematangsiantar yang mengeluarkan surat keputusan (SK) No 12 Tahun 2008 tanggal 5 September 2008 mengenai pengukuhan memorandum hak angket atas putusan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) dan pengusulan pemberhentian Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap didukung Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia (KNPSI). KNPSI menindaklanjuti dengan menyampaikan pertimbangan dan bukti- bukti dugaan korupsi ke Mahkamah Agung, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melalui surat No : DPP – KNPSI / 212 / Wako – PS / XI / 2008, tanggal 12 November 2008 perihal informasi sebagai pertimbangan atas SK DPRD yang saat ini di eksaminasi di MA.
Menurut Ketua KNPSI Jan Wiserdo Saragih, Minggu (16/11), ada tiga bagian yang disampaikan yakni kebijakan walikota, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terindikasi korupsi dan merugikan keuangan Negara. Selain itu kebijakan tersebut telah menimbulkan gejolak dan jauh dari kepentingan masyarakat.
Dikatakannya mengenai kebijakan walikota yang mengakibatkan dugaan kerugian negara ada beberapa hal seperti intervensi memenangkan tender bangsal RSU Pematangsiantar 2005 yang menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp381 juta sesuai putusan KPPU. Selanjutnya pengangkatan 19 CPNS 2005 yang diduga tidak memenuhi persyaratan dan Badan kepegawaian Negara (BKN) telah membatalkan Nomor Induk Pegawai (NIP). “Namun 19 orang tersebut tetap dipertahankan dan digaji. Sementara Poldasu telah mengirimkan surat kepada Mabes Polri No Pol : B / 2708 / VII, tanggal 5 Agustus 2008 terkait ijin pemeriksaan Walikota RE Siahaan,” ujarnya.
Sedangkan kebijakan lainnya seperti ruislag (tukar guling) SMAN 4 dan SD No 122350 telah menciptakan konlik dan sarat dengan dugaan korupsi sebesar Rp 33 miliar antara walikota dengan pihak ketiga. Mengenai dana bantuan dari bagian sosial tahun 2006 sebesar Rp12,6 miliar telah dilaporkan anggota DPRD Siantar dan ditindaklanjuti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan bagian Informasi Teknologi (IT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita komputer dan berkas lain beberapa waktu lalu.
Lebihlanjut dikatakannya dalam menjalankan proses administrasi keuangan juga tidak mengacu kepada ketentuan yang berlaku. Dia mencontohkan hasil BPK terhadap laporan keuangan 2005 dinilai tidak wajar sesuai dengan prinsip akuntansi. Menurutnya ini berkelanjutan di 2006, sesuai audit, pemko dan SKPD diindikasi merugikan keuangan negara sebesar Rp14, 8 miliar lebih. Selanjutnya pengangkatan tenaga honor sebanyak 400 orang, disinyalir menggunakan pemalsuan SK pengangkatan.
“Dimana ada yang bekerja 2006- 2008, namun dalam SK pengangkatannya dibuat 2005 sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 48 Tahun 2005,” tandasnya.
Mengenai kebijakan SKPD yang terindikasi korupsi, disebutkannya seperti hasil audit BPK terhadap saldo asset tetap sebesar Rp777 juta lebih pada neraca Pemko 2006 diragukan. Di bagian Setdakot Pemko seperti biaya penunjang operasional Pegawai Negeri Sipil (PNS) Rp117 juta, realisasi biaya tamu Rp120 juta, dan pengadaan kendaraaan dinas untuk instansi vertikal Rp 415 juta dinilai tidak sesuai peruntukkan dan tepat sasaran. Dilanjutkan di Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup untuk pengeluaran biaya BBM sebesar Rp 2 miliar, Dinas Pertanian untuk pembangunan Balai Benih Ikan (BBI) senilai Rp833 juta, Bagian Sosial untuk kegiatan perayaan umum dan hari besar Rp 1 miliar lebih, Dinas Pekerjaan Umum (PU) mengenai biaya pemeliharaan jalan 2007 sebesar Rp 14 miliar, dan Dinas Pendapatan terkait realisasi belanja dan bagi hasil pajak pada pemko sebesar Rp 2, 2 milair.
Sedangkan kebijkan walikota yang menimbulkan konflik, dikatakannya seperti ruislag SMAN 4, pembukaan jalan tembus Imam Bonjol Pane dan proyek outer ring road yang dikerjakan TNI diduga untuk mempermudah proses ganti rugi terhadap masyarakat. Selanjutnya pergantian Direktur RSUD dr Djasamen Saragih dr Ria Telaumbanua juga menyebabkan adanya pertentangan antara dokter, perawat dan staf dengan Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP), serta pemindahan hak atas lahan RSUD kepada pihak ketiga.
“Kita berharap agar presiden segera memberikan persetujuan ijin pemeriksaan sesuai dengan surat Poldasu kepada Mabes Polri. Selain itu MA dan Mendagri bersedia menerima masukan serta bukti- bukti yang diserahkan sebelum memutuskan kesimpulan terhadap pemberhentian walikota dan wakilnya,” ungkapnya mengakhiri. (jansen)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar