28 November, 2008

Solihin, Penderita Gizi Buruk Butuh Uluran Tangan


Kadis Kesehatan Simalungun Tak Peduli

SIMALUNGUN-SK: Tubuh Solihin Tampubolon, 3,5 tahun, hanya tinggal tulang dibalut kulit tipis. Kepalanya terlihat besar, tak sebanding dengan tubuhnya yang kurus seperti tengkorak hidup. Saat melihat kedatangan orang yang tak dikenalnya, Solihin hanya bisa merengek di pangkuan bibinya. Solihin diduga menderita gizi buruk. Meski telah berusia 3,5 tahun, Solihin yang tinggal di Kampung Sidodadi, Desa Pamatang Silampuyang, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, beratnya hanya empat kilogram.
Solihin, anak bungsu dari tiga bersaudara ini telah yatim-piatu sejak setahun lalu. Sejak itu perhatian dan kasih sayang hanya ia dapat dari bibi dan neneknya. “Sebelum orangtuanya meninggal setahun lalu akibat mengidap penyakit TBC, pertumbuhan Sohilin sudah lamban,” jelas Nova, bibi Solihin kepada Sinar Keadilan.
Dikatakan Nova, kondisi ekonomi orangtua Solihin waktu itu memang pas-pasan apalagi setelah mengetahui penyakit TBC yang diderita kedua orangtuanya. Setelah kelahiran Solihin tahun 2005 lalu, kesehatan kedua orangtuanya semakin parah. Hingga pada tahun 2007 sekitar Februari, ayah Solihin meninggal dunia dan menyusul ibunya pada Agustus. Akibatnya, kondisi kesehatan Solihin pun semakin terabaikan. “Jangankan susu, jadwal makan Solihin pun tidak beraturan,” cetus Nova.
Dengan kondisi Solihin saat ini, jangankan untuk berdiri, duduk saja sangat susah dengan kondisi kedua kaki dan tangannya yang sangat kurus seperti “spidol” tak mampu menopang tubuhnya seberat kurang lebih empat kilogram.
Walau kondisi perkonomian pas-pasan, Nova bersama ibunya (nenek Solihin, red) berusaha untuk merawat Solihin dan tidak jarang berkonsultasi dengan dokter. Nova mengaku ketika dibawa ke dokter, disarankan untuk rawat inap guna perawatan intensif. Namun, karena biaya terbatas, Solihin terpaksa dibawa pulang. Dan hasil diagnosa sementara, Solihin dikategorikan menderita gizi buruk atau Marasmus. Parahnya lagi, Solihin juga didiagnosa menderita tuberkulosis atau TBC.
Nova menambahkan, dengan kondisi Solihin seperti itu, tidak jarang warga memberi bantuan ala kadarnya mengingat Solihin adalah yatim-piatu. Sedangkan kedua saudara Solihin kini telah bersekolah dengan biaya neneknya yang hanya bekerja sebagai buruh lepas di perkebunan. “Jelas kami kewalahan, bang,” ucap Nova.
Dibanding seusianya, pertumbuhan Solihin sangat lambat dengan perbedaan berat dan tinggi badan yang sangat jauh. Setiap harinya, anak tersebut hanya bisa digendong dan ditidurkan karena tidak mampu untuk duduk dan berdiri. Padahal, Solihin seharusnya sudah bisa berlari.
Dengan kondisi itu, Nova sangat berharap Solihin dapat sembuh layaknya anak-anak seusianya. Ekonomi yang serba pas, uluran tangan dermawan sangat ia butuhkan mengingat kondisi Solihin kian hari kian tidak menentu terutama ketika demam menyerang tubuh Solihin, “Jujur saja, untuk makan saja kami susah,” ungkap Nova mengakhiri.
Pemkab Simalunun melalui Kadis Kesehatannya dr Waldi Saragih ketika dikonfirmasi Sinar Keadilan terhadap penderita bayi gizi buruk ini malah tidak memberi respon sedikitpun atau seperti tak peduli dengan adanya gizi buruk di daerahnya. (Fandho)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar