28 November, 2008

Jangan Hanya Retorika, Harus Sampai ke Persidangan

Polda Sumut Telah Kirim Permohonan Pemeriksaan Walikota Siantar ke Presiden

SIANTAR-SK: Polda Sumatera Utara telah mengirimkan surat permohonan izin tertulis kepada Presiden RI untuk melakukan pemeriksaan terhadap Walikota Siantar, RE. Siahaan yang menjadi tersangka kasus dugaan manipulasi dalam penerimaan CPNS tahun 2005.
"Permohonannya sudah dikirim, tinggal menunggu jawaban (dari Presiden RI)," kata Kapolda Sumut, Irjen Nanan Soekarna menjawab wartawan di Medan, Kamis, usai pelantikan 285 bintara Polri di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sampali.
Menurut Nanan, Walikota Siantar, RE. Siahaan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerimaan CPNS tahun 2005 berdasarkan hasil penyelidikan Polres Simalungun.
Hasil penyelidikan tersebut telah digelar di Polda Sumut yang menyimpulkan butuh pemeriksaan terhadap Walikota Siantar, RE. Siahaan.
Sesuai dengan ketentuan, pihak Polda Sumut membutuhkan izin tertulis dari Presiden RI untuk memeriksa RE. Siahaan selaku pejabat negara.
"Surat permohonan izin tertulis itu sudah dikirim tetapi pihaknya tidak dapat memastikan waktu dikeluarkannya izin tersebut.Pengeluaran surat berisi izin tertulis itu merupakan wewenang Presiden," kata Kapolda Sumut.
Kasus dugaan manipulasi itu terungkap setelah enam CPNS yang tidak ikut seleksi dan 13 CPNS yang tidak lulus seleksi tahun 2005 tersebut diusulkan mendapatkan nomor induk pegawai (NIP) oleh Walikota Siantar, RE. Siahaan ke Badan Kepegawaian Negara.
Dengan praktik manipulasi itu, 19 CPNS tersebut berhasil mendapatkan NIP dan memperoleh gaji dan tunjangan kesejahteraan.
Sementara itu, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia (KNPSI) mendesak Mahkamah Agung agar merespon dan membuat putusan terhadap Surat Keputusan (SK) DPRD No 12 Tahun 2008 Tentang Pemberhentian Walikota Pematangsiantar RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap. Desakan KNPSI ini dikuatkan penetapan RE Siahaan sebagai tersangka. Menurut Ketua KNPSI Jan Wiserdo Saragih, Jumat (28/11), penetapan RE Siahaan sebagai tersangka ini harus menjadi pertimbangan MA dalam membuat putusan. “Secepatnya MA membuat putusan untuk menilai SK DPRD tersebut. Pernyataan Kapolres Simalungun AKBP Rudi Hartono bahwa Walikota Pematangsiantar RE Siahaan telah ditetapkan sebagai tersangka seharusnya menjadi bahan pertimbangan MA juga,” jelasnya.
Dikatakannya KNPSI juga telah melayangkan surat tanggal 27 November 2008 kepada Presiden yang intinya memintakan agar selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan tidak melakukan perlindungan dan memperlambat ijin pemeriksaan kepada Walikota Pematangsiantar karena yang bersangkutan Ketua Partai Demokrat.
Ditambahkannya KNPSI juga menyurati Kapolri, Kapoldasu dan Kapolres Simalungun sehubungan dengan pernyataan telah menetapkan walikota sebagai tersangka kasus 19 CPNS yang disinyalir keluarga walikota dan sejumlah pejabat pemko.
“Kita meminta ini bukan hanya retorika tetapi benar-benar ditindaklanjuti dan dituntaskan sampai ke tingkat persidangan. Hal ini penting buat masyarakat juga kredibilitas Polres Simalungun yang dianggap masyarakat kurang sungguh-sungguh dalam menangani kasus-kasus korupsi di Simalungun,” sebutnya.
Dikatakannya alasan ini berdasarkan pengalaman dan fakta yang sebelumnya, dimana Polres Simalungun telah pernah menetapkan beberapa tersangka seperti Mantan Sekda Pemko Pematangsiantar Drs Sahala Situmeang, termasuk beberapa pejabat Pemkab seperti Sekda Simalungun Abdul Muis Nasution, yang pernah ditetapkan sebagai tersangka.
“Namun tidak pernah sampai ke tingkat persidangan di pengadilan bahkan sampai saat ini tidak jelas ujung dan akhir penanganannya,” tandasnya.
Dia juga menegaskan KNPSI akan terus memantau Polres Simalungun jangan menjadi bungker atau tempat berlindungnya koruptor yang telah dibungkus dengan status tersangka.
Jan Wiserdo mengatakan pihaknya juga menyampaikan beberapa kebijakan walikota yang terindikasi korupsi dan menyebabkan kerugian negara. Seperti putusan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) terkait tender Bangsal RSU Siantar 2005, yang menyatakan walikota dan wakil bersalah dan mengakibatkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp381 juta. Selanjutnya ruislag (tukar guling SMAN 4 dan SD 122350 yang diduga terjadi pengalihan asset negara senilai Rp56 miliar, tanpa melalui tender dan lelang dengan menunjuk langsung pihak ke tiga, yang berpotensi kuat terjadi kerugian Negara sebesar Rp33 miliar lebih. Dugaan korupsi penggunana dana sosial 2007 sebesar Rp 12,6 miliar yang diadukan ke Polresta Pematangsiantar, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2006, dimana beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) digua melakukan korupsi dan kerugian Negara mencapai Rp14,8 miliar lebih. Selanjutnya pengangkatan tenaga honor sebanyak 400 yang diduga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 48 Tahun 2005. Hal ini termasuk pengerjaan proyek Outer Ring Road (Jalan Luar Lingkar Tembus) yang diduga biaya ganti rugi (kompensasi) terhadap masayarat sebesar Rp 4,4 miliar belum dibayarkan, termasuk adanya dugaan pengalihan asset RSUD dr Djasamen Saragih yang merupakan asset negara kepada pihak ketiga
Menurutnya KNPSI telah berkoordinasi dengan beberapa tokoh masyarakat Siantar yang berdomisili di Jakarta untuk mendukung rencana melakukan gerakan moral jika MA dan Mendagri tidak menyikapi SK DPRD No 12 Tahun 2008 tersebut. (Ant/Jansen)











DPRD Harus Gelar Sidang Paripurna

Penetapan Walikota RE Siahaan Sebagai Tersangka Kasus 19 CPNS 2005

SIANTAR-SK: Ditetapkannya Walikota Pematangsiantar RE Siahaan sebagai tersangka kasus manipulasi 19 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) harus ditindaklanjuti DPRD dengan menggelar sidang paripurna membahas hal tersebut. Dinilai hasil dari rapat tersebut ini dapat mengusulkan penonaktifan walikota kepada Gubernur Sumatera Utara H Syamsul Arifin yang akan diteruskan ke Mendagri.
Pendapat ini disampaikan praktisi hukum Sarles Gultom SH, Kamis (27/11). Dikatakannya ini dapat menjadi acuan DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasannya terkait adanya dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan kepala daerah. Menurutnya dengan penetapan walikota tersebut harusnya ditindaklanjuti DPRD. “Artinya DPRD harus jemput bola dalam hal ini, termasuk melayangkan surat pengusulan penonaktifan walikota, agar proses hukumnya dapat berjalan maksimal,” ungkapnya.
Dosen Hukum di Yayasan Nasional Indonesia (YNI) menilai langkah yang dilakukan Polres Simalungun yang mengumumkan walikota sebagai tersangka merupakan langkah yang tepat. Menurutnya ini bukti adanya keseriusan kepolisian dalam melakukan penyidikan terhadap kasus yang dilaporkan Ketua LSM Lembaga Pengawasan dan Kepelaporan Aset dan Kekayaan Negara (Lepaskan) Jansen Napitu terkait adanya dugaan penyimpangan 19 CPNS formasi 2005 tersebut.
“Artinya sesuai dengan penyidikan Polres terungkap ke 19 tersebut tidak melalui mekanisme yang ada. Dimana walikota selaku penanggungjawab kemungkinan memprakarsai hal ini, sesuai keterangan tersangka sebelumnya yakni Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Drs Morris Silalahi,” jelasnya.
Menurutnya walikota dapat dikatakan melanggar Undang- Undang (UU) No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaran Negara Yang Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Termasuk UU No 32 Tahun 2004 Mengenai pemerintahan Daerah, pasal 28 butir yang menyebutkan larangan kepala daerah dan wakilnya menyalahkan wewenang dan melanggar sumpah jabatannya.
Sarles juga menilai jika dikaji dari awal sudah selayaknya walikota ditetapkan sebagai tersangka, terkait kapasitasnya dalam penerimaan CPNS 2005 tersebut.
Sementara itu Ketua Lembaga Pemerhati Daerah Sumatera Utara (LPDSU) Siantar Simalungun Drs R Sihombing berpendapat ini prestasi bagus yang dilakukan Kapolres AKBP Rudi Hartono, SH, SIK untuk mengungkap kasus tersebut. Menurutnya yang terpenting adanya kebenaran surat ijin pemeriksaan yang disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Kalau hanya status tanpa adanya tindak lanjut penahanan, sama saja tidak berarti,” ujarnya.
Sihombing beralasan ini melihat pengalaman sebelumnya atas penetapan tersangka kepada Mantan Walikota Kurnia Saragih terhadap dugaan kasus hukum. Dimana dia berpendapat sampai saat ini tidak dapat diketahui sudah sejauh mana proses hukumnya berlangsung. (jansen)



Disclaimer, Laporan Keuangan Pemko Pematangsiantar 2007

Sejumlah Pengeluaran Tidak Dapat Dipertanggungjawabkan


SIANTAR-SK: Hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Medan, Laporan Keuangan Pertanggungjawaban Daerah (LKPD) 2007 dianggap disclaimer (tidak memberikan pendapat atau diragukan) dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini disampaikan Anggota DPRD Siantar Drs Aroni Zendrato, kemarin yang membenarkan pimpinan dan anggota DPRD Pematangsiantar telah menerima hasil audit BPK tersebut.
Menurutnya dari hasil yang diterima DPRD, Selasa (25/11), sekitar pukul 12.45 Wib, terungkap BPK tidak dapat memberikan pendapat karena ditemukannya sejumlah pengeluaran tidak tertib anggaran.
Anggota Komisi IV Bidang Pembangunan tersebut mengatakan sesuai ketentuan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Mengenai Pengelolaan Keuangan disebutkan hasil audit BPK menjadi acuan dalam melakukan pembahasan LKPD. Dimana akan dilakukan pembahasan Perubahan APBD 2008. “Jadi LKPD tidak dapat dibahas dewan sebelum adanya hasil audit BPK, dan ternyata hasilnya dinyatakan disclaimer,” ujarnya.
Mengenai hasil audit yang didasarkan banyaknya pengeluaran yang tidak dapat dipertangungjawabkan, Aroni menilai hal ini tergantung DPRD mau dikemanakan adanya temuan tersebut. Dikatakannya jika sesuai hasil rapat dewan, apakah ada kesepakatan untuk menyampaikannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjutinya.
“Untuk itu kita berharap agar segera dewan melakukan rapat untuk membahas hasil audit BPK tersebut,” tandasnya.
Sementara itu informasi yang dihimpun di lapangan terungkap diduga ada beberapa mata anggaran yang dinilai tidak relevan dan diragukan. Salah satunya bantuan kemasyarakatan di Bagian Sosial Pemko Pematangsiantar tahun 2007 sebesar Rp 12,6 miliar. Dimana ada kemungkinan sejumlah dana tersebut harus diganti. Selain itu dana pemeliharaan jalan di Dinas Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp14,8 miliar disinyalir tidak jelas pertanggungjawabannya.
Hasil audit BPK tersebut tidak menyebutkan berapa nilai nominal yang dinilai tidak relevan. Namun ada beberapa kajian yang disampaikan kepada DPRD mengenai sejumlah alokasi anggaran yang diduga tidak dapat dipertangung jawabkan, untuk mengambil tindakan selanjutnya. (jansen)



Walikota Pematangsiantar RE Siahaan Resmi Jadi Tersangka Kasus Manipulasi 19 CPNS 2005

