Morris Resmi Jadi Tersangka Kasus 19 CPNS Ilegal 2005
Kapolres: Kami Akan Segera Surati Presiden
SIANTAR-SK: Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pematangsiantar Morris Silalahi resmi menjadi tersangka dalam kasus penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) formasi 2005. Meski telah menjadi tersangka, namun Morris yang dalam kasus ini menjabat sekretaris panitia, tidak ditahan. Hal ini diungkapkan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Simalungun Ajun Komisaris Polisi (AKP) Dedi Supriadi, SIk, di ruang kerjanya, Selasa (10/6), sekitar pukul 14.00 Wib.Dedi menambahkan tidak ditahannya Morris karena akan ada pemeriksaan lanjutan. “Karena dalam pemeriksaan terdahulu masih ada sejumlah kekurangan seperti bukti-bukti yang kita mintakan untuk segera dipenuhi oleh Morris dan kalau sudah dipenuhi maka pemeriksaan akan kita lanjutkan kembali,” papar Dedi. “Yang pasti pemeriksaan akan dilakukan kembali secepatnya setelah bukti-bukti yang dimintakan segera dipenuhi kembali,” tambahnya.
Seperti diberitakan kemarin, Morris menjalani pemeriksaan di Polres Simalungun, Senin (9/6), terkait kasus penerimaan CPNS formasi 2005 yang diduga dimanipulasi. Ke-19 CPNS ini diketahui tidak mengikuti proses penerimaan sesuai ketentuan tetapi mereka tetap diangkat oleh Pemerintah Kota Pematangsiantar.
Mereka diduga merupakan kerabat dekat para pejabat di Pemkot Pematang Siantar. Dari 19 CPNS, enam di antaranya sama sekali tak mengikuti tes seleksi, sementara 16 CPNS mengikuti seleksi namun hasilnya dinyatakan tidak lulus.
Kapolres Simalungun AKBP Rudi Hartono mengungkapkan, sejauh ini polisi baru menetapkan Moris sebagai tersangka. Namun tidak menutup kemungkinan, bakal ada tersangka lain dalam kasus ini, karena Moris, menurut Rudi, sifatnya hanya menggantikan peran ketua tim seleksi CPNS yakni mantan Sekretaris Daerah Kota Pematangsiantar, almarhum Togar Batubara.
"Kami akan lihat apakah kasus ini tanggung jawab ketua tim seleksi atau penanggung jawab (Wali Kota Pematangsiantar). Saat ini polisi memang baru menetapkan satu tersangka, tetapi tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka lain setelah pemeriksaan terhadap Moris," ujar Rudi saat dihubungi, Selasa.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumut Mangasing Mungkur meminta agar polisi tidak hanya menimpakan kesalahan pada Moris seorang. "Seleksi penerimaan CPNS ini kan dilakukan oleh tim. Ketua timnya sekretaris daerah, sekretaris tim baru Kepala BKD setempat, sementara penanggung jawabnya bupati atau wali kota," ujar Mungkur.
Menurut dia, Wali Kota Pematangsiantar juga ikut harus diusut karena merupakan pejabat pembina kepegawaian daerah yang mengusulkan surat keputusan (SK) pengangkatan terhadap 19 CPNS bermasalah tersebut. "Yang bermasalah ini jumlahnya 19 orang, tidak mungkin tim seleksi tidak tahu," katanya.
Menurut Rudi, penyidikan polisi juga bisa mengarah pada keterlibatan Wali Kota Pematangsiantar. Tetapi dia buru-buru mengatakan, polisi tidak akan menduga-duga keterlibatan Wali Kota Pematangsiantar dalam kasus ini, meski yang bersangkutan adalah penanggung jawab seleksi tes CPNS sekaligus pejabat yang menandatangani surat keputusan pengangkatan CPNS.
Hanya saja, lanjut Rudi, polisi tetap akan memeriksa RE Siahaan. Rudi mengungkapkan, polisi masih belum bisa memeriksa RE Siahaan karena belum mengantongi izin dari Presiden.
"Dalam waktu dekat kami akan mengirimkan surat Presiden, terkait izin pemeriksaan terhadap Wali Kota Pematangsiantar. Sesuai peraturan perundangan, pemeriksaan terhadap bupati atau wali kota harus seizin Presiden. Untuk sementara kami akan meminta keterangan Wali Kota sebagai saksi, untuk mengecek kebenaran keterangan dari tersangka ini," ujar Rudi.
