MEDAN-SK:
Jalan alternatif lintas tengah Sumatera dipastikan menembus kawasa konservasi. Jalan itu dibuat untuk memfungsikan kembali jalan yang kini putus karena gempa pekan lalu. Balai Pelaksana Jalan Nasional I menilai di sekitar jalan yang putus masih menyimpan bahaya longsor karena banyak retakan.
"Jalan alternatif sepanjang 10 kiometer diusulkan Bupati Tapanuli Selatan. Jalan itu mulai dari Desa Aek Latong Baru (Tapanuli Selatan), melewati daerah patahan Aek Latong, Aek Batu Jomba dan Aek Sihoru-horu," kata Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional I AG Ismail, Minggu (25/5) di Medan.
Ismail mengatakan jalan itu selanjutnya menembus jalan lintas tengah Sumatera menuju Tarutung , Tapanuli Utara. Menurut dia, alternatif jalan itu masuk akal. Sebab jalan yang ada sekarang ini dinilai sudah tidak layak pakai. Jalan yang putus karena gempa, katanya, hanya tinggal menunggu waktu untuk longsor.
Dia menuturkan, jalan alternatif itu sangat mungkin direalisasikan karena melalui kajian Balai Pelaksana Jalan Nasional. Dalam penelitiannya, jalan alternatif diupayakan tidak terlalu jauh dari jalan lama. Sebab di sepanjang jalan lintas tengah Sumatera (lama) sudah berkembang kegiatan ekonomi warga setempat. "Jika jauh dari jalan lama, kegiatan ekonomi warga akan mati," katanya.
Akhir pekan lalu, petugas dengan memakai buldozer dan traktor menimbun jalan yang putus karena gempa. Penimbunan itu, katanya, dilakukan sebagai upaya sementara agar lalu lintas jalan lintas tengah Sumatera kembali berjalan. Dalam waktu dekat ini, petugas membuat bronjong kawat berisi batu untuk menahan tebing di sisi jalan agar tidak longsor.
Untuk sementara jalan di ruas Tarutung--Sipirok bisa dilalui dengan kendaraan roda empat berukuran kecil. Kendaraan angkutan barang masih belum bisa melintas di ruas itu sehingga mesti melewati Sibolga. Meski sudah diuruk tanah, jalan lintas Sumatera di lokasi gempa masih labil dan ancaman longsor bisa terjadi jika hujan turun.
Belum ada Konfirmasi
Informasi pembuatan jalan alternatif di lokasi gempa itu ternyata belum sampai ke pemangku kepentingan. Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sum ut Djati Witjaksono Hadi mengatakan belum ada koordinasi terkait dengan pembuatan jalan itu. Padahal, di sekitar jalan itu merupakan daerah Cagar Alam Dolok Sipirok, Tapanuli Selatan.
Djati menuturkan pembuatan jalan yang melintas hutan lindung harus ada izin pinjam pakai dari Meteri Kehutanan. "Sebelum izin itu keluar, mesti dilengkapi dengan analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dengan rekomendasi bupati dan gubernur. Pembuatan jalan belum bisa dilakukan selama izin dari Menteri Kehutanan belum keluar," katanya.
Jalan yang menembus kawasan konservasi di Sumut bukan hal baru. Pada pertengahan BBKSDA mempersoalkan jalan yang melintasi Suaka Margasatwa (SM) Barumun, Tapanuli Selatan. Kepolisian menyelidiki kasus tersebut dengan meminta keterangan saksi-saksi yang terkait. Pihak Pemkab Tapanuli Selatan mengaku tidak mengetahui jalan itu melintas di kawasan konservasi. Jalan yang sudah terlanjut menebang hutan sepanjang 10 kilometer itupun terbengkalai. (kcm)