28 November, 2008

Jangan Hanya Retorika, Harus Sampai ke Persidangan

Polda Sumut Telah Kirim Permohonan Pemeriksaan Walikota Siantar ke Presiden

SIANTAR-SK: Polda Sumatera Utara telah mengirimkan surat permohonan izin tertulis kepada Presiden RI untuk melakukan pemeriksaan terhadap Walikota Siantar, RE. Siahaan yang menjadi tersangka kasus dugaan manipulasi dalam penerimaan CPNS tahun 2005.
"Permohonannya sudah dikirim, tinggal menunggu jawaban (dari Presiden RI)," kata Kapolda Sumut, Irjen Nanan Soekarna menjawab wartawan di Medan, Kamis, usai pelantikan 285 bintara Polri di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sampali.
Menurut Nanan, Walikota Siantar, RE. Siahaan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerimaan CPNS tahun 2005 berdasarkan hasil penyelidikan Polres Simalungun.
Hasil penyelidikan tersebut telah digelar di Polda Sumut yang menyimpulkan butuh pemeriksaan terhadap Walikota Siantar, RE. Siahaan.
Sesuai dengan ketentuan, pihak Polda Sumut membutuhkan izin tertulis dari Presiden RI untuk memeriksa RE. Siahaan selaku pejabat negara.
"Surat permohonan izin tertulis itu sudah dikirim tetapi pihaknya tidak dapat memastikan waktu dikeluarkannya izin tersebut.Pengeluaran surat berisi izin tertulis itu merupakan wewenang Presiden," kata Kapolda Sumut.
Kasus dugaan manipulasi itu terungkap setelah enam CPNS yang tidak ikut seleksi dan 13 CPNS yang tidak lulus seleksi tahun 2005 tersebut diusulkan mendapatkan nomor induk pegawai (NIP) oleh Walikota Siantar, RE. Siahaan ke Badan Kepegawaian Negara.
Dengan praktik manipulasi itu, 19 CPNS tersebut berhasil mendapatkan NIP dan memperoleh gaji dan tunjangan kesejahteraan.
Sementara itu, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia (KNPSI) mendesak Mahkamah Agung agar merespon dan membuat putusan terhadap Surat Keputusan (SK) DPRD No 12 Tahun 2008 Tentang Pemberhentian Walikota Pematangsiantar RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap. Desakan KNPSI ini dikuatkan penetapan RE Siahaan sebagai tersangka. Menurut Ketua KNPSI Jan Wiserdo Saragih, Jumat (28/11), penetapan RE Siahaan sebagai tersangka ini harus menjadi pertimbangan MA dalam membuat putusan. “Secepatnya MA membuat putusan untuk menilai SK DPRD tersebut. Pernyataan Kapolres Simalungun AKBP Rudi Hartono bahwa Walikota Pematangsiantar RE Siahaan telah ditetapkan sebagai tersangka seharusnya menjadi bahan pertimbangan MA juga,” jelasnya.
Dikatakannya KNPSI juga telah melayangkan surat tanggal 27 November 2008 kepada Presiden yang intinya memintakan agar selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan tidak melakukan perlindungan dan memperlambat ijin pemeriksaan kepada Walikota Pematangsiantar karena yang bersangkutan Ketua Partai Demokrat.
Ditambahkannya KNPSI juga menyurati Kapolri, Kapoldasu dan Kapolres Simalungun sehubungan dengan pernyataan telah menetapkan walikota sebagai tersangka kasus 19 CPNS yang disinyalir keluarga walikota dan sejumlah pejabat pemko.
“Kita meminta ini bukan hanya retorika tetapi benar-benar ditindaklanjuti dan dituntaskan sampai ke tingkat persidangan. Hal ini penting buat masyarakat juga kredibilitas Polres Simalungun yang dianggap masyarakat kurang sungguh-sungguh dalam menangani kasus-kasus korupsi di Simalungun,” sebutnya.
Dikatakannya alasan ini berdasarkan pengalaman dan fakta yang sebelumnya, dimana Polres Simalungun telah pernah menetapkan beberapa tersangka seperti Mantan Sekda Pemko Pematangsiantar Drs Sahala Situmeang, termasuk beberapa pejabat Pemkab seperti Sekda Simalungun Abdul Muis Nasution, yang pernah ditetapkan sebagai tersangka.
“Namun tidak pernah sampai ke tingkat persidangan di pengadilan bahkan sampai saat ini tidak jelas ujung dan akhir penanganannya,” tandasnya.
Dia juga menegaskan KNPSI akan terus memantau Polres Simalungun jangan menjadi bungker atau tempat berlindungnya koruptor yang telah dibungkus dengan status tersangka.
Jan Wiserdo mengatakan pihaknya juga menyampaikan beberapa kebijakan walikota yang terindikasi korupsi dan menyebabkan kerugian negara. Seperti putusan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) terkait tender Bangsal RSU Siantar 2005, yang menyatakan walikota dan wakil bersalah dan mengakibatkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp381 juta. Selanjutnya ruislag (tukar guling SMAN 4 dan SD 122350 yang diduga terjadi pengalihan asset negara senilai Rp56 miliar, tanpa melalui tender dan lelang dengan menunjuk langsung pihak ke tiga, yang berpotensi kuat terjadi kerugian Negara sebesar Rp33 miliar lebih. Dugaan korupsi penggunana dana sosial 2007 sebesar Rp 12,6 miliar yang diadukan ke Polresta Pematangsiantar, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2006, dimana beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) digua melakukan korupsi dan kerugian Negara mencapai Rp14,8 miliar lebih. Selanjutnya pengangkatan tenaga honor sebanyak 400 yang diduga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 48 Tahun 2005. Hal ini termasuk pengerjaan proyek Outer Ring Road (Jalan Luar Lingkar Tembus) yang diduga biaya ganti rugi (kompensasi) terhadap masayarat sebesar Rp 4,4 miliar belum dibayarkan, termasuk adanya dugaan pengalihan asset RSUD dr Djasamen Saragih yang merupakan asset negara kepada pihak ketiga
Menurutnya KNPSI telah berkoordinasi dengan beberapa tokoh masyarakat Siantar yang berdomisili di Jakarta untuk mendukung rencana melakukan gerakan moral jika MA dan Mendagri tidak menyikapi SK DPRD No 12 Tahun 2008 tersebut. (Ant/Jansen)











Tidak ada komentar:

Posting Komentar