SIANTAR-SK: Walikota Pematangsiantar, Ir RE Siahaan, akhirnya resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Simalungun dalam kasus manipulasi 19 orang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) formasi tahun 2005. Hal tersebut disampaikan Kapolres Simalungun AKBP Rudi Hartono SH, SIK, Rabu (26/11), kepada perwakilan kelompok massa ARB (Aliansi Rakyat Bersatu) yang selama tiga hari menduduki Kantor DPRD Pematangsiantar. Dalam pertemuan dengan Kapolres, perwakilan massa ARB yang hadir antara lain Choki Pardede, Marlas Hutasoit, SH, Megawaty Hasibuan, Timbul Panjaitan, M br Silalahi, dan Jansen Napitu selaku pelapor kasus tersebut. Dalam pertemuan itu Kapolres menjelaskan setelah mereka melakukan penyelidikan secara mendalam terhadap kasus tersebut, maka akhirnya ditetapkan beberapa orang tersangka, salah satunya adalah Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan. Tersangka lainnya adalah Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemko Pematangsiantar, Drs Moris Silalahi, dan mantan Kepala BKD yang saat ini menjabat Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker), Drs Tanjung Sijabat. Mantan Sekda, Tagor Batubara, tidak bisa dijadikan tersangka karena sudah meninggal dunia.
Rudi Hartono menjelaskan bahwa Polres Simalungun telah menetapkan RE Siahaan sebagai tersangka sejak 6 November lalu. ”Kami telah tetapkan RE Siahaan sebagai tersangka sejak 6 November lalu, ini suratnya, ” kata Kapolres seraya menunjukkan surat tersebut kepada perwakilan massa ARB dan wartawan yang hadir saat itu, namun tidak diperbolehkan untuk disalin wartawan.
Ditambahkannya surat tersebut sudah dilayangkan ke Kapolda Sumatera Utara untuk ditindaklanjuti dan mengajukan izin pemeriksaan RE Siahaan kepada Presiden.”Apabila dalam tempo 60 hari atau dua bulan, sekretariat negara belum juga mengeluarkan izin, maka kami sudah bisa langsung memeriksa tersangka,”ujar Rudi Hartono. ”Dan bila surat izin Presiden itu sudah keluar, tapi tersangka tidak juga persuasif menanggapinya, maka kami akan melekukan penangkapan secara paksa,” tambahnya.
Sebelumnya sekitar pukul 11.00 WIB, Kapolres Simalungun datang ke Kantor DPRD Pematangsiantar menemui ribuan massa ARB yang telah melakukan unjukrasa selama tiga hari berturut-turut di tempat tersebut. Kedatangan Kapores di tempat itu disambut oleh ketua DPRD Lingga Napitupulu, BcEng, dan wakilnya Ir Saud H Simanjuntak, serta beberapa orang anggota dewan lainnya.
Menurut Rudi Hartono, lamanya waktu yang diperlukan dalam menetapkan para tersangka karena mereka (polisi) harus memeriksa banyak pihak dan memerlukan biaya yang sangat banyak. ”Kami tidak pernah memperlama penanganan kasus ini tapi karena kami harus memeriksa banyak orang termasuk pihak BKN (Badan Kepegawaian Negara) sampai lima kali ke Jakarta. Bayangkan berapa banyak waktu dan biaya yang diperlukan untuk itu, ” katanya.
Seusai bertemu dengan Kapolres, kepada wartawan, Jansen Napitu dan Choki Pardede mengatakan sangat berterimakasih atas kinerja Polres Simalungun yang telah menetapkan RE Siahaan sebagai tersangka dalam kasus manipulasi 19 CPNS tersebut. ”Kita mengucapkan terimakasih kepada Polres Simalungun.Tapi kita akan tetap mengikuti dan mengawal proses selanjutnya hingga RE Siahaan benar-benar ditangkap dan dipenjarakan,” kata Jansen.
Di tempat terpisah, Choki Pardede didampingi koordinator aksi Ebet Sidabutar merasa sangat puas dengan apa yang sudah dilakukan Polres Simalungun. Meski demikian, ARB kata Choki, akan tetap mengawal proses hukum CPNS Gate sampai ke tingkat kejaksaan dan pengadilan. Bila di lembaga peradilan itu nantinya, perkara pemalsuan pemenang CPNS tahun 2005 di Pemko Pematangsiantar itu terhambat, maka ARB kembali melakukan aksi unjukrasa dibarengi dengan aksi menginap di lembaga peradilan dimaksud. “Kita berharap apa yang diungkapkan Kapolres Simalungun tidak hanya sebatas retorika dan hendaknya dapat diimplementasikan agar segera dapat memproses dan bahkan menangkap Walikota Pematangsiantar Ir. RE.Siahaan dan sejumlah tersangka lainnya,” ungkap Ebet.
Sebagai catatan bahwa pada penerimaan CPNS formasi tahun 2005 lalu ditemukan adanya 19 orang yang mayoritas adalah keluarga Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan dan beberapa pejabat teras pemko Pematangsiantar mendapatkan NIP dari BKN secara ilegal. Mereka adalah Sony Marike Hutapea (adik kandung isteri walikota Pematangsiantar RE Siahaan), Edward Purba (suami Marike atau ipar RE Siahaan), Daud Kiply Siahaan (anak kepala Terminal Pematangsiantar Hotman Siahaan yang juga merupakan kerabat RE Siahaan), Friska Manullang (keluarga Walikota), Rosalia Sitinjak (keluarga walikota), Saur Katerina Siahaan (anak Sihar JE Siahan, abang kandung walikota),c Mestika Manurung (keluarga walikota), Cristin Napitupulu (anak Kabag Keuangan Pemko Pematangsiantar Waldemar Napitupulu), Doharni Bunga Sijabat (anak mantan kepala BKD Tanjung Sijabat yang saat ini Kadisnaker),Torop Mindo Batubara (anak abang alm mantan Sekdakot Tagor Batubara),Wasty Marina Silalahi (anak Kepala BKD Morris Silalahi), Marolop Lumban Tobing, Nora Magdalena, Resty Hutasoit, Melda Silalahi, dr Juneta Zebua, Daud Pasaribu dan Teresia Bangun. (daud)





Rehab Lapangan H Adam Malik Diminta Selesai 4 Hari Sebelum Idul Adha

Tak Selesai, BKPRMI Ancam Bersihkan Sendiri

SIANTAR-SK: Beberapa organisasi Islam, termasuk lembaga perwiridan dan perkumpulan pengajian mendesak Pemko Pematangsiantar dan kontraktor pembangunan saluran resapan air di Lapangan H Adam Malik agar segera menyelesaikan tugasnya minimal empat hari sebelum Idul Adha, 8 Desember mendatang. Mereka khawatir, jika pembangunan tak selesai, umat Islam Pematangsiantar tak bisa melakukan Sholat Idul Adha di lapangan tersebut sebagaimana biasa setiap tahun.
Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid Indonesia (BKPRMI) Kota Pematangsiantar, Zainul Arifin Siregar, membenarkan adanya desakan tersebut. Menurutnya banyak kelompok perwiridan mempertanyakan dimana tempat pelaksanaan Sholat Idul Adha. “Ada keraguan atas kesiapan kontraktor untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Kita menegaskan agar empat hari sebelum tanggal 8 Desember 2008, pembangunan harus selesai dikerjakan,” ujarnya.
Zainul menilai jika hal ini tidak terealisasi, maka pihaknya akan melakukan “eksekusi” langsung, untuk membersihkan lapangan tersebut. Dikatakannya tempat tersebut harus bersih dari sisa-sisa bangunan, karena sudah menjadi kebiasaan lazim Sholat Idul Adha dilaksanakan di lapangan yang menggunakan nama Mantan Wakil Presiden Indonesia tersebut. “Kita bukan tidak setuju adanya proses pembangunan di kota ini. Namun jangan sampai menimbulkan keresahan di masyarakat,” sebutnya.
Mengenai alternatif dipindahkan ke lokasi lain, dia menilai hal ini dapat menjadi polemik. Zainul beralasan ini karena sudah menjadi tradisi dari dulunya jika sholat dilaksanakan di Lapangan H Adam Malik.
“Makanya hal ini perlu kita tekankan, karena ada penilaian kemungkinan rekanan tidak dapat menyelesaikannya,” ungkapnya.
Sebagai informasi proyek tersebut merupakan program infrastruktur pedesaan, untuk pekerjaan perbaikan Lapangan H Adam Malik yang sumber dananya dari Dana Alokasi Umum (DAU) 2008 sebesar Rp 729 juta lebih. Pelaksanaan pekerjaan ini direncanakan selama 69 hari kalender atas nama CV Juan Anugrah Torpana.
Sementara itu Asisten II Pemko Pematangsiantar M Akhir Harahap dan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum (PU) Ir Bona Tua Lubis saat dikonfirmasi melalui short message service (SMS) menjawab akan diusahakan mempercepat pekerjaannya agar tanah lapang tersebut selesai. Dan pada tanggal 8 Desember 2008 Lapangan H Adam Malik tersebut dapat dipakai untuk pelaksanaan Sholat Idul Adha. “Diupayakan selesai sebelumnya, sesudah cek lapangan dan dengan pemborong,” ujar M Akhir. (jansen)



Massa ARB Menginap di Gedung DPRD Tuntut Tangkap dan Adili Walikota

SIANTAR-SK: Seperti yang diungkapkan sebelumnya massa dari Aliansi Rakyat Bersatu (ARB), membuktikan janjinya melakukan aksi menginap, Senin (24/11) malam, di Gedung DPRD Pematangsiantar di Jalan Merdeka. Sementara itu, aksi hari kedua, tampak ratusan massa yang terdiri dari pedagang, petani, dan aktivis tetap bertahan dan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan pemeriksa Keuangan (BPK), dan Polri agar menangkap Walikota Pematangsiantar RE Siahaan karena terlibat berbagai dugaan korupsi dan pelanggaran hukum. Bahkan massa yang sebagian besar perempuan itu tidur hanya beralaskan koran maupun tikar di areal parkir dan pelataran Kantor DPRD. Nyaris terjadi kericuhan, saat pagi harinya sekitar pukul 07.00 WIB, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang dipimpin Kakan Satpol M Sitanggang datang dan meminta massa tidak memasak persis di depan kantor Walikota yang berjarak 50 meter dari DPRD Siantar. Larangan itu langsung ditentang massa ARB dan berusaha menghalang-halangi Satpol PP. Sempat terjadi aksi dorong-mendorong. Aksi ini berakhir setelah ada kesepakatan ARB akan memindahkan peralatan memasaknya sampai batas waktu jam 11.00 WIB.
Dalam aksi kali ini massa tetap bersemangat dalam tuntutannya yang dikoordinir sejumlah orator yakni Marihot Gultom, Choki Pardede, Sanna Silalahi dan Ebed Sidabutar. Mereka meneriakkan yel-yel perjuangan, sambil mengungkap berbagai persoalan yang ada di Pemko Pematangsiantar. Massa juga memasang sejumlah spanduk di pagar tembok DPRD dan kertas baliho menghadap Jalan Merdeka. Dalam kertas tersebut bertuliskan alasan agar RE Siahaan ditangkap, karena diduga terlibat 10 kasus, antara lain tender Bangsal RSU Siantar 2005, kasus 19 CPNS Siluman 2005, ruislag (tukar guling) SMAN 4 dan SDN 122350. Selanjutnya dugaan pungutan liar dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Rp 14,8 miliar, pengangkatan 400 honor siluman dan sebagainya.
Aksi ini mendapat pengamanan dari Polresta Pematangsiantar. Uniknya aksi sempat diwarnai lelucon dari sebagian massa ARB. Dimana saat itu Sanna br Silalahi menyampaikan orasinya agar para penjilat walikota bertobat. Saat Sanna berorasi, kebetulan Torop Sihombing lewat di depan Kantor Walikota. Torop Sihombing merupakan aktivis yang oleh massa ARB disebut telah menjadi bagian dari Walikota RE Siahaan. Dengan menggunakan Bahasa Batak Toba, pedagang tersebut menyanyikan ungkapan kekecewaan “mulak- mulak ma ho ale Torop, na jolo hubanggahon pajonjonghon hatigoran di Siantar on ( kembalilah Torop, yang dulunya kami banggakan, karena menegakkan keadilan di Siantar).
Para pedagang tersebut menginginkan Torop agar tidak berpihak kepada penguasa yang korupsi. Mereka menilai sosok Torop yang dulunya berjuang membela pedagang kecil kini telah melupakan jati dirinya. Aksi ini diikuti dengan gerakan tari sehingga sebagian massa tertawa. Pedagang juga menilai Torop tidak layak menjadi calon wakil rakyat atas perilakunya tersebut. Sedangkan Torop yang saat itu memakai baju partai didampingi beberapa orang rekannya hanya memandang dari kejauhan aksi tersebut.
Sementara itu aksi ARB terus berlanjut dan mungkin karena kelelahan sebagian massa ada yang tertidur di teras DPRD dan depan ruang rapat dewan.
Sedangkan sesuai informasi yang berhasil dihimpun, Torop Sihombing telah membuat pengaduan resmi ke Polresta Siantar, karena merasa nama baiknya tercemar yang dilakukan massa ARB. Hal ini didasari adanya aksi salah seorang orator yang menilai Torop n penipu rakyat sehingga tidak layak dipilih sebagai Calon legislatif (Caleg) DPRD Siantar pada Pemilu April 2009 mendatang
Penanggungjawab ARB, Choki Pardede menilai aksi yang dilakukan massa terhadap Torop Sihombing, hanya spontanitas karena kecewa melihat orang yang pernah dekat dengan rakyat, khususnya pedagang namun kini telah menjadi bagian dari penguasa.
Menurutnya aksi salah seorang massa tersebut merupakan ungkapan seorang ibu yang merasa kecewa, melihat perubahan anaknya tiba tiba berpihak kepada penguasa.
“Apa yang disampaikan itu merupakan sebuah keinginan untuk menggugah perasaan Torop Sihombing, agar kembali lagi berjuang bersama pedagang kecil,” jelasnya
Sementara itu, penasehat hukum ARB, Marlas Hutasoit memastikan, , kemarin ARB akan mengadukan oknum honor Bagian infokom Pemko Pematangsiantar Lodewijk Simanjuntak ke Polresta Pematangsiantar, terkait kericuhan yang terjadi saat aksi unjuk rasa ARB pada hari pertama.
Marlas menduga Lodewijk melakukan penyusupan ke massa ARB sehingga mempengaruhi aksi yang sedang dilakukan pada saat itu. Mengenai pengaduan yang dilakukan Torop Sihombing, Marlas mengaku siap menghadapinya. Dia menambahkan jika hal ini tidak terbukti, maka pihak ARB akan menggugat Torop Sihombing. (jansen)






Ribuan Massa Datangi Kantor DPRD dan Balaikota Tuntut Walikota Pematangsiantar RE Siahaan Ditangkap