Polisi, kata Rudi, juga sudah meminta keterangan dari 19 CPNS yang bermasalah. Sudah banyak yang kami mintai keterangan, termasuk 19 CPNS itu. "Polisi juga sudah mengumpulkan dokumen-dokumen terkait kasus ini, antara lain soal surat dari BKN yang membatalkan NIP ke-19 CPNS ini," katanya.
Di sisi lain, Mungkur mengatakan, kesalahan tidak bisa hanya ditimpakan kepada pejabat di Pematang Siantar. Jauh sebelum 19 CPNS ini diusulkan pengangkatannya oleh Wali Kota Pematangsiantar, BKD Provinsi Sumut, kata Mungkur, telah menyurati BKN agar nama-nama CPNS yang diterima harus berdasarkan hasil ujian.
"Sebelum kasus ini mencuat, kami sudah mengingatkan BKN, agar CPNS yang diberi NIP adalah yang lulus berdasarkan perangkingan dari Universitas Sumatera Utara. Kami juga melampirkan hasil ujian dalam surat ke BKN tersebut. Tetapi setelah NIP diberikan BKN, baru diketahui, ada CPNS yang diusulkan mendapat NIP tetapi dilihat rangking hasil tes sebenarnya dia tak lulus. Terus ada juga yang sama sekali tidak ikut tes," kata Mungkur.
Menurut dia, bisa saja Pemkot Pematang Siantar sengaja mengusulkan ke-19 CPNS dengan perkecualian. "Kalau ternyata memang ke-19 CPNS ini diusulkan dengan perkecualian dan Pemkot Pematang Siantar memberitahu terlebih dulu ke BKN, kan Pemkot Pematang Siantar juga tidak bisa disalahkan begitu saja," kata Mungkur.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Vocal Point Institut Judicial of Monitoring (IJM) M Alinafiah Simbolon mengatakan pemeriksaan terhadap Morris layak dipertanyakan. Menurutnya pemeriksaan polisi terhadap kasus tersebut dinilai tidak transparan. Dia mempertanyakan kenapa RE Siahaan tak juga diperiksa padahal penanggungjawab penerimaan tersebut adalah RE Siahaan sebagai walikota. “Apakah sudah ditelusuri keterlibatan walikota, kenapa sejauh ini belum ada pemanggilan,” katanya, Selasa (10/9), di DPRD Siantar.
Menurutnya sesuai Undang–Undang No. 28 tahun 1999 mengenai Pemerintahan yang Bersih dan Bertanggungjawab, maka semua pejabat seperti walikota dapat diperiksa aparat berwajib. “Jangan hanya Morris yang diperiksa, bagaimana dengan dugaan keterlibatan pejabat lain,” ujarnya.
Sementara itu Ketua LSM Lembaga Pengawasan dan Kekayaan Aset Negara (Lepaskan) Jansen Napitu mengatakan Walikota RE Siahaan harus ikut diperiksa. Dia beralasan sesuai pengaduan pihaknya soal pengangkatan 19 CPNS yang diduga ilegal ada beberapa tersangka yang diduga terlibat yakni RE Siahaan, Morris Silalahi, Tanjung Sijabat, dan mantan Sekda Almarhum Tagor Batubara.
Jansen juga menambahkan RE Siahaan harus diperiksa dengan alasan ke-19 orang tersebut sebagian besar keluarga dan saudara walikota. Selain itu RE Siahaan dinilai mengkangkangi hukum dengan tidak menerbitkan surat keputusan (SK) pemberhentian sesuai surat Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menjelaskan pengangkatan tersebut telah menyalahi mekanisme penerimaan CPNS selama ini. Menurutnya Polres Simalungun harus melayangkan surat ijin ke Presiden untuk segera memeriksa walikota.
Dikatakannya sejumlah nama tersangka yang diadukan pihaknya jangan dibiarkan bebas berkeliaran. Langkah tersebut menurutnya mempercepat pengungkapan tersangka dalam kasus dimaksud.
Jansen juga mendesak Polres agar melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat pemko yang telah memasukkan anaknya dalam penerimaan 19 CPNS formasi 2005 tersebut. (daud/jansen/kcm)