Polisi Paksa Mahasiswa Akui Lempar Batu? JAKARTA-SK: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyerukan dihentikannya penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh tindakan represif Polri terhadap protes mahasiswa terkait kenaikan harga BBM di berbagai wilayah.
"Tindakan paksa polri masuk Unas sama sekali tidak bisa dibenarkan. Itu reaksi emosional bukan profesional. Alasan masuk mencari oknum mahasiswa yang melanggar hukum atau melakukan kekerasan terhadap aparat harus ditempuh dengan proses hukum, bukan dengan memasuki areal kampus, merusak, memukul, menangkap sewenang-wenang, termasuk oleh aparat yang berseragam sipil saat masuk hingga mengangkut mahasiswa ke dalam kendaraan aparat," kata Koordinator Kontras, Usman Hamid melalui pesan singkatnya, Minggu (25/5).
Menurut Usman, tindakan oleh aparat itu sudah melampaui batas karena Polri sebagai penegak hukum, pengayom masyarakat malah ikut melanggar hukum dan kekerasan. Bahkan, ujar dia, komandan lapangan terkesan membolehkan reaksi brutal itu.
"Jika ingin tindak aksi mahasiswa yang melawan hukum, reaksi Polri harus pakai metode dialogis minta bantu rektorat karena Polri adalah community justice, bukan alat represif security. Sikap Polri jangan ofensif, harus persuasive, dan defensif dengan pakai alat pelindung saat bertugas seperti perisai, helm, dan baju pam," tandasnya.
Selain itu, Usman menyatakan, bahwa adanya granat sangat berbahaya bagi jiwa orang yang ada di lokasi tersebut. Karena itu, harus diusut tuntas siapa yang mebawa termasuk motif dibaliknya yang bisa jadi ingin membuat chaos, menghadap-hadapkan Polri dengan mahasiswa.
"Kapolri harus bertanggungjawab dengan menindak anggotanya yang melanggar batas," tegasnya.
Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Abu Bakar Nataprawira menegaskan bahwa tak ada undang-undang yang melarang petugas polisi mengejar pelaku kejahatan meski sampai ke dalam kampus.
Hal ini diungkapkannya terkait bentrokan yang terjadi antara Mahasiswa Universitas Nasional (Unas) dengan aparat polisi dalam aksi penolakan kenaikan harga BBM di Kampus Unas, Sabtu dini hari lalu.
"Tidak ada Undang-Undang yang melarang petugas polisi apabila mengejar pihak-pihak yang melakukan kejahatan ke dalam kampus," ujar Abu Bakar dalam jumpa pers nya yang berlangsung di Humas Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Minggu (25/5).
Abu Bakar menjelaskan, tindakan memasuki kampus yang dilakukan oleh aparat polisi karena dipicu adanya dugaan tindakan anarkis yang dilakukan mahasiswa. Akibat bentrokan itu yang menjadi korbanpun tak hanya dari kalangan mahasiswa.
"Saat ini satu polisi mengalami luka tusuk pada perut dan empat orang mengalami luka berat saat melakukan pengamanan dan bentrokan yang terjadi antara polisi dengan mahasiswa Unas," jelasnya.
Sementara itu, salah seorang mahasiswa Unas yang kini ditahan di Polres Jakarta Selatan, mengaku dipaksa polisi untuk mengatakan ikut melempar batu dan memiliki narkoba.
Hal itu diungkapkan Novi, kakak dari salah seorang mahasiswa Unas jurusan Sastra Inggris angkatan 2006. Menurut dia, sang adik diancam akan dianiaya jika tak mengikuti permintaan polisi.
"Adik saya ditahan. Dia cerita dipaksa polisi mengaku mengangkut batu dan ikut melempar aparat," terang Novi, Minggu (25/5).
Selain itu dirinya juga mengaku diminta untuk menandatangani BAP penahanan adiknya. Namun polisi tidak menjelaskan secara rinci sebab apa, adiknya harus ditahan.
"Saya tanya penahanan kasus apa yang harus ditandatangani, polisi cuma menjawab masalah kemarin," ungkap dia.
Novi pun mengaku khawatir dengan keadaan adiknya di dalam tahanan, sebab menurutnya sifat adiknya penakut sehingga sangat mudah dipaksa.
Dia juga heran, karena saat ditangkap adiknya dituduh melempari polisi dengan batu, namun ternyata dia dituduh dalam kasus narkoba. (oz)