SIANTAR-SK: Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) melakukan aksi damai, Senin (24/11), mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Polri untuk menangkap Walikota Pematangsiantar RE Siahaan.
Aksi yang terdiri dari petani, pedagang, wartawan, dan para guru dimulai dari Jalan Tembus Imam Bonjol-Pane dengan melakukan long march menuju Kantor Walikota di Jalan Merdeka. Sebelumnya massa yang dikoordinir Marihot Gultom, Megawati Hasibuan, dan Choki Pardede terlebih dahulu berdoa dipimpin Ustad Tamrin. Dengan dikawal petugas dari Polresta Pematangsiantar, massa ARB bergerak dengan berjalan kaki dan sebagian menggunakan kendaran roda dua dan truk sebanyak empat buah. Sepanjang jalan, massa yang membawa puluhan spanduk dan poster berteriak “Tangkap RE Siahaan. Adili RE Siahaan”. Sebagian masyarakat yang menonton aksi ini di sepanjang jalan memberikan dukungan dengan bertepuk tangan atas aksi tersebut. Sebelumnya massa sempat berhenti di depan Kantor Kejaksaan Negeri Siantar dan Polres Simalungun, mempertanyakan proses kasus 19 CPNS “Siluman” 2005, serta dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Walikota dan Wakilnya terkait putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai tender pembangunan bangsal RSUD Siantar tahun 2005. Koordinator Lapangan (Korlap) ARB Ebed Sidabutar, didampingi Wakorlap Amri Nasution mempertanyakan kinerja kedua lembaga penegak hukum tersebut yang dinilai lamban dan tidak mampu menangani berbagai dugaan kasus korupsi yang melibatkan walikota.
Selanjutnya massa bergerak menuju kantor DPRD dan Walikota. Di sana massa sempat dihadang petugas kepolisian. Namun akhirnya diperbolehkan masuk. Tanpa dikoordinir, massa memasang spanduk dan baliho putih sepanjang 10 meter diantara pohon pinang. Baliho tersebut bertuliskan berbagai dugaan kasus yang melibatkan RE Siahaan seperti 19 CPNS 2005, bangsal RSU Siantar tahun 2005,dugaan korupsi dana sosial 2007 sebesar Rp 17,2 miliar, pengangkatan 400 tenaga honor, ruislag (tukar guling) SMAN 4, dan SD Negeri 122350, pengalihan aset RSUD dr Djasamen Saragih, pembayaran biaya kompensasi Outer Ring Road (jalan lingkar luar) sebanyak Rp4,4 miliar, dana pemeliharaan jalan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Rp 14,7 miliar. Selain itu dana pembangunan gedung DPRD di kas kantor Dispenjar Simalungun Rp3 miliar, dana pungli dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Rp 14,8 miliar, dan surat keputusan (SK) DPRD No 12 Tahun 2008 Tentang pemberhentian walikota dan wakilnya.
Selanjutnya secara bergantian beberapa perwakilan massa seperti Mangasi Simanjorang, Rado Damanik, Jansen Napitu dan Samsudin Harahap mewakili pers menyampaikan orasinya.
Massa juga mendesak Kapolres Simalungun dan Kapolresta Pematangsiantar hadir menjelaskan kasus 19 CPNS 2005 dan dugaan korupsi bagian sosial.
Aksi kali ini nyaris menimbulkan keributan. Ini disebabkan seorang pegawai honorer Bagian Infokom Pemko Pematang Siantar bernama Loudewik Simanjuntak, SH, diduga mencoba menyebarkan selebaran tandingan mengatasnamakan Alinasi Rakyat Siantar. Selebaran yang dia bawa berisi dosa-dosa yang dilakukan Ketua DPRD Siantar. Loudewik menyebarkan selebaran tersebut diantara massa ARB. Akibatnya dia langsung diprotes massa ARB. Tidak diketahui pasti, secara tiba-tiba Loudewik memperagakan orang seperti kena pukul dengan memegangi wajahnya. Spontan hal ini memancing emosi massa ARB saat mengetahu ulah tenaga honorer yang pada saat itu tidak memakai baju dinas tersebut. Bahkan massa mencoba mengejar Laudewik. Hal ini langsung diantisipasi polisi dengan menenangkan massa dan mengamankan Loudewik ke Kantor Dinas Pendapatan (Dipenda) Siantar. Sesuai informasi dari beberapa saksi, aksi Loudewik ini dibantu salah seorang pegawai honorer lainnya dan didugselebaran tersebut sudah dibagikan saat massa masih berkumpul di Jalan Imam Bonjol-Pane.
Tidak beberapa lama kemudian Wakil Ketua DPRD Saud Simanjuntak, didampingi sejumlah anggota dewan seperti Maruli Silitonga, Mangatas Silalahi, Grace Cristiane, Aroni Zendrato, Pardamean Sihombing, Muktar Tarigan, Unung Simanjuntak, Ahmad Mangantar Manik, Dapot Sagala, dan Johny Siregar menemui pengunjuk rasa.
Bahkan Grace didampingi Pardamean memberikan orasinya yang intinya mendukung aksi massa ini agar segera menangkap dan mengadili walikota RE Siahaan. “Kita minta dan mendesak Kapolres Siantar dan Simalungun agar hadir di sini memberikan penjelasan kepada masyarakat,” sebut Grace yang disambut tepuk tangan para massa yang hadir.
Sedangkan Pardamean mengatakan agar masyarakat dapat lebih teliti untuk memilih wakil rakyat yang peduli terhadap apa yang terjadi saat ini di Siantar. “Kami yang hadir saat ini merupakan bukti mendukung apa tuntutan massa. Sedangkan anggota dewan yang tidak mau hadir saat ini, mungkin menjadi pertimbangan masyarakat menilai kinerjanya,” ujar Pardamean.
Sementara itu tiba-tiba Kapolresta Siantar AKBP Andreas Kusmaedi didampingi Wakapolresta Kompol Syafwan Khayat datang dan ditemui Saud, Maruli, dan Mangatas di depan pintu masuk kantor Walikota. Dalam pertemuan tersebut Kapolresta sempat berbincang beberapa menit dan langsung pergi meninggalkan komplek kantor walikota. Hal ini sempat menimbulkan kekecewaan massa yang menilai Kapolres seharusnya berbicara langsung di hadapan massa ARB.
Selanjutnya massa bergerak menuju kantor walikota dan melakukan aksi duduk dan memasang spanduk di pagar kantor tersebut. Bahkan massa melakukan makan siang bersama setelah sebagian ibu-ibu selesai memasak di depan kantor walikota. Direncanakan massa ARB akan menginap di gedung DPRD dan Kantor Walikota selama tiga hari. Aksi ini dilakukan menuntutpenegak hukum segera menangkap RE Siahaan. Direncanakan aksi akan berlanjut dengan menutup jalan provinsi di Jalan Medan jika tak ada respon dari penegak hukum. (jansen)






Kontroversi Jalan Imam Bonjol Menjadi Jalan Vihara

Nama Pahlawan Diusulkan Menjadi Nama Jalan Imam Bonjol

SIANTAR-SK: Nama pahlawan atau tokoh-tokoh yang ada di Pematangsiantar diusulkan dijadikan nama jalan menggantikan Jalan Tembus Imam Bonjol-Pane, bukan menjadi Jalan Vihara seperti yang diusulkan oleh beberapa kalangan. Hal ini disampaikan tokoh masyarakat yang juga Ketua Ikatan Pemuda Karya (IPK) Pematangsiantart, DM Ater Siahaan, kemarin, di kediamannya Jalan Farel Pasaribu, Kecamatan Siantar Marihat. Usulannya ini, kata Ater, sangat beralasan karena banyak jalan yang berada di pusat perkotaan memakai nama pahlawan seperti jalan Cipto, Wahidin, Patimura, Cokroaminoto, dan sebagainya.
“Alangkah baiknya jika jalan tersebut menggunakan nama pahlawan, selain itu letaknya juga berada di pusat kota Siantar. Jika memang kemungkinan jalan tersebut memakai nama lain dapat menyebabkan polemik di tengah masyarakat,” sebutnya.
Ater juga menyarankan agar pemko mengusulkan jalan tersebut kepada DPRD Pematangsiantar untuk dijadikan peraturan daerah (Perda). Dia menilai jika memang hal ini tidak dapat dilakukan, dia menyarankan agar jalan tersebut tetap sebagai Jalan Imam Bonjol Ujung, sehingga tidak menyebabkan pro-kontra.
“Harusnya pemko objekfit jika memilih sebuah nama jalan. Sehingga tidak menjadi perdebatan semua pihak pada akhirnya,” jelasnya.
Mengenai adanya tulisan di jembatan jalan tersebut, dia menilai ini upaya mempengaruhi publik, seakan-akan jalan dimaksud telah sah menjadi Jalan Vihara, seperti yang dituliskan. “Pemakaian nama tokoh- tokoh yang ada seperti Raja Siantar Sang Naualuh juga pantas. Ini dilakukan agar tidak ada pengaburan nilai aset dan sejarah yang ada,” tukasnya.
Dia juga berharap agar dalam pengembangan kota yang dilakukan Pemko Pematangsiantar tidak menghilangkan aset bersejarah yang ada di kota ini. Menurutnya keberadaan sejarah yang ada di Siantar seharusnya dikembangkan dan dilestarikan, sehingga adanya jati diri yang khas sesuai kultur budaya lokal.
Ater juga menyarankan DPRD Pematangsiantar lebih optimal melakukan pengawasannya terhadap konsep tata ruang pembangunan yang dilakukan pemko. Menurutnya ini dilakukan agar tata ruantg kota di Siantar lebih teratur, khususnya dalam pemberian sebuah nama jalan. (jansen).



DPRD Pematangsiantar Bungkam Soal Bangunan Liar di RSUD Djasamen Saragih

Lingga: IMB Mungkin Bohong

SIANTAR-SK: DPRD Kota Pematangsiantar dinilai bungkam terhadap pembangunan Sekolah Pendidikan Kesehatan (SPK) di areal RSUD dr Djasamen Saragih walau banyak pihak menilai pembangunan tersebut tidak sesuai aturan alias liar. Demikian disampaikan tokoh masyarakat yang juga Ketua Ikatan Pemuda Karya (IPK) Pematangsiantar DM Ater Siahaan, Sabtu (22/11), di kediamannya Jalan Farel Pasaribu.
Ater mempertanyakan kenapa DPRD diam seribu bahasa tanpa mempermasalahkan apakah benar tanah tersebut telah dialihkan. Ater menilai harusnya ada tanggungjawab moral anggota dewan di akhir masa jabatannya. “Artinya sejauhmana kinerja dewan, termasuk menjaga keamanan asset di daerah ini. Apakah diakhir periodenya mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada,” sebutnya.
Ater menambahkan harus menjadi pengalaman bagi DPRD pada saat kelompok pemuda di Siantar melakukan aksi protes atas pembangunan tower beberapa waktu lalu di kompleks Gedung Olah Raga (GOR) Jalan Merdeka. Dikatakannya, pada saat itu pihaknya memberikan sikap atas bangunan di atas lahan milik Pemko Pematangsiantar tersebut.
“Kita tidak menginginkan tanah negara diserobot, harusnya ini disikapi bersama-sama, termasuk DPRD sebagai pertanggungjawabannya kepada masyarakat yang telah mendudukkannya sebagai wakil rakyat,” tandasnya.
Disebutkannya eksistensi DPRD layak dipertanyakan, karena sampai saat ini pembangunan di areal kuburan mayat tak dikenal tersebut tetap berlanjut.
“Awalnya dewan protes, namun sekarang sepertinya senyap, jangan sampai ada asumsi diduga telah menerima bagian dari pihak ketiga tersebut,” ungkapnya.
Dia juga menilai tidak beralasan jika tanah tersebut dialihkan, dan tidak ada persetujuan termasuk pemberitahuan kepada DPRD Pematangsiantar. Ater berharap ke depan masyarakat Siantar agar lebih bijak memilih anggota dewan dan mempertimbangkan kinerjanya dalam menjalankan tanggungjawab sebagai penyambung aspirasi masyarakat.
Di tempat terpisah, Ketua DPRD Siantar Lingga Napitupulu, BcEng saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya sudah menyurati instansi terkait mengenai adanya pembangunan tersebut. Mengenai adanya keterkaitan bangunan tersebut dengan ruislag (tukar guling) SMAN 4, Lingga menegaskan tidak ada jalannya hal ini dapat menjadi kompensasi. Terkait adanya Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) atas bangunan tersebut, dia berasumsi kemungkinan bohong.
“Yang pasti DPRD tetap melakukan pengawasan dan hal ini sudah kita laksanakan sesuai mekanisme yang berlaku. Untuk itu masyarakat harap bersabar,” katanya.(jansen)




