28 November, 2008

Ribuan Massa Datangi Kantor DPRD dan Balaikota Tuntut Walikota Pematangsiantar RE Siahaan Ditangkap


SIANTAR-SK: Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) melakukan aksi damai, Senin (24/11), mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Polri untuk menangkap Walikota Pematangsiantar RE Siahaan.
Aksi yang terdiri dari petani, pedagang, wartawan, dan para guru dimulai dari Jalan Tembus Imam Bonjol-Pane dengan melakukan long march menuju Kantor Walikota di Jalan Merdeka. Sebelumnya massa yang dikoordinir Marihot Gultom, Megawati Hasibuan, dan Choki Pardede terlebih dahulu berdoa dipimpin Ustad Tamrin. Dengan dikawal petugas dari Polresta Pematangsiantar, massa ARB bergerak dengan berjalan kaki dan sebagian menggunakan kendaran roda dua dan truk sebanyak empat buah. Sepanjang jalan, massa yang membawa puluhan spanduk dan poster berteriak “Tangkap RE Siahaan. Adili RE Siahaan”. Sebagian masyarakat yang menonton aksi ini di sepanjang jalan memberikan dukungan dengan bertepuk tangan atas aksi tersebut. Sebelumnya massa sempat berhenti di depan Kantor Kejaksaan Negeri Siantar dan Polres Simalungun, mempertanyakan proses kasus 19 CPNS “Siluman” 2005, serta dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Walikota dan Wakilnya terkait putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai tender pembangunan bangsal RSUD Siantar tahun 2005. Koordinator Lapangan (Korlap) ARB Ebed Sidabutar, didampingi Wakorlap Amri Nasution mempertanyakan kinerja kedua lembaga penegak hukum tersebut yang dinilai lamban dan tidak mampu menangani berbagai dugaan kasus korupsi yang melibatkan walikota.
Selanjutnya massa bergerak menuju kantor DPRD dan Walikota. Di sana massa sempat dihadang petugas kepolisian. Namun akhirnya diperbolehkan masuk. Tanpa dikoordinir, massa memasang spanduk dan baliho putih sepanjang 10 meter diantara pohon pinang. Baliho tersebut bertuliskan berbagai dugaan kasus yang melibatkan RE Siahaan seperti 19 CPNS 2005, bangsal RSU Siantar tahun 2005,dugaan korupsi dana sosial 2007 sebesar Rp 17,2 miliar, pengangkatan 400 tenaga honor, ruislag (tukar guling) SMAN 4, dan SD Negeri 122350, pengalihan aset RSUD dr Djasamen Saragih, pembayaran biaya kompensasi Outer Ring Road (jalan lingkar luar) sebanyak Rp4,4 miliar, dana pemeliharaan jalan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Rp 14,7 miliar. Selain itu dana pembangunan gedung DPRD di kas kantor Dispenjar Simalungun Rp3 miliar, dana pungli dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Rp 14,8 miliar, dan surat keputusan (SK) DPRD No 12 Tahun 2008 Tentang pemberhentian walikota dan wakilnya.
Selanjutnya secara bergantian beberapa perwakilan massa seperti Mangasi Simanjorang, Rado Damanik, Jansen Napitu dan Samsudin Harahap mewakili pers menyampaikan orasinya.
Massa juga mendesak Kapolres Simalungun dan Kapolresta Pematangsiantar hadir menjelaskan kasus 19 CPNS 2005 dan dugaan korupsi bagian sosial.
Aksi kali ini nyaris menimbulkan keributan. Ini disebabkan seorang pegawai honorer Bagian Infokom Pemko Pematang Siantar bernama Loudewik Simanjuntak, SH, diduga mencoba menyebarkan selebaran tandingan mengatasnamakan Alinasi Rakyat Siantar. Selebaran yang dia bawa berisi dosa-dosa yang dilakukan Ketua DPRD Siantar. Loudewik menyebarkan selebaran tersebut diantara massa ARB. Akibatnya dia langsung diprotes massa ARB. Tidak diketahui pasti, secara tiba-tiba Loudewik memperagakan orang seperti kena pukul dengan memegangi wajahnya. Spontan hal ini memancing emosi massa ARB saat mengetahu ulah tenaga honorer yang pada saat itu tidak memakai baju dinas tersebut. Bahkan massa mencoba mengejar Laudewik. Hal ini langsung diantisipasi polisi dengan menenangkan massa dan mengamankan Loudewik ke Kantor Dinas Pendapatan (Dipenda) Siantar. Sesuai informasi dari beberapa saksi, aksi Loudewik ini dibantu salah seorang pegawai honorer lainnya dan didugselebaran tersebut sudah dibagikan saat massa masih berkumpul di Jalan Imam Bonjol-Pane.
Tidak beberapa lama kemudian Wakil Ketua DPRD Saud Simanjuntak, didampingi sejumlah anggota dewan seperti Maruli Silitonga, Mangatas Silalahi, Grace Cristiane, Aroni Zendrato, Pardamean Sihombing, Muktar Tarigan, Unung Simanjuntak, Ahmad Mangantar Manik, Dapot Sagala, dan Johny Siregar menemui pengunjuk rasa.
Bahkan Grace didampingi Pardamean memberikan orasinya yang intinya mendukung aksi massa ini agar segera menangkap dan mengadili walikota RE Siahaan. “Kita minta dan mendesak Kapolres Siantar dan Simalungun agar hadir di sini memberikan penjelasan kepada masyarakat,” sebut Grace yang disambut tepuk tangan para massa yang hadir.
Sedangkan Pardamean mengatakan agar masyarakat dapat lebih teliti untuk memilih wakil rakyat yang peduli terhadap apa yang terjadi saat ini di Siantar. “Kami yang hadir saat ini merupakan bukti mendukung apa tuntutan massa. Sedangkan anggota dewan yang tidak mau hadir saat ini, mungkin menjadi pertimbangan masyarakat menilai kinerjanya,” ujar Pardamean.
Sementara itu tiba-tiba Kapolresta Siantar AKBP Andreas Kusmaedi didampingi Wakapolresta Kompol Syafwan Khayat datang dan ditemui Saud, Maruli, dan Mangatas di depan pintu masuk kantor Walikota. Dalam pertemuan tersebut Kapolresta sempat berbincang beberapa menit dan langsung pergi meninggalkan komplek kantor walikota. Hal ini sempat menimbulkan kekecewaan massa yang menilai Kapolres seharusnya berbicara langsung di hadapan massa ARB.
Selanjutnya massa bergerak menuju kantor walikota dan melakukan aksi duduk dan memasang spanduk di pagar kantor tersebut. Bahkan massa melakukan makan siang bersama setelah sebagian ibu-ibu selesai memasak di depan kantor walikota. Direncanakan massa ARB akan menginap di gedung DPRD dan Kantor Walikota selama tiga hari. Aksi ini dilakukan menuntutpenegak hukum segera menangkap RE Siahaan. Direncanakan aksi akan berlanjut dengan menutup jalan provinsi di Jalan Medan jika tak ada respon dari penegak hukum. (jansen)






1 komentar:

  1. I'm on Sumatera ke Pematang Siantar pada 30 Juli 1937 lahir dan aku tertarik tentang Pematang Siantar hari ini.

    BalasHapus