26 Juni, 2008

Ketua DPRD Siantar: Jika Gaji Tetap Dibayar, Pemko Lakukan Pembohongan Publik

Ditampungnya Gaji 19 CPNS 2005
Ater: RE Siahaan Harus Diadukan ke Komnas HAM Karena Merampas Hak 19 Orang


SIANTAR-SK: Ketua DPRD Pematangsiantar Lingga Napitupulu tak setuju jika dikatakan penggunaan hak angket oleh anggota DPRD dalam kasus 19 CPNS ilegal 2005 akan sia-sia karena gaji 10 CPNS tersebut telah disetujui dalam APBD 2008.
Lingga mengatakan pada prinsipnya DPRD meminta pemko tidak membayarkan gaji 19 orang tersebut. Menurutnya persoalan pemko tetap membayarkan gaji atau tidak maka DPRD akan melihatnya dalam perhitungan akhir anggaran keuangan 2008. “Ini yang akan kita pantau dan jika tetap dibayar maka pemko telah melakukan pembohongan publik,” jelasnya.
Lingga berprinsip jika instruksi legislatif tersebut tidak dilaksanakan pemko maka kemungkinan secara kelembagaan, DPRD akan bersikap atas tindakan pembayaran gaji terhadap 19 CPNS yang diduga ilegal tersebut.
Dikatakannya dalam pembayaran gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), a DPRD tidak mencampurinya karena