Solihin, Penderita Gizi Buruk Butuh Uluran Tangan


Kadis Kesehatan Simalungun Tak Peduli

SIMALUNGUN-SK: Tubuh Solihin Tampubolon, 3,5 tahun, hanya tinggal tulang dibalut kulit tipis. Kepalanya terlihat besar, tak sebanding dengan tubuhnya yang kurus seperti tengkorak hidup. Saat melihat kedatangan orang yang tak dikenalnya, Solihin hanya bisa merengek di pangkuan bibinya. Solihin diduga menderita gizi buruk. Meski telah berusia 3,5 tahun, Solihin yang tinggal di Kampung Sidodadi, Desa Pamatang Silampuyang, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, beratnya hanya empat kilogram.
Solihin, anak bungsu dari tiga bersaudara ini telah yatim-piatu sejak setahun lalu. Sejak itu perhatian dan kasih sayang hanya ia dapat dari bibi dan neneknya. “Sebelum orangtuanya meninggal setahun lalu akibat mengidap penyakit TBC, pertumbuhan Sohilin sudah lamban,” jelas Nova, bibi Solihin kepada Sinar Keadilan.
Dikatakan Nova, kondisi ekonomi orangtua Solihin waktu itu memang pas-pasan apalagi setelah mengetahui penyakit TBC yang diderita kedua orangtuanya. Setelah kelahiran Solihin tahun 2005 lalu, kesehatan kedua orangtuanya semakin parah. Hingga pada tahun 2007 sekitar Februari, ayah Solihin meninggal dunia dan menyusul ibunya pada Agustus. Akibatnya, kondisi kesehatan Solihin pun semakin terabaikan. “Jangankan susu, jadwal makan Solihin pun tidak beraturan,” cetus Nova.
Dengan kondisi Solihin saat ini, jangankan untuk berdiri, duduk saja sangat susah dengan kondisi kedua kaki dan tangannya yang sangat kurus seperti “spidol” tak mampu menopang tubuhnya seberat kurang lebih empat kilogram.
Walau kondisi perkonomian pas-pasan, Nova bersama ibunya (nenek Solihin, red) berusaha untuk merawat Solihin dan tidak jarang berkonsultasi dengan dokter. Nova mengaku ketika dibawa ke dokter, disarankan untuk rawat inap guna perawatan intensif. Namun, karena biaya terbatas, Solihin terpaksa dibawa pulang. Dan hasil diagnosa sementara, Solihin dikategorikan menderita gizi buruk atau Marasmus. Parahnya lagi, Solihin juga didiagnosa menderita tuberkulosis atau TBC.
Nova menambahkan, dengan kondisi Solihin seperti itu, tidak jarang warga memberi bantuan ala kadarnya mengingat Solihin adalah yatim-piatu. Sedangkan kedua saudara Solihin kini telah bersekolah dengan biaya neneknya yang hanya bekerja sebagai buruh lepas di perkebunan. “Jelas kami kewalahan, bang,” ucap Nova.
Dibanding seusianya, pertumbuhan Solihin sangat lambat dengan perbedaan berat dan tinggi badan yang sangat jauh. Setiap harinya, anak tersebut hanya bisa digendong dan ditidurkan karena tidak mampu untuk duduk dan berdiri. Padahal, Solihin seharusnya sudah bisa berlari.
Dengan kondisi itu, Nova sangat berharap Solihin dapat sembuh layaknya anak-anak seusianya. Ekonomi yang serba pas, uluran tangan dermawan sangat ia butuhkan mengingat kondisi Solihin kian hari kian tidak menentu terutama ketika demam menyerang tubuh Solihin, “Jujur saja, untuk makan saja kami susah,” ungkap Nova mengakhiri.
Pemkab Simalunun melalui Kadis Kesehatannya dr Waldi Saragih ketika dikonfirmasi Sinar Keadilan terhadap penderita bayi gizi buruk ini malah tidak memberi respon sedikitpun atau seperti tak peduli dengan adanya gizi buruk di daerahnya. (Fandho)






Sejumlah Proyek Drainase Tanpa Plank Proyek

Dananya Disinyalir Tidak Ditampung di APBD 2008

SIANTAR-SK: Sejumlah proyek drainase yang saat ini sedang dalam tahap pengerjaan di Kota Pematangsiantar yang tidak memiliki plank proyek, disinyalir dananya tidak ada dialokasikan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2008 atau proyek yang dialihkan, tanpa persetujuan DPRD Kota Pematangsiantar.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi IV bidang pembangunan DPRD Kota Pematangsiantar, Drs Aroni Zendrato, Kamis (20/11).
Menurutnya tidak terpasangnya plank di setiap lokasi proyek, menunjukkan Pemko Pematangsiantar dan rekanan (kontraktor) tidak transparan kepada masyarakat, dalam mengelola keuangan daerah.
“Bisa saja tidak ingin diketahui, apa sebenarnya yang ada didalam proyek tersebut. Tentunya hal ini memancing rasa curiga,” ucapnya.
Aroni mengatakan sejauh ini DPRD sudah menjalankan fungsi pengawasannya terhadap program kinerja pemko, khususnya dalam bidang pembangunan. Namun, dia menyayangkan beberapa kali Satuan Kerja perngakat Daerah (SKPD) dipanggil tidak pernah memenuhi undangan rapat dengan komis- komisi. Dia menduga ini akibat adanya instruksi dari pejabat eksekutif yang melarang menghadiri undangan tersebut.
“Kita sudah coba memanggil beberapa kali pimpinan SKPD, tapi tidak pernah satupun yang mau datang ke dewan,” ungkapnya.
Dia juga menyayangkan banyaknya pembangunan drainase yang ditangai Dinas Pekerjaan Umum (PU) justru difokuskan pada bangunan yang dinilai masih bagus dan layak dipertahankan, sementara banyak daerah yang membutuhkan perbaikan drainase sepertinya dihiraukan.
“Selain itu adanya keraguan atas kualitas pengerjaan saat ini. Akibat rekanan tidak bekerja professional dan lemahnya pengawasan yang dilakukan penangungjawab dinas tersebut,” ujarnya.
Dikatakan, hal ini terjadi akibat pengawas yang melakukan tugasnya tidak maksimal bekerja di lapangan, dan lebih sering nongkrong di warung- warung. Menurutnya pengawas seperti ini harus diberikan sanksi disiplin secara tegas dari Pemko melalui Kepala Dinas (Kadis) PU.
Soal adanya himbauan agar rekanan memasang plank proyek, zendrato menilai hal ini hanya sebatas lips service semata. Seharusnya bila ada rekanan yang tidak juga memasang plank, Pemko harus mengambil tindakan tegas, dengan memberikan sanksi sesuai peraturan yang ada.
Sesuai pemberitaan sebelumnya banyak ditemukan pengerjaan drainase yang tidak terpampang plank proyeknya. Seperti di Kecamatan Siantar Selatan, Jalan Melanthon Siregar, Jalan Karo, Jalan Sabang Merauke, Jalan Marimbun dan Puskesmaa Parsoburan yang disebut sebagai proyek ‘siluman’. Selanjutnya di Jalan Sabang Merauke yang pengerjaan sampai menyebabkan pondasi tiang dan gardu listrik PLN nyaris tumbang. Hal ini akibat pondasi bangunan tersebut ikut digali. Selain itu di sejumlah lokasi proyek ditemukan sisa galian dan bahan bangunan yang diletakkan sampai ke tengah badan jalan, sehingga menggangu masyarakat pengguna jalan. (jansen)



Berbagai Kebijakan Pemko Dinilai Tidak Berpihak Kepada Masyarakat

SIANTAR-SK: Berbagai kebijakan Pemko Pematangsiantar seperti relokasi pedagang Sutomo Square ke Jalan Imam Bonjol - Pane, pembangunan kios di Taman Kota Lapangan Merdeka, dan pendirian bangunan Sekolah Pendidikan Kesehatan (SPK) di kompleks RSUD dr Djasamen Saragih bukti ketidakberpihakan kepada masyarakat dan tidak mengacu kepada aturan yang berlaku.
Pendapat ini disampaikan Ketua Komisi III DPRD Pematangsiantar Bidang Anggaran, Mangatas Silalahi SE, kemarin, menanggapi adanya berbagai persoalan yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Mangatas mengatakan pemindahan pedagang Sutomo Square tersebut harus ada peraturan daerah (perda) yang mengaturnya. Menurutnya awal pembukaan Jalan Imam Bonjol – Pane untuk mengatasi adanya kemacetan di Siantar, dan bukan tempat untuk berjualan. “Selama ini mereka (pedagang-red) selalu dikutip retribusi berjualan, tetapi tidak pernah diperhatikan. Makanya kita binggung apa alasan direlokasi pedagang ke tempat tersebut tanpa ada perda,” sebutnya.
Di satu sisi dia menyayangkan Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) agar jangan diperalat sebagai tameng atas kebijakan pejabat daerah ini. “Ini malah mendiamkan yang tidak sesuai aturan, dan bukan bertindak untuk menegakkan peraturan seperti perda,” ujar Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan tersebut.
Sementara itu keberadaan pembangunan di samping lokasi perkuburan mayat tidak dikenal (Mr X), dikatakannya setiap bangunan dimanapun dan milik pemerintah daerah harus ada pemberitahuan dan persetujuan DPRD. Menurutnya jika benar bangunan tersebut milik swasta dan berada di lahan atau aset pemko dapat dikatakan pembangunan tersebut ‘siluman’. Dicontohkan seperti Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, harus ada persetujuan DPRD.
Sedangkan pelaksanaan pembangunan kios di Taman Kota Lapangan Merdeka, dinilainya tidak sesuai untuk mengantisipasi global warming dan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar konsep penghijauan tersebut dilaksanakan setiap kepala daerah.
“Apa tujuan pembangunan tersebut dan diperuntukkan kepada siapa. Seharusnya lokasi tersebut sebagai salah satu paru- paru kota harus dipelihara dan dijaga kelestariannya,” jelasnya.
Mangatas juga menegaskan DPRD dalam hal ini tidak akan diam atas kebijakan pemko yang bertindak tidak sesuai aturan. Menurutnya legislatif sudah beberapa kali melakukan pemanggilan terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) namun tidak pernah menghadirinya. Dikatakannya sesuai informasi dan keterangan dari pimpinan SKPD telah diinstruksikan untuk tidak menghadiri undangan rapat/dengar pendapat yang dilakukan setiap komisi- komisi DPRD.
Mangatas berharap agar masyarakat berpartisipasi aktif untuk menyikapi berbagai permasalahan yang timbul akibat kebijakan tersebut. Dia juga menghimbau agar anggota dewan yang lain agar mencermati permasalahan ini dengan jelas atas ketidakpedulian pemko dalam bertindak sesuai ketentuan yang berlaku. (jansen)




KNPSI Serahkan Bukti-bukti Korupsi Walikota ke MA, Mendagri, dan Presiden SBY

Dukung Pemberhentian Walikota Pematangsiantar dan Wakilnya

SIANTAR-SK: Tindakan DPRD Pematangsiantar yang mengeluarkan surat keputusan (SK) No 12 Tahun 2008 tanggal 5 September 2008 mengenai pengukuhan memorandum hak angket atas putusan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) dan pengusulan pemberhentian Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap didukung Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia (KNPSI). KNPSI menindaklanjuti dengan menyampaikan pertimbangan dan bukti- bukti dugaan korupsi ke Mahkamah Agung, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melalui surat No : DPP – KNPSI / 212 / Wako – PS / XI / 2008, tanggal 12 November 2008 perihal informasi sebagai pertimbangan atas SK DPRD yang saat ini di eksaminasi di MA.
Menurut Ketua KNPSI Jan Wiserdo Saragih, Minggu (16/11), ada tiga bagian yang disampaikan yakni kebijakan walikota, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terindikasi korupsi dan merugikan keuangan Negara. Selain itu kebijakan tersebut telah menimbulkan gejolak dan jauh dari kepentingan masyarakat.
Dikatakannya mengenai kebijakan walikota yang mengakibatkan dugaan kerugian negara ada beberapa hal seperti intervensi memenangkan tender bangsal RSU Pematangsiantar 2005 yang menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp381 juta sesuai putusan KPPU. Selanjutnya pengangkatan 19 CPNS 2005 yang diduga tidak memenuhi persyaratan dan Badan kepegawaian Negara (BKN) telah membatalkan Nomor Induk Pegawai (NIP). “Namun 19 orang tersebut tetap dipertahankan dan digaji. Sementara Poldasu telah mengirimkan surat kepada Mabes Polri No Pol : B / 2708 / VII, tanggal 5 Agustus 2008 terkait ijin pemeriksaan Walikota RE Siahaan,” ujarnya.
Sedangkan kebijakan lainnya seperti ruislag (tukar guling) SMAN 4 dan SD No 122350 telah menciptakan konlik dan sarat dengan dugaan korupsi sebesar Rp 33 miliar antara walikota dengan pihak ketiga. Mengenai dana bantuan dari bagian sosial tahun 2006 sebesar Rp12,6 miliar telah dilaporkan anggota DPRD Siantar dan ditindaklanjuti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan bagian Informasi Teknologi (IT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita komputer dan berkas lain beberapa waktu lalu.
Lebihlanjut dikatakannya dalam menjalankan proses administrasi keuangan juga tidak mengacu kepada ketentuan yang berlaku. Dia mencontohkan hasil BPK terhadap laporan keuangan 2005 dinilai tidak wajar sesuai dengan prinsip akuntansi. Menurutnya ini berkelanjutan di 2006, sesuai audit, pemko dan SKPD diindikasi merugikan keuangan negara sebesar Rp14, 8 miliar lebih. Selanjutnya pengangkatan tenaga honor sebanyak 400 orang, disinyalir menggunakan pemalsuan SK pengangkatan.
“Dimana ada yang bekerja 2006- 2008, namun dalam SK pengangkatannya dibuat 2005 sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 48 Tahun 2005,” tandasnya.
Mengenai kebijakan SKPD yang terindikasi korupsi, disebutkannya seperti hasil audit BPK terhadap saldo asset tetap sebesar Rp777 juta lebih pada neraca Pemko 2006 diragukan. Di bagian Setdakot Pemko seperti biaya penunjang operasional Pegawai Negeri Sipil (PNS) Rp117 juta, realisasi biaya tamu Rp120 juta, dan pengadaan kendaraaan dinas untuk instansi vertikal Rp 415 juta dinilai tidak sesuai peruntukkan dan tepat sasaran. Dilanjutkan di Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup untuk pengeluaran biaya BBM sebesar Rp 2 miliar, Dinas Pertanian untuk pembangunan Balai Benih Ikan (BBI) senilai Rp833 juta, Bagian Sosial untuk kegiatan perayaan umum dan hari besar Rp 1 miliar lebih, Dinas Pekerjaan Umum (PU) mengenai biaya pemeliharaan jalan 2007 sebesar Rp 14 miliar, dan Dinas Pendapatan terkait realisasi belanja dan bagi hasil pajak pada pemko sebesar Rp 2, 2 milair.
Sedangkan kebijkan walikota yang menimbulkan konflik, dikatakannya seperti ruislag SMAN 4, pembukaan jalan tembus Imam Bonjol Pane dan proyek outer ring road yang dikerjakan TNI diduga untuk mempermudah proses ganti rugi terhadap masyarakat. Selanjutnya pergantian Direktur RSUD dr Djasamen Saragih dr Ria Telaumbanua juga menyebabkan adanya pertentangan antara dokter, perawat dan staf dengan Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP), serta pemindahan hak atas lahan RSUD kepada pihak ketiga.
“Kita berharap agar presiden segera memberikan persetujuan ijin pemeriksaan sesuai dengan surat Poldasu kepada Mabes Polri. Selain itu MA dan Mendagri bersedia menerima masukan serta bukti- bukti yang diserahkan sebelum memutuskan kesimpulan terhadap pemberhentian walikota dan wakilnya,” ungkapnya mengakhiri. (jansen)



