13 Juni, 2008

Anggota DPRD Gunakan Hak Angket Panggil Walikota RE Siahaan

Terkait Kasus 19 CPNS Ilegal 2005

SIANTAR-SK: Anggota DPRD Aroni Zendrato mengatakan beberapa anggota dewan telah melayangkan surat kepada pimpinan untuk menggunakan hak angket dan menggelar sidang paripurna memanggil Walikota RE Siahaan mengenai kasus 19 CPNS ilegal formasi 2005.
Menurutnya anggota DPRD yang ingin menggunakan hak angket tersebut terdiri dari tiga fraksi yakni fraksi PDI-P Kebangsaan, Barnas dan Demokrat. Dia juga mengatakan permintaan penggunaan hak tersebut telah mencapai lima belas orang anggota atau satu fraksi di DPRD sesuai dengan UU No 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Sesuai pasal 32 ayat 2 dijelaskan penggunaan hak angket dihadiri 3/4 jumlah anggota dewan atau mendapat persetujuan 2/3 anggota dewan yang hadir. “Artinya telah memenuhi persyaratan menggelar sidang paripurna memanggil walikota untuk dimintai keterangannya,” jelas Aroni.
Sedangkan latarbelakang penggunaan hak tersebut, dinilainya ada dua hal yakni proses kasus CPNS formasi 2005 jika terbukti walikota melanggar sumpah jabatan menyetujui penerimaan CPNS dimaksud. Kedua, adanya surat Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang meminta walikota mengeluarkan surat pemberhentian 19 CPNS yang belum dilaksanakan sampai sekarang. Politisi dari Partai PDI-Perjuangan tersebut mengatakan permintaan sidang paripurna dilakukan untuk menilai kebijakan walikota yang diduga melanggar sumpah jabatan sesuai ketentuan.
Namun dikatakannya sejauh ini belum ada jawaban pimpinan atas permintaan tersebut. Menurutnya hal ini disebabkan adanya pembentukan panitia khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggung jawaban (LKPj) 2007. “Kita berharap agar secepatnya diagendakan pimpinan,” katanya.
Aroni juga menilai polisi terlalu lama menetapkan tersangka kasus CPNS 2005 yakni kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Morris Silalahi. Dikatakannya sejak dikeluarkannya surat BKN pertama mengenai pencabutan Nomor Induk Pegawai (NIP) 19 orang tersebut, maka sudah dapat ditetapkan tersangka. Masalah pemberhentian gaji, Aroni menjelaskan dalam pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) 2008, legislatif telah meminta gaji mereka diberhentikan. “Tidak mungkin kita pisahkan gaji 19 CPNS itu dengan PNS lain, selama belum ada surat keputusan (SK) pemecatan dari walikota,” terangnya.
Sementara itu anggota komisi I Grace br Saragih menilai kebijakan meminta keterangan dari walikota atas kebijakannya yang menimbulkan persoalan hukum layak dilakukan. Menurutnya penggunaan hak angket secara umum dapat dilaksanakan. Grace juga menilai hal tersebut telah dilakukan kepolisian dengan menetapkan tersangka. Namun yang terpenting dalam hal ini, menurutnya legislatif harus mendapat ketegasan dari kepala BKD apakah bertindak sendiri atau melaksanakan kebijakan walikota. “Tentunya implikasi dan akibat hukum harus lebih jauh diantisipasi legislatif,” ujarnya.
Di tempat terpisah Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan Mangatas Silalahi yang dihubungi melalui telepon selulernya belum mengetahui perihal pengajuan hak angket tersebut dan menyarankan dipertanyakan kepada pimpinan. Saat disinggung penggunaan hak angket seiring timbulnya krisis kepercayaan publik atas walikota terkait kasus tersebut, menurutnya harus dilakukan pengkajian dan melihat sejauh mana keterlibatan walikota dalam dugaan tindak pidana. “DPRD bukan hanya memanggil, tetapi punya legitimasi terhadap berbagai persoalan di Siantar dan bukan hanya kasus 19 CPNS ini,” sebutnya.
Mengenai pemanggilan walikota, Mangatas berpendapat jika memang kepala daerah terbukti melanggar hukum dalam pemeriksaan polisi, maka DPRD dapat mengambil tindakan selanjutnya menggelar sidang paripurna.
“Kita lihat dulu apakah ada indikasi ke arah sana dan kita tetap harus patuhi hukum asas praduga tak bersalah,” ucapnya mengakhiri. (jansen)