26 Mei, 2008

Dana Bagian Sosial Diduga Ajang Korupsi dan Proyek Fiktif

Beberapa Lembaga Penerima Dana Layak Dipertanyakan

SIANTAR-SK: Di Siantar, punya hubungan yang dekat dengan walikota sangat enak. Silahkan ajukan proposal atas nama lembaga atau yayasan, maka uang puluhan juta akan segera cair. Soal lembaga atau yayasan yang digunakan, tak perlu risau, bentuk saja sebuah lembaga atau yayasan, apapun namanya.

Dalam APBD 2008 (saat ini masih dalam tahap eksaminasi di Gubernur Sumatera Utara), dana untuk Bagian Sosial sekitar Rp14 miliar. Jika diperinci satu persatu penerima dana di Bagian Sosial ini, kening akan berkerut, karena banyak sekali lembaga atau yayasan yang menerima dana. Anehnya, banyak penerima dana ini tak pernah terdengar aktifitas lembaganya. Keanehan lainnya, sepertinya ada usaha untuk ‘menumpang nama’ lembaga yang telah eksis tetapi yang menerima dana orang lain. Sepertinya ada usaha-usaha yang mengarah kepada pembohongan publik.

Contoh nyata terlihat pada Bantuan Biaya Operasional Lembaga Bantuan Hukum Siantar sebesar Rp50 juta. Batara Manurung, salah seorang pengurus LBH Siantar, memastikan LBH Siantar tak pernah mengajukan permintaan bantuan dana ke Pemko Siantar. Lantas kenapa LBH Siantar tercantum? Siapa yang akan menerima dana?

Sebuah sumber di Bagian Sosial menyebut penyebutan nama Lembaga Bantuan Hukum Siantar sebagai penerima dana di Bagian Sosial tersebut hanya kamuflase karena yang menerima dana tersebut adalah salah satu orang dekat Walikota RE Siahaan yang aktif dalam sebuah lembaga bantuan hukum yang berafiliasi ke sebuah partai. Karena LBH partai tak berhak menerima dana, maka ditulislah nama Lembaga Bantuan Hukum Siantar. “Ini memang pembohongan publik namun ini harus dicantumkan karena ini urusannya langsung kepada walikota,” ujar sumber tersebut yang minta namanya tak disebut kepada Sinar Keadilan.

Beberapa lembaga lainnya yang menerima dana Bagian Sosial ini, ‘pemiliknya’ dikenal sangat dekat dengan walikota. Ada dua lembaga yang masuk sebagai penerima dana, namun ‘pemilik’ lembaga ini satu orang dan dikenal sebagai tim sukses walikota dalam Pilgubsu lalu. Masing-masing lembaga tersebut mendapat kucuran bantuan sebesar Rp60 juta. Artinya dari dua lembaga itu, orang dekat walikota ini mendapat ‘rejeki nomplok’ sebesar Rp120 juta, enak benar!

Jika ditelisik satu persatu para penerima dana di Bagian Sosial ini, maka akan terlihat banyak keanehan lainnya. Ada bantuan mental spiritual kepada 140 organisasi dengan nilai total Rp700 juta. Siapa 140 organisasi ini? Apa kriteria organisasi yang menerima dana ini?

Yang mencengangkan, dalam anggaran Bagian Sosial ini juga tercantum bingkisan Hari Raya dan Natal sebesar Rp4 miliar lebih. Tak ada keterangan, siapa penerima bingkisan ini dan jumlah dana sebesar itu untuk berapa banyak bingkisan?

Yang paling ironis, mereka yang seharusnya pantas menerima dana sosial tersebut justru tak tercantum dan kalaupun tercantum nilainya sangat minim. Bayangkan, bantuan kepada para pensiunan seperti cacat veteran, warakawuri, wirawati catur panca, atau Piveri, masing-masing hanya sebesar Rp5 juta per tahun! Masih banyak lagi pos bantuan yang sangat layak dipertanyakan di Bagian Sosial ini. Sayangnya, Kepala Bagian Sosial Risfani Sidauruk mengelak untuk bertemu dengan Sinar Keadilan untuk mengkonfirmasi soal dana Bagian Sosial ini.

Sementara itu, sejumlah tokoh pemuda Siantar mendesak Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) melakukan pemeriksaan dan audit terhadap sejumlah organisasi masyarakat (ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang direncanakan menerima Dana Sosial 2008.

“Layak dipertanyakan legalitas mereka, apa memang benar (organisasi) itu ada?” kata Hendrik Manurung, Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Siantar. Dia mengatakan ada beberapa kejanggalan terhadap sejumlah ormas dan LSM penerima dana tersebut. “Kalau memang (organisasi tersebut) ada tidak masalah. Takutnya dana tersebut bermasalah seperti tahun lalu, mengatasnamakan kegiatan masyarakat,” jelasnya.

Hendrik menyayangkan sikap pemko yang gampang menampung di APBD tanpa melakukan pengecekan di lapangan terhadap ormas dan LSM sebagai penerima bantuan tersebut.

“BPKP harus melakukan pemeriksaan karena selama ini banyak pihak mengatasnamakan masyarakat dengan membentuk berbagai organisasi,” ucap Hendrik.

Sementara itu Ketua Gerakan Pemuda Demokrasi Indonesia Perjuangan (GPDIP) Siantar Carles Siahaan mengungkapkan sejumlah dana yang direncanakan untuk bantuan lembaga dan organisasi layak dilakukan evaluasi. Dia beralasan dana yang dianggarkan tersebut besar kemungkinan menjadi ajang korupsi dengan berbagai kegiatan fiktif. “Banyak nama ormas dan LSM bermunculan, apakah hanya sebatas menerima bantuan setelah itu raib entah kemana,” sindirnya.

Menurutnya kucuran dana sampai puluhan juta tersebut layak dipertanyakan kriteria yang dipergunakan pemko untuk menyetujui organisasi penerima bantuan tersebut. Dikatakannya kasus dugaan korupsi dana sosial 2007 sebesar Rp16 miliar yang saat ini ditangani Polresta Siantar menjadi pengalaman pemko menyalurkan bantuan sosial.

Carles juga menyoroti DPRD Siantar yang menyetujui usulan pemko tersebut. Ditegaskannya legislatif harus menggunakan fungsi pengawasan terhadap rencana penyaluran bantuan sosial yang akan diberikan. (fet/jansen)