Diduga Dana Bantuan Sosial Rp13 Miliar Habis Sebelum Tutup Buku Anggaran

Layak Dipertanyakan dan Perlu Dilakukan Audit

SIANTAR-SK: Disinyalir dana bantuan sosial 2008 sebesar Rp 13 miliar yang ditampung di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2008 Pemko Pematangsiantar telah habis dipergunakan sebelum tutup buku anggaran tahun ini. Hal ini terungkap saat belasan orang mengatasnamakan Perhimpunan Pemuda Indonesia Berantas Narkoba dan Korupsi (PPIBNK) melakukan aksi damai, Jumat (14/11), di depan Kantor Walikota dan DPRD Jalan Merdeka Pematangsiantar.
Dalam aksi kali ini, PPINBK yang juga panitia penyelenggara pentas seni pendidikan tahun 2008, mempertanyakan kejelasan dana kegiatan tersebut. Aksi ini berlangsung kurang lebih ½ jam, selanjutnya massa membagi- bagikan brosur pernyataan sikap kepada masyarakat mengenai pengelolaan dana sosial tersebut.
Menurut Koordinator Aksi, Simon Petrus Pangaribuan, sebelumnya PPINBK telah mengajukan proposal ke Bagian Sosial Pemko Pematangsiantar atas kegiatan yang diselenggaran pada tanggal 8 November 2008 di Gedung Olah Raga (GOR) Siantar tersebut. Dikatakannya saat hal ini dipertanyakan kepada Kabag Sosial Risfany Sidauruk sekitar seminggu yang lalu menjelaskan bahwa dana di APBD 2008 untuk Bagian Sosial telah habis dipergunakan.
Dalam pernyataan sikapnya PPIBNK menilai ini jelas menimbulkan gejolak, karena Kabag Sosial mengatakan kepada panitia agar sabar sampai pembahasan RAPBD 2009. PPIBNK juga berpendapat perlu diketahui ketransparanan dana sosial dimaksud apakah telah habis dipergunakan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya dugaan korupsi dana sosial 2007 sebesar Rp12,5 miliar. Karena sudah menjadi pembelajaran Kabag Sosial sebelumnya yang tidak dapat mempertanggungjawabkan dana tersebut.
Kabag Sosial Risfany Sidauruk yang coba dikonfirmasi melalui short message service (SMS), sampai berita ini turun belum memberikan jawaban.
Sementara itu Ketua Gerakan Pemuda Demokrasi Indonesia Perjuangan (GPDIP) Carles Siahaan menyayangkan ketidaktransparan Bagian Sosial. Menurutnya jelas ada kekecewaan yang dialami berbagai pihak, termasuk GPDIP saat mengajukan bantuan sebelumnya tahun 2007 yang tidak terealisasi sampai saat ini.
“Karena ketidakjelasan proposal itu kita tarik, karena ada dugaan dapat disalah gunakan. Masa sudah jelas ada anggaran tersebut, tapi sampai sekarang tidak juga terealisasi,” ungkapnya.
Di tempat terpisah Ketua Komisi III DPRD Siantar Mangatas Silalahi SE, saat dimintai tanggapannya mengatakan ini keanehan jika dana habis sebelum tutup buku anggaran 2008. Menurutnya hal ini jelas dipertanyakan kemana penyaluran bantuan dimaksud.
“Kalau memang benar telah habis, lalu bagaimana mempertanggungjawabkannya. Komisi III yang membidangi keuangan menilai hal ini sudah tidak benar lagi,” ungkapnya.
Politisi dari Partai Golkar tersebut mengatakan jangan sampai dana sosial ini terulang seperti kejadian sebelumnya kepada Kabag Sosial yang sekarang. Mangatas berpendapat jika benar fakta tersebut, menyarankan agar pejabat tersebut mundur saja, sehingga tidak menjadi “korban” seperti Kabag Sosial sebelumnya. Dikatakannya ini terbukti dengan kasus dugaan korupsi dana sosial yang sampai sekarang tidak jelas pertanggungjawabannya.
Saat disinggung mengenai tindakan DPRD, menurutnya jika hal tersebut benar maka pihaknya meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit (pemeriksaan) terhadap Bagian Sosial tersebut.
“BPK perlu melakukan audit dan investigasi atas pos-pos anggaran dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait realisasi program di APBD 2008,” paparnya mengakhiri. (jansen).



Memiliki IMB, Diduga Sertifikat Tanah RSUD dr Djasamen Sudah Dipecah


SPK Hanya Alat, Tujuan Utama Menguasai Lahan RSUD

SIANTAR-SK: Terbitnya Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) atas pembangunan yang berlangsung di kompleks RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar, diduga karena telah terjadi pemecahan sertifikat atas tanah tersebut. Hal ini disampaikan anggota DPRD Pematangsiantar, Drs Aroni Zendrato, Kamis (13/11). Seperti diketahui, di lahan tersebut kini berdiri plang yang memberitahukan bahwa bangunan tersebut telah memiliki IMB Nomor 648 / 2528 - 3169 / TK / XI / 2008 tanggal 10 November 2008. Zendrato mengatakan jika IMB tersebut benar maka kemungkinan besar telah terjadi pemecahan sertifikat atas lahan seluas 12,28 hektar yang terletak di antara Jalan Sutomo, Imam Bonjol, dan Sabang Merauke, Kelurahan Simalungun, Kecamatan Siantar Selatan.
“Ini jelas melanggar dan menyalahi aturan yakni Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, karena terjadi pemecahan sertifikat. Dalam pengalihan fungsi asset milik negara harus ada pemberitahuan dan persetujuan DPRD,” tandasnya.
Anggota Komisi IV bidang Pembangunan tersebut mengatakan sesuai mekanisme yang berlaku dalam kepengurusan IMB dilakukan dengan menyertakan sertifikat tanah. Menurutnya jika sudah ada IMB maka logikanya sertifikat atas tanah tersebut juga sudah ada.
Sementara itu Mantan Direktur RSUD dr Djasamen Saragih dr Ria Telaumbanua mengatakan pihaknya hanya memiliki kopian atas sertifikat tanah tersebut.
“Kami tidak tahu dimana yang aslinya, sedangkan adanya pemecahan sertifikat tanah dimaksud, kami tidak tahu. Karena yang ada sekarang hanya sebatas kopian,” tandasnya.
Pengamatan Sinar Keadilan, pembangunan yang dilakukan bersebelahan dengan Jalan Imam Bonjol – Pane tersebut tetap berlanjut. Bahkan sejumlah pekerja mulai terlihat memasang batu bata untuk membuat dinding bangunan tersebut.
Ketua Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia (KNPSI) Jan Wiserdo Saragih mengatakan jika benar pernyataan pengusaha Yempo alias Hermawanto di salah satu media telah memiliki sertifikat atas tanah rumah sakit tersebut, maka telah terjadi pelanggaran hukum sesuai Undang- Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Kepmendagri Nomor 152 Tahun 2004 mengenai Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Selain itu bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala BPN Sumatera Utara No : 03 / HP/ 22.03 / 200 tanggal 13 April 2000 Pemberian hak pakai atas nama Pemprovsu terhadap tanah RSUD dr Djasamen Saragih. Dikatakannya kondisi ini semakin rumit karena adanya pernyataan Walikota Pematangsiantar di salah satu media jika SPK yang dibangun pihak ketiga tersebut milik Pemko Pematangsiantar, untuk menambah kekurangan nilai ruislag (tukar guling) SMAN 4 di Jalan Pattimura. Menurutnya jika benar mengapa tanah tersebut harus dipecahkan atas nama pihak ketiga.
“KNPSI menduga sebagian tanah akan dijadikan SPK, dan sisanya tetap menjadi milik pihak ketiga,” ungkapnya.
Jan Wisredo menambahkan sesuai kopian sertifikat Nomor 153 atas nama RSUD, KNPSI mensinyalir pembuatan jalan tembus Imam Bonjol- Pane merupakan strategi pemisahan dan pengalihan tanah kepada pihak ketiga.
Dikatakannya jika tujuannya murni membangun SPK dapat meminta pihak ketiga membangun di tanah seluas 19.913 m2 milik pemko yang terletak di Jalan Cadika, Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Martoba.
“Diduga tujuan utama bukan membangun SPK, melainkan menguasai tanah RSUD secara keseluruhan,” sebutnya mengakhiri. (jansen)



23 November, 2008

Monumen Berlogo Rokok STTC Diminta Dibongkar

Disinyalir Sebagai Tameng Hindari Pembayaran Pajak Iklan

SIANTAR-SK: Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia (KNPSI) meminta Pemko Pematangsiantar bertindak tegas atas penggunaan arsitektur atau ornamen Simalungun yang salah dan tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Dasar KNPSI meminta bangunan tersebut segera dibongkar adalah adanya pandangan negatif atas penggunaan ornamen tersebut yang digabungkan dengan iklan rokok dari PT STTC, seperti yang terpampang di gerbang-gerbang perbatasan kota, yakni di Jalan Sangnawaluh Damanik, Jalan Medan Sinaksak dan Jalan Parapat
Hal ini dikatakan Ketua KNPSI, Jan Wiserdo Saragih, dimana menurutnya, KNPSI sebelumnya telah menyurati pemko dan PT STTC untuk mengganti dan membongkar arsitektur yang salah yakni, ‘bohi- bohi’ pada Monumen Wahana Tata Nugraha yang terletak di Jalan Sutomo, Jalan Merdeka, dan Jalan Ahmad Yani.
“Kami menilai tidak ada itikad baik, karena bangunan tersebut tidak mencerminkan budaya Simalungun yang sebenarnya,” ujarnya, Rabu (19/11) di kantornya Jalan Wandelvad.
Disebutkan, ada dugaan penggunaan ornamen dimaksud untuk menghindari pembayaran pajak reklame. Dimana sudah permintaan sebelumnya agar ornamen Simalungun tidak dipersatukan dengan iklan apapun, terkecuali untuk promosi bidang kepariwisataan. Pihaknya juga mensiyalir pemko terlibat atas banyaknya bangunan memakai ornamen dan digabungkan dengan iklan rokok dari salah satu perusahaan lokal.
“Sesuai investigasi diduga perusahaan tersebut tidak pernah membayar pajak reklame. Penggunaan ornamen pada iklan rokok ada penilaian negatif masyarakat jika ornamen tersebut dapat menyebabkan kanker, jantung, dan sebagainya,” ungkapnya.
Hal ini menurut Jan Wiserdo telah disampaikan kepada DPRD Pematangsiantar, Walikota, dan Partuha Maujana Simalungun (PMS) agar merekomendasi penertiban seluruh reklame rokok yang memakai ornamen Simalungun.
“Harus membongkar ornamen yang tidak sesuai tersebut dan mempertimbangkan pemberian nama pada Monumen Wahana Tata Nugraha,” ungkapnya.
Selain itu pihaknya mendesak pemko agar menagih pajak reklame selama ini sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No 8 Tahun 1999 dan Perda No 9 Tahun 2001. Dan diharapkan Pemko Pematangsiantar dan Pemkab Simalungun agar melarang pemakain adat, budaya Simalungun dicampur baurkan dengan reklame rokok. (jansen)




Disesalkan, Jalan Imam Bonjol Diganti Menjadi Jalan Vihara Tanpa Perda

SIANTAR-SK: Sampai saat ini belum ada kepastian dan kebenaran rencana akan digantinya nama Jalan tembus Imam Bonjol - Pane menjadi Jalan Vihara di Kelurahan Simalungun, Kecamatan Siantar Selatan. Sebelumnya, Rabu (19/11), di lapangan ditemukan adanya tulisan persis di tembok jembatan yang ada di jalan tersebut yakni “Jalan Vihara”. Pantauan Sinar Keadilan adanya tulisan berwarna merah sebanyak empat buah tersebut berada di kiri kanan bangunan jembatan.
Anggota DPRD Siantar Drs Aroni Zendrato, melalui telepon selulernya mengatakan sampai saat ini DPRD belum mengetahui rencana perubahan nama jalan dimaksud. Menurutnya Pemko Pematangsiantar belum memberitahukan kepada dewan perihal pergantian jalan yang saat ini ditempati pedagang Sutomo Square yang direlokasi (dipindahkan) dari Jalan Sutomo tersebut.
“Artinya belum ada pengusulan perubahan nama jalan dimaksud. Belum ada usulan yang kita terima.” ujar Anggota Komisi IV Bidang Pembangunan tersebut.
Mengenai adanya tulisan diatas, Aroni menduga ini sengaja dibuat sekelompok oknum dengan beranggapan jalan tersebut merupakan Jalan Vihara.
Sementara itu Sekretaris Komisi I Bidang Tata Pemerintahan. Ahmad Managantar SHi mengatakan hal yang senada, jika belum ada pemberitahuan pergantian nama tersebut. Dia juga menyayangkan jika kemungkinan benar adanya penghapusan nama jalan yang memakai nama salah satu pahlawan nasional tersebut.
“Ini layak diwaspadai apa alasan dihapusnya nama jalan tersebut. Jangan karena adanya kepentingan segelintir orang dalam hal ini,” jelasnya.
Dikatakannya jangan ada upaya pengusuran jalan yang memakai simbol nama-nama pahlawan.
Di tempat terpisah Ketua Lembaga Pemerhati Daerah Sumatera Utara (LPDSU) Siantar Simalungun Drs R Sihombing saat dimintai tanggapannya mengatakan perlu ada peraturan daerah (perda) yang mengatur adanya perubahan nama sebuah jalan.
Sihombing menilai adanya tulisan tersebut ibarat sok terapi yang dilakukan terhadap masyarakat.
“Mungkin lama- kelamaan masyarakat akan terbiasa adanya nama jalan yang diduga sengaja dituliskan tersebut. Seakan- akan ini membenarkan jika jalan tersebut benar- benar ada ,” tandasnya.
Dikatakannya jika adanya pemasangan dan penulisan nama jalan tanpa adanya perda yang mengatur, agar sebaiknya dicabut dan dicoret. Menurutnya ini dilakukan karena ada mekanisme dan tata cara mengenai pemberian sebuah nama pada jalan yang diatur dalam perda. (jansen)




Cadillac Limo Lapis Baja Untuk Barack Obama


Setelah dilantik pada 5 Januari 2009, Barack Obama akan menggunakan mobil kepresidenan baru, yaitu Cadillac limosin hitam. Ini bukan pernyataan resmi Gedung Putih dengan presiden sekarang, G.W. Bush, tetapi analisis seorang fotografer mata-mata - khusus tentang mobil-mobil yang akan diluncurkan, dikembangkan (masa depan) oleh produsen otomobil di Amerika Serikat – Chris Doane.
Hebatnya lagi, Chris mengetahui mobil tersebut sudah dites dan berhasil menjepretnya pada musim panas yang lalu. Waktu itu ia membuat kesimpulan, Cadilac limo yang sedang dites di jalan umum itu, akan digunakan sebagai kendaraan kepresidenan Amerika Serikat yang akan datang. Waktu itu, Barack Obama belum terpilih sebagai Presiden, masih bersaing dengan rekan separtainya, Hillary Clinton.

Tutup Mulut
Menjelang pemilu Amerika Serikat, tepatnya pada 30 Oktober 2008 muncul tulisan tentang “Presidential Power on the Road” di “The New York Times” (NYT) yang ditulis oleh Gregg D. Merksamer. New Times pun menampilkan foto Cadillac Limo hasil jepretan Chris Doane yang masih dikamuflase. Waktu itu NYT hanya menulis, tentang mobil yang akan disiapkan untuk Obama atau Mc Cain.
Namun setelah Barack Obama terpilih sebagai presiden, muncul lagi cerita tentang mobil yang akan digunakan nanti selama menjalankan tugas kepresidenan oleh majalah otomotif lainnya.
Tidak mudah bagi wartawan Amerika Serikat untuk mendapatkan data Cadillac yang digunakan sebagai mobil presiden, baik yang sekarang ini maupun yang akan datang. Pihak berkepentingan, baik pembuat maupun petugas rahasia yang menangani mobil, semuanya tutup mulut.
Mengingat mobil kepresidenan sekarang sudah digunakan sejak 2005, para pemburu berita memastikan, pada pemerintahan yang akan datang mobil presiden akan diganti. Karena sulitnya mendapatkan informasi dan data, Gregg D. Merksamer yang menekuni tentang mobil presiden selama hampir 30 tahun, hanya mengulas berdasarkan pengamatannya melalui video klip berita televisi.

Truk
Menurut Chris Doane - sang fotografer yang berhasil menjepret mobil yang akan digunakan oleh Obama, sewaktu dites, limosin kepresidenan Amerika Serikat tersebut dasarnya adalah GMC Topkick, truk berukuran sedang buatan GMC. Kesimpulannya didasarkan pada ban Goodyear 19,5 inci Regional RHS yang digunakan limo ini. Dengan ini pula ia menyimpulkan bobot Cadillac untuk presiden tersebut lebih berat dari versi untuk umum.
Menurut Gregg D. Merksamer, Cadillac limo yang digunakan G.W. Bush bodinya dibuat pelat baja dengan ketebalan paling kurang 5 inci (12,7 cm), hampir dua kali lebih tebal dari limosin presiden pada 1980-1990.
“Saya tidak tahu ketebalan kaca pengaman mobil tersebut. NamunkKaca setengah inci cukup untuk menahan peluru magnum 0,44. Bila ketebalannya 1,25 – 1,5 inci, peluru dari senjata laras panjang tidak akan bisa menembusnya,” ulas Gregg.
Dijelaskan, untuk menahan peluru, bagian pertama dari bodi dibuat dari materi yang keras. Setelah itu ditambahkan lunak untuk menyerap energi peluru. Material tradisional adalah dua lembar baja yang diperkuat dengan aluminium, titanium dan keramik.

Mobil Pancingan
Kini mobil konvertibel atau dilengkapi dengan sunroof sudah jarang digunakan untuk kepresidenan. Presiden juga membatas interaksinya dengan publik saat berada di dalam mobil. Pada mobil-mobil presiden sekarang, meski kondisinya tertutup rapat, kehadiran presiden bisa diketahui dengan menghidupkan lampu interior. Dengan cara ini wajah presiden akan jelas terlihat dari luar.
Mobil presiden juga dilengkapi dengan pengikat khusus pada sasisnya. Tujuannya, bila mobil ini dibawa ke luar negeri saat kunjungan kenegaraan, bisa dibawa dengan pesawat jet barang militer. Di samping itu juga ada mobil khusus untuk cadangan dan pancingan.
Kendati limo presiden sangat menarik bagi kolektor, kenyataannya tidak satupun bekas mobil Gedung Putih jatuh ke tangan pribadi. Ketika habis masa pakainya, mobil itu dihancurkan atau digunakan sebagai latihan pasukan rahasia.
Begitulah cara negara adidaya itu menjaga kerahasiaan mobil presidennya! (kompas)



Massa Pendukung DPRD dan Walikota Pematangsiantar Nyaris Bentrok


SIANTAR-SK: Dua kelompok massa, satu mendukung DPRD dan satu pendukung Walikota Pematangsiantar, nyaris bentrok di depan Kantor DPRD Pematangsiantar, Selasa (18/11). Aksi pertentangan dua kelompok yang berbeda ini telah tiga kali terjadi.
Sebelumnya ratusan massa dari Aliansi Rakyat Bersatu (ARB), terdiri dari Gabungan Pedagang Kecil (Gapek), guru, pegawai dan perawat RSUD dr Djasamen Saragih melakukan demonstrasi di depan Gedung DPRD. Massa ARB membawa poster dan spanduk bertuliskan “Mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mahkamah Agung (MA), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mendagri agar menangkap dan mengadili Walikota RE Siahaan”, “Walikota Bertanggungjawab atas Kasus 19 CPNS Gate 2005”, dan lainnya. Sanna br Silalahi, Choki Pardede, Rado Damanik, dan Mangasi Simanjorang secara bergantian memberikan orasinya. Tidak ketinggalan Timbul Panjaitan mewakili guru ikut memberikan dukungan untuk memberhentikan Walikota RE Siahaan dari jabatannya. ARB juga menyatakan dukungannya kepada DPRD Siantar untuk tetap berjuang dalam menindaklanjuti pemberhentian walikota. Selain itu mendesak Polres Simalungun, agar menjadikan walikota sebagai tersangka dalam kasus 19 CPNS Gate.
Berselang 30 menit, sekelompok massa menyebut dirinya Aliansi Lintas Partai Untuk Demokrasi (Alpud) datang dari arah kantor Walikota. Massa kali ini dipimpin Torop Sihombing, Samsudin Manurung, Fernando Hutasoit, Maringan Hutapea, dan Freddy Tambunan dengan membawa atribut partai yang berasal dari Partai Demokrat, Partai Damai Sejahtera (PDS) dan PPIB mendesak Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPRD dari ketiga partai tersebut.
Melihat hal tersebut massa ARB pun bergerak mendatangi kelompok massa Alpud, dan hanya berjarak dua meter masing-masing kelompok memberikan pernyataan sikapnya. Suasana semakin memanas saat pedagang yang sebagian besar ibu-ibu menyebut Torop Sihombing sebagai penjilat dan pendukung penguasa yang bertindak semena-mena terhadap masyarakat. Mendengar hal tersebut Torop langsung bergerak menemui massa ARB. Namun aksinya tersebut dihadang salah seorang petugas polisi berpakaian sipil. Pedagang juga mengingatkan Torop yang pernah berjuang bersama untuk menjatuhkan walikota, dan mengajari lagu- lagu perjuangan telah berpihak kepada penguasa. Tidak mau kalah massa Alpud menuding DPRD Pematangsiantar sebagai sarang koruptor dan bersikap acuh kepada kepentingan rakyat. Ternyata massa ARB balik menuding Alpud melindungi walikota sebagai koruptor. Aksi saling ejek, saling tuding berlangsung kurang lebih setengah jam. Akhirnya massa Alpud bergeser ke parkiran Pemko yang terletak di samping gedung DPRD. Selanjutnya massa ARB bertepuk tangan dan bergerak ke depan gedung rakyat tersebut dan melanjutkan orasinya. Namun tidak beberapa lama kemudian terjadi keributan di dalam kompleks DPRD persisnya di pintu masuk ruang rapat dewan. Secara bergantian massa Alpud dan Torop lalu berorasi dan menilai DPRD tidak pro rakyat serta tidak berani. Hal ini langsung ditentang tiga orang ibu-ibu dan kembali menudingnya sebagai penjilat karena telah diberikan sejumlah uang sehingga tutup mulut. Melihat hal tersebut Torop berusaha menjawab, ”tunggu berikan saya kesempatan bicara.”
Namun hal ini langsung dibalas pedagang dengan mengatakan agar dirinya diam dan kembali ke jalan yang benar. Bahkan salah seorang ibu sembari menggendong anaknya mengecam tindakan Torop dengan menggunakan Bahasa Batak Toba. “Parcuma do ho hula-hulaku, alai songoni ma pangalahom, menyesal ahu (percuma kau keluarga besanku, tetapi begitulah tingkah lakumu, menyesal aku),” ujarnya.
Beberapa polisi yang coba menengahi, akhirnya berhasil meminta dan membujuk ibu tersebut agar pergi. Sementara itu massa ARB tetap bersemangat melanjutkan orasinya secara bergantian. Aksi kali ini sempat menjadi tontonan masyarakat yang ketepatan melintas. Untuk mengantisipasi hal- hal yang tidak diinginkan Polresta Pematangsiantar menambah jumlah personilnya. Bahkan Wakapolresta Kompol Safwan Khayat, Kasat Samapta AKP Arjo, dan semua Kapolsek turun langsung ke lokasi kejadian.
Sekitar pukul 12.30 Wib usai makan siang, akhirnya massa ARB bergerak dengan tertib meninggalkan DPRD pematangsiantar. Sementara itu informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan massa Alpud tetap bertahan di gedung tersebut sampai tuntutan mereka dipenuhi pimpinan dewan. (jansen)






Sisingamangaraja XII Pluralis dari Tanah Batak

MEDAN-SK: Raja Sisingamangaraja XII, merupakan tokoh pembaharu dari tanah Batak yang ingin mencairkan kebuntuan eksklusivisme sistem politik Batak dengan memperbaiki sistem yang bisa digunakan saat itu untuk merespons perubahan zaman.
"Raja Sisingamangaraja XII juga melakukan aliansi-aliansi politik dengan kekuasaan yang ada di luar tanah Batak, yakni dengan Asahan, Simalungun, Tanah Karo, Dairi, Pakpak, Deli Serdang, dan Aceh," kata sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed) Dr Phil Ichwan Azhari, di Medan, Selasa.
Sosok Raja Sisingamangaraja XII, juga dikenal sangat menghargai hak hidup, hak bebas, hak merdeka, dan begitu juga hak kesehatan. Dalam suasana pertempuran di medan perang, dia juga masih sempat memperhatikan dan mencermati kehidupan dan kesehatan rakyatnya.
"Walau dalam pertempuran di medan perang, dia juga mampu menyembuhkan orang-orang yang sakit. Itulah sebabnya seluruh rakyat di tanah Batak sangat mencintai dan menghormatinya," katanya.
Sembari bertempur melawan penjajahan Belanda di tanah Batak, Sisingamangaraja XII juga melawan berbagai tindakan perbudakan dan pencengkeraman terhadap kebebasan rakyat. Dia membebaskan para tawanan yang dipasung, diikat dan dihukum secara tidak manusiawi oleh kekuasaan raja-raja lokal.
"Raja Sisingamangaraja XII juga layak dinyatakan sebagai pahlawan pluralisme dan multikulturalisme, karena dalam setiap bagian perjuangannya tetap menghargai kebudayaan dan menjalin hubungan yang kuat dengan daerah lainnya seperti Aceh dan etnik berbeda budaya lainnya," kata Ichwan. (kompas



Tanah dan Air Indonesia Dirampas Malaysia dan China

Dari Tepi Bah Bolon:
Oleh: Marim Purba


Indonesia adalah Negara yang berdaulat. Salah satu komponen kedaulatan adalah dengan tetap menjaga tanah dan air Indonesia dari rongrongan pihak lain. Tidak ada alasan apa pun untuk tidak menjaga asset, sebab keteledoran dan waktu bisa membuat tanah dan air tesebut hilang.
Pengalaman atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan adalah contah kelalaian Indonesia. Melalui sengketa berkepanjangan akhirnya Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia, sehingga Sipadan dan Ligitan saat ini dikelola Malaysia menjadi objek turis kelas dunia.
Minggu yang lalu TNI Angkatan Laut mengerahkan beberapa kapal tempur ke perairan Ambalat di Kalimantan Timur. Sebab jika dibiarkan tergerus oleh pihak lain, maka Indonesia lama kelamaan akan kehilangan kehormatan dan kedaulatannya.
Tidak hanya laut, pada kenyataannya daratan Indonesia juga banyak ‘diserahkan’ ke pihak lain tanpa aturan yang jelas. Menarik pernyataan BPK bahwa hampir semua daerah laporan keuangannya bobrok. Hanya 1% saja yang laporannya dinilai wajar tanpa pengecualian. Salah satu bentuk penyimpangan pengelolaan keuangan daerah adalah mengenai asset tanah dan bangunan, dimana negara dirugikan Rp. 16 trilyun.
Bagaimana dengan Siantar? Jika di daerah lain banyak kasus penyimpangan keuangan yang diseret ke pengadilan, tapi Siantar adalah negeri aman tentram loh jinawi. Semua jenis pelanggaran pengelolaan keuangan terjadi disini; pelaksanaan pekerjaan/pengadaan barang yang merugikan, bantuan kepada instansi vertikal yang tidak sesuai ketentuan, penerimaan dan pengeluaran daerah tanpa melalui mekanisme APBD, dan pertanggung jawaban yang tidak dapat diyakini kebenarannya. Di Pemko Siantar semua pelanggaran boleh terjadi, dan aparat hukum duduk-duduk tenang tak banyak kerjaan.
Pembangunan yang dilakukan pihak swasta di atas lahan pemerintah (RSU) adalah contoh penggelapan asset yang nyata. Setelah dimulai dengan gaya koboi, akhirnya pembangunan liar tersebut diselimuti oleh surat IMB yang dipamerkan di plang proyek. Tapi benarkah IMB tersebut diproses sesuai ketentuan?
Berdasarkan SK Walikota No. 648-1091/Wk/Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar No. 5 Tahun 2003 tentang Izin Mendirikan Bangunan, disebutkan bahwa syarat-syarat administrasi permohonan IMB adalah : 1) Mengisi dan mengajukan surat permohonan IMB; 2) Fotocopy KTP, 3) Fotoopy pelunasan PBB; 4) Surat-surat tanah : (a) copy sertifikat BPN/Notaris, (b) copy akta jual beli, (c) surat tidak silang sengketa oleh Lurah dan Camat, (d) rekomendasi dari bank jika tanah tersebut diagunkan; 5) Rekomendasi instansi terkait (untuk pembangunan pendidikan), 6) Asli surat kuasa, akte perusahaan, surat keputusan instansi, bagi pemohon yang bukan pemilik tanah (atas nama pemilik tanah).
Nah, kekeliruan nyata terjadi atas IMB bangunan liar di atas tanah milik pemerintah di RSU Pematangsiantar. Sebab dalam proses IMB nyata-nyata terjadi pembohongan publik atas keterangan surat tidak silang sengketa oleh Lurah/Camat (butir 4.c), karena lahan tersebut tidak terbukti dialihkan oleh pemerintah ke swasta.perorangan. Belum ada sertifikat dari BPN sebab sertifikat aslinya masih di tangan Pempropsu. Jika ada tuntutan perdata atas lahan tersebut, maka Camat dan Lurah bisa masuk bui karena mengeluarkan keterangan palsu mengenai status tanah.
Syarat berikutnya yang belum ada dalam proses IMB adalah rekomendasi dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Pematangsiantar (sesuai ketentuan butir 5). Lagipula, ada inkonsistensi dalam pembangunan instutusi pendidikan sesuai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Jika SMAN 4 diruislag dengan alasan pendidikan tidak tepat di tengah kota, tapi institusi pendidikan yang baru justru dibangun ditengah kota. Berdirinya bangunan liar di areal RSU melanggar RUTR dan juga tidak sesuai dengan masterplan RSU.
Aspek-aspek juridis di atas semakin menguak aroma tak sedap dalam proses berdirinya bangunan liar di atas areal Rumah Sakit Umum Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Faktanya, IMB yang dikeluarkan merupakan sesuatu yang dipaksakan, dan tidak memenuhi kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
Itulah salah satu bentuk tergerusnya kedaulatan bangsa, karena laut dan darat tak kita jaga dan bahkan kita serahkan ke pihak lain. Wilayah laut kita sudah diserobot oleh Malaysia dan tugas TNI AL untuk menjaga. Sekarang wilayah darat kita di Siantar diserobot oleh (pengusaha keturunan) China, dan tak ada beban Walikota untuk menjaganya. Mungkin ada aroma jual beli disana? Atau Dinas Tata Kota, Camat, Lurah sudah menerima upeti dari pengusaha keturunan Cina tersebut?
Ah, betapa mudahnya mereka menjual kedaulatan bangsa. (***)








Berbagai Kebijakan Pemko Dinilai Tidak Berpihak Kepada Masyarakat

SIANTAR-SK: Berbagai kebijakan Pemko Pematangsiantar seperti relokasi pedagang Sutomo Square ke Jalan Imam Bonjol - Pane, pembangunan kios di Taman Kota Lapangan Merdeka, dan pendirian bangunan Sekolah Pendidikan Kesehatan (SPK) di kompleks RSUD dr Djasamen Saragih bukti ketidakberpihakan kepada masyarakat dan tidak mengacu kepada aturan yang berlaku.
Pendapat ini disampaikan Ketua Komisi III DPRD Pematangsiantar Bidang Anggaran, Mangatas Silalahi SE, kemarin, menanggapi adanya berbagai persoalan yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Mangatas mengatakan pemindahan pedagang Sutomo Square tersebut harus ada peraturan daerah (perda) yang mengaturnya. Menurutnya awal pembukaan Jalan Imam Bonjol – Pane untuk mengatasi adanya kemacetan di Siantar, dan bukan tempat untuk berjualan. “Selama ini mereka (pedagang-red) selalu dikutip retribusi berjualan, tetapi tidak pernah diperhatikan. Makanya kita binggung apa alasan direlokasi pedagang ke tempat tersebut tanpa ada perda,” sebutnya.
Di satu sisi dia menyayangkan Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) agar jangan diperalat sebagai tameng atas kebijakan pejabat daerah ini. “Ini malah mendiamkan yang tidak sesuai aturan, dan bukan bertindak untuk menegakkan peraturan seperti perda,” ujar Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan tersebut.
Sementara itu keberadaan pembangunan di samping lokasi perkuburan mayat tidak dikenal (Mr X), dikatakannya setiap bangunan dimanapun dan milik pemerintah daerah harus ada pemberitahuan dan persetujuan DPRD. Menurutnya jika benar bangunan tersebut milik swasta dan berada di lahan atau aset pemko dapat dikatakan pembangunan tersebut ‘siluman’. Dicontohkan seperti Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, harus ada persetujuan DPRD.
Sedangkan pelaksanaan pembangunan kios di Taman Kota Lapangan Merdeka, dinilainya tidak sesuai untuk mengantisipasi global warming dan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar konsep penghijauan tersebut dilaksanakan setiap kepala daerah.
“Apa tujuan pembangunan tersebut dan diperuntukkan kepada siapa. Seharusnya lokasi tersebut sebagai salah satu paru- paru kota harus dipelihara dan dijaga kelestariannya,” jelasnya.
Mangatas juga menegaskan DPRD dalam hal ini tidak akan diam atas kebijakan pemko yang bertindak tidak sesuai aturan. Menurutnya legislatif sudah beberapa kali melakukan pemanggilan terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) namun tidak pernah menghadirinya. Dikatakannya sesuai informasi dan keterangan dari pimpinan SKPD telah diinstruksikan untuk tidak menghadiri undangan rapat/dengar pendapat yang dilakukan setiap komisi- komisi DPRD.
Mangatas berharap agar masyarakat berpartisipasi aktif untuk menyikapi berbagai permasalahan yang timbul akibat kebijakan tersebut. Dia juga menghimbau agar anggota dewan yang lain agar mencermati permasalahan ini dengan jelas atas ketidakpedulian pemko dalam bertindak sesuai ketentuan yang berlaku. (jansen)




16 November, 2008

Dianggap Mendorong, Dr Ronald Adukan Pegawai RSUD dr Djasamen ke Polisi

Itu Fitnah dan akan Saya Adukan Balik

SIANTAR-SK:Buntut perseteruan pergantian direktur RSUD dr Djasamen Saragih, dr. Ronald Saragih, Direktur RSUD dr Djasamen versi Walikota Pematangsiantar mengadukan Ritawati Siboro (40) yang masih tercatat sebagai pegawai di RSUD ke polisi, terkait kasus perbuatan tidak menyenangkan. Kejadian disebutkan terjadi Selasa sore (4/11) sekitar pukul 15.15 Wib.
Menurut keterangan dr Ronald Kepada Sinar Keadilan, melalui laporan pengaduan di Polresta Pematangsiantar, kejadian bermula ketika ia hendak melakukan rapat kordinasi di ruang Melati kepada seluruh jajaran dokter yang bertugas di RSUD dr Jasamen Saragih. Namun, rapat belum dimulai, tiba-tiba Ritawati mendatangi ruang rapat dan mengusir dr Ronaldr dengan nada tinggi. Tak hanya itu, Ritawati juga kembali mendekati dr Ronald sembari mendorongnya. “Tidak pantas Bapak memimpin rapat ini,” ungkap Ronald menirukan ucapan Ritawati. Tak terima dengan perlakuan tersebut, dr Ronald lalu mendatangi Mapolresta Pematangsiantar guna membuat pengaduan. Sementara itu Ritawati, yang ditemui terpisah di ruang Melati membantah dan tidak terima atas pengaduan tersebut. Menurut Rita, didampingi sejumlah pegawai lainnya, dia terkejut mendengar adanya laporan pengaduan dr Ronald Saragih bahwa dirinya telah mendorong dan membuat perbuatan tidak menyenangkan.
“Walau begitu saya siap menghadapinya dan mengungkap yang sebenarnya. Karena tidak ada mendorong dan mengucapkan kalimat "tidak pantas, bapak memimpin rapat ini" kepadanya. Selaku pegawai, saya tidak mengucapkannya,” ujar Rita.
Rita mengatakan, awal kejadian, dia dan pegawai lainnya Johanson Purba secara tibat-tiba bertemu dengan dr Ronald Saragih di ruangan Tata Usaha (TU). Saat itu Rita yang telah mendengar adanya rencana rapat langsung mengingatkan dr Ronald.
"Dokter, nggak usahlah dulu membuat rapat karena belum ada acara serah terima sebagai direktur. Belum ada perkenalan dan apa sudah tahu direktur (maksudnya dr Ria, red.)," sebutnya.
Namun dr Ronald tetap ngotot ingin membuat rapat dengan sejumlah dokter yang pro kepadanya dan meminta kunci ruangan kepada Johanson.
Tidak beberapa lama dia dan rekannya langsung pergi ke ruang depan direktur dengan meninggalkan dr Ronald di ruangan TU. Selanjutnya Rita menuju ruangan keuangan untuk mengambil gaji.
Setelah itu Rita kembali menuju ruangan direktur. Namun persis di depan ruang Melati yang terkunci dia terkejut melihat dr Ronald dengan sejumlah dokter berdiri di depan ruangan untuk rencana membuat rapat.
Rita langsung menanyakan kepada salah seorang dokter, ada apa ramai- ramai? Apa mau ada rapat dan sudah diketahui Direktur dr Ria? Lalu seorang dokter menjawab rapat jasa medik dan menanyakan mana kunci ruangan.
Mendengar hal tersebut Rita menjawab tidak tahu dan bertanya mengapa bersama dr Ronald, dan apakah dr Ria telah mengetahuinya, karena yang bersangkutan sering memimpin rapat.
Sementara itu salah seorang dokter justru mempermasalahkan alasan keberatan Rita dan apakah kapasitasnya sebagai direktur.
“Lalu saya mengatakan dan menjelaskan, harusnya mengundang direktur (dr Ria,red). Karena dr Ronald masih menunggu serah terima dulu,” jelasnya.
Rita menyarankan agar dr Ronald mencari solusi yang dapat diterima para pegawai. Rita menjelaskan pada saat kejadian tiba-tiba puluhan pegawai dan perawat datang sehingga terjadi aksi dorong-dorongan.
“Secara tidak sengaja tangan saya menyentuh pundak dr Ronald. Jadi tidak ada saya mendorong dan mengucapkan kalimat seperti pengaduan ke Polresta Siantar,” tandasnya.
“Kami para perawat dan pegawai masih mengakui dr Ria sebagai Direktur RSUD dr Djasamen Saragih. Pengaduan dr Ronald itu fitnah dan akan saya adukan balik,” tegasnya yangi didukung pegawai lainnya.
Sementara itu Johanson Purba membenarkan sebelum adanya keributan dia terlebih dahulu bersama Rita Siboro berada di ruangan TU dan bertemu dr Ronald.
Johanson menambahkan pada saat itu dr Ronald meminta kunci ruangan Melati dengan alasan membuat rapat.
“Saya langsung mengatakan kunci ada pada dr Ria dan agar langsung memintanya,” jelas Johanson.
Mengenai adanya pengaduan tersebut, Johanson mengatakan tidak mengetahui. Dia juga menilai Rita Siboro tidak mungkin berani melakukan hal tersebut, karena statusnya sebagai bawahan. Dia menduga pengaduan tersebut hanya upaya untuk membela diri.
“Harusnya jangan membuat RSUD ini menjadi kacau dengan memutar balikkan fakta. Jangan karena ingin mengharapkan jabatan membuat orang lain menjadi korban seperti Rita Siboro,” katanya mengakhiri. (Daud/Jansen)





Pegawai dan Perawat RSUD dr Djasamen Tolak dr Ronald Sebagai Direktur

SIANTAR-SK: Ratusan pegawai RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar membuat pernyataan menolak kehadiran Direktur RSUD yang baru dilantik dr Ronald Saragih. Penolakan ini didasari situasi yang tidak kondusif dan pelayanan yang tidak optimal akibat digantikannya direktur yang lama, dr Ria Novida Telaumbanua.
Pernyataan sikap ini disampaikan, Rabu (5/11), di ruangan Melati yang dihadiri seratus lebih para pegawai dan perawat dan berlangsung kurang lebih setengah jam.
Perwakilan pegawai dan perawat Mardingin Tampubolon, Minar Tobing, dan Natalia membacakan isi pernyataan sikap tersebut. Menurut Mardingin pergantian jabatan direktur jangan sampai memecah-belah persatuan antara pegawai dan perawat yang sudah terjalin baik sejak dipimpin dr Ria.
“Untuk mencegah terjadinya dualisme kepemimpinan, maka kami menyampaikan menolak dr Ronald sementara waktu, sampai adanya keputusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait gugatan dr Ria atas kebijakan walikota,” ujarnya.
Dia berharap walikota kembali mengaktifkan dr Ria agar kondisi RSUD yanng terletak di Jalan Sutomo tersebut tetap kondusif. Mardingin juga menegaskan para pegawai dan perawat akan tetap bekerja seperti biasa melayani pasien sampai selesainya permasalahan tersebut.
Hal senada disampaikan Natalia yang menegaskan tidak ada terjadi perpecahan dan pro kontra antara para pegawai, perawat dengan dokter yang bertugas di RSUD milik Pemko Pematangsiantar tersebut.
Menurutnya pernyataan sikap ini juga menindaklanjuti adanya informasi dr Ronald mengadukan salah satu pegawai Rita Siboro ke kepolisian pasca kejadian adanya penolakan para pegawai saat mantan Kadis Kesehatan tersebut akan menggunakan ruangan Melati untuk rapat dengan dokter.
Dalam pertemuan tersebut bagian kerja di RSUD seperti Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ranting RSUD dr Djasamen Saragih, bagian farmasi, instalasi jenazah (forensik), gizi dan sebagainya sepakat mendukung peryataan sikap tersebut.
Bahkan salah seorang pegawai mengharapkan agar semua pihak sepakat atas pernyataan sikap tersebut. Menurutnya jika perlu untuk sementara waktu pegawai sepakat menolak gaji yang ditandatangani dr Ronald.
“Ini jangan dijadikan alasan menekan kami, dan komitmen mengakui dr Ria sampai adanya putusan PTUN,” ujarnya.
Para pegawai juga mengakui dalam pertemuan tersebut mengundang dr Ronald untuk menyampaikan pernyataan sikap, namun tidak dr Ronald tidak datang. Usai rapat selanjutnya para pegawai bubar dan kembali melanjutkan pekerjaannya sesuai bidang masing- masing.
Sementara itu di tempat terpisah Dr Ronald terlihat sendiri di ruang kelas utama, dan terlihat berbincang- bincang dengan pasien di pintu masuk. Anehnya saat dikonfirmasi beberapa wartawan terkait pengaduannya, justru Ronald mengambil telepon selulernya dan berbincang - bincang tanpa menjawab pertanyaan dari wartawan. Karena tidak digubris akhirnya para wartawan meninggalkan dr Ronald yang masih sibuk berbicara dengan seseorang melalui teleponnya. (jansen)



7 Anggota DPRD Siantar Ajukan Hak Interpelasi Terkait Bangunan Liar di RSUD dr Djasamen

SIANTAR-SK: Akibat adanya pembangunan di kompleks RSUD dr Djasamen Saragih yang sampai saat ini tidak diketahui siapa pemiliknya , mendasari tujuh anggota DPRD Pematangsiantar akan mengajukan hak interpelasi kepada pimpinan dewan.
Hal ini disampaikan Anggota DPRD Drs Aroni Zendrato yang juga memprakarsai pengusulan hak tersebut.
“Sudah ada tujuh anggota dewan yang menandatangani dan terdiri dari tiga fraksi yang ada di DPRD,” ujarnya, Selasa (4/11), di Convention Hall Siantar Hotel.
Menurutnya ini dilakukan terhadap pendirian bangunan di perkuburan mayat tidak dikenal (Mr X) yang sampai saat ini tidak ada pemberitahuan dari Pemko Pematangsiantar kepada DPRD. Anggota Komisi IV tersebut mengatakan perlu dipertanyakan status tanah tersebut. Dikatakannya hal ini menjadi latar belakang karena menilai Walikota RE Siahaan bertindak sewenang-wenang atas pengalihan fungsi tanah di RSUD milik Pemko Pematangsiantar tersebut. Menurutnya hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 Mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
“Jika memang bangunan tersebut milik swasta maka pemko telah melanggar peraturan. Dan sejauh ini belum ada persetujuan resmi dari DPRD untuk mendirikan bangunan khususnya di lahan RSUD dr Djasamen Saragih,” tandasnya.
Aroni juga mengatakan tidak tertutup kemungkinan hak interpelasi akan meningkat kepada hak angket jika tidak ada realisasi.
“Jadi kita tinggal menyerahkan kepada pimpinan, dan kemungkinan sore ini (kemarin, red.) sudah diserahkan,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan pengajuan hak ini sesuai dengan Tata Tertib (Tatib) DPRD) dan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dia juga menyayangkan sikap dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) atas tindakan mencabut plang yang berisi larangan membangun tanpa ijin dari RSUD dr Djasaemn Saragih.
“Harusnya tugas mereka mengamankan peraturan daerah (Perda) termasuk menindak bangunan yang tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),” sebutnya.
Anggota Komisi IV tersebut juga menilai pernyataan Camat Siantar Selatan Serta Ulina br Girsang yang menyatakan tidak perlu IMB jika mendirikan bangunan di atas tanah pemerintah sangat menyesatkan.
“Jelas ini dapat membuat penafsiran yang berbeda di masyarakat. Karena apapun namanya pengurusan IMB wajib dilakukan walaupun di tanah pemerintah. Layak dipertanyakan kapasitasnya sebagai camat dalam hal ini,” terangnya.
Sementara itu di tempat terpisah sempat terjadi juga konflik antara Direktur RSUD yang baru dr Ronald Saragih dengan sejumlah pegawai. Hal ini terjadi karena dr Ronald akan mengadakan rapat dengan beberapa dokter di ruang pertemuan, namun dilarang para pegawai. Mereka meminta dr Ronald agar tidak memasuki ruangan tersebut sebelum adanya hasil putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait gugatan mantan Direktur dr Ria Telaumbanuan atas kebijakan Walikota RE Siahaan. Selanjutnya pegawai melakukan penyegelan ruangan dan hal ini sempat menimbulkan keributan, karena dr Ronald berusaha memberikan penjelasan mengenai posisinya di RSUD dr Djasamen saat ini. Namun hal tersebut tidak digubris para pegawai dan meminta kebijakan dr Ronald agar tidak menggunakan ruangan tersebut. Akhirnya Kapolsek Siantar Selatan AKP Robert Gultom yang turun ke lokasi langsung melerai dan meminta dr Ronald agar melakukan pertemuan di ruangan yang lain dan menyetujuinya. (jansen)



Tata Ruang Kota Pematangsiantar Amburadul

Rencana Pembangunan Toilet Umum di Areal Hijau RSUD Djasamen Saragih

SIANTAR-SK: Rencana Pemko Pematangsiantar melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) membangun pos polisi dan toilet umum di areal hijau lahan penanaman 5000 pohon di komplek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Djasamen Saragih Pematangsiantar tidak sesuai tata ruang kota. Selain itu berdampak negatif terhadap citra RSUD sebagai barometer kota Pematangsiantar dalam meraih piala Adipura. Hal ini disampaikan dr Ria Telaumbanua, Senin (3/11), di kediamannnya menanggapi adanya rencana pembangunan tersebut.
“Prinsipnya saya tidak setuju, karena dari segi kesehatan tidak diperbolehkan membangun septic tank (pembuangan kotoran) di RSUD ini. Jelas Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) rumah sakit ini sudah ditentukan, sedangkan toilet umum tidak tahu kemana limbahnya akan dibuang,” ujar wanita berkaca mata tersebut.
Ria juga mengungkapkan kebingungannya amburadulnya tata ruang kota Siantar. Menurutnya layak dilakukan polling kepada masyarakat mengenai pantas atau tidak dibangun toilet persis di depan RSUD yang berada di Jalan Sutomo.
“Jangan biarkan RSUD jadi tempat pembuangan limbah. Lagipula tak ada izin dari rumah sakit. Hanya sebatas surat pemberitahuan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang diketahui Kepala Dinas (Kadis) PU Bona Tua Lubis, meminta kerjasamanya akan dibangunnya toilet umum di areal RSUD. Apa hubunganya direktur dengan PPK? Harusnya yang namanya surat antar instansi yang menandatangani pimpinan, bukan staf,” sebutnya.
Menurutnya yang namanya membangun di tempat orang, minimal ada etika permisi, bukan dilakukan sembarangan meskipun ada pendapat bahwa tanah RSUD Djasamen juga milik Pemko Pematangsiantar. Ria menambahkan pada saat serah terima jabatan sebagai Direktur 2, 5 tahun yang lalu diterangkan luas RSUD 12, 8 hektar. Dikatakannya hal ini juga harus dipertanggungjawabkan kepada penggantinya.
Ria menyayangkan tindakan yang langsung menebang pohon tanpa adanya pemberitahuan kepada warga RSUD dr Djasamen Saragih. Dikatakannya awal penanaman pohon ini bertujuan memberikan udara bersih terhadap masyarakat dan sebagai tempat berolah raga. Menurutnya tidak etis jika toilet tersebut dibangun karena dapat memberikan ketidaknyamanan bagi warga yang melintas karena harus menghirup limbah pembuangan. (jansen)





Pegawai RSU dr Djasamen Saragih Nyaris Bentrok dengan Satpol PP




SIANTAR-SK: Puluhan pegawai RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar nyaris bentrok dengan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemko Pematangsiantar, Senin (3/11).
Kejadian ini dipicu saat puluhan anggota Satpol PP menggunakan dua unit mobil patroli, sekitar pukul 11.00 Wib tiba di lokasi pembangunan yang berada di kompleks perkuburan mayat tidak dikenal (Mr X). Selanjutnya melakukan pencabutan plang yang berisi larangan membangun di atas lahan RSUD dr Djasamen yang dipasang sebagai bentuk protes para pegawai atas bangunan yang diduga tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) tersebut. Saat hendak membawa pergi plang, para pegawai secara spontan berusaha menghalangi. Terjadi tarik-menarik antara pegawai yang dominan perempuan dengan petugas Satpol PP. Karena kekuatan tidak seimbang, salah seorang pegawai RSUD, Johanson Purba mencabut kunci mobil patroli Satpol PP. Hal ini membuat petugas dengan emosi balik melakukan pengejaran terhadap Johanson. Persis di depan sebuah warung yang ada di kompleks RSUD Johanson tidak lagi melarikan diri. Akibatnya sejumlah petugas berusaha hendak memukul Johanson dengan tangan dan kursi plastik yang ada di warung tersebut. Namun hal ini dihalangi pegawai lainnya dan warga yang berada di lokasi kejadian melihat keberingasan petugas tersebut. Akhirnya salah seorang petugas Satpol PP meminta rekan- rekannya meninggalkan RSUD dr Djasamen Saragih dan meninggalkan plang tersebut.
Selanjutnya setelah menyimpan plang tersebut, para pegawai beranjak menuju lokasi pembangunan yang terletak di Jalan Imam Bonjol-Pane. Di lokasi tersebut pegawai meminta pekerja untuk memberhentikan pekerjaannya. Bahkan sempat terjadi adu argumen antara pekerja dengan pegawai, dan selanjutnya sepakat untuk memberhentikan pekerjaan tersebut.
“Kita sudah tidak tahan dengan kondisi RSUD ini yang terus diobok-obok. Apa, sih kemauan Walikota dalam hal ini?” ujar salah seorang pegawai.
Hal ini ditimpali pegawai lainnya yang mengatakan bangunan tersebut tidak memiliki IMB, dimana hal ini sesuai dengan konfirmasi yang dilakukan pihaknya ke Dinas Tata Kota beberapa waktu lalu.
Sementara itu di sekitar lokasi tampak Kapolsek Siantar Selatan AKP Robert Gultom melakukan pengamanan. Tak lama kemudian Camat Siantar Selatan Serta Ulina br Gisang didampingi Lurah Simalungun Sariaman Sinaga turun ke lokasi.

Serta Ulina yang dikonfirmasi mengenai keberadaan bangunan tersebut mengatakan tidak perlu ada IMB karena didirikan di tanah milik pemerintah yang bertujuan untuk kepentingan masyarakat. Saat didesak mengenai siapa pemilik bangunan, Serta Ulina mengatakan milik Pemko Pematangsiantar.
“Saya sebagai camat sudah mengeluarkan SS (Silang Sengketa),” ujarnya.
Hal ini langsung diprotes para pegawai yang berusaha meminta penjelasan dari camat, namun tidak digubris yang bersangkutan dan langsung terburu- buru menuju mobil dinasnya dan pergi meninggalkan lokasi.
Selanjutnya para pegawai memasang kembali plang yang lebih kecil dan bertuliskan dilarang masuk ke dalam areal perkuburan tersebut. Namun sore harinya sekitar pukul 17.00 Wib plang tersebut dicabut kembali oleh petugas Satpol PP tanpa adanya perlawanan dari para pegawai yang ketepatan sudah pulang kerja. Sementara itu siangnya tampak pantauan Sinar Keadilan di lapangan pekerja kembali melanjutkan pekerjaannya yang rencananya akan didirikan SD dan Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK) tersebut. (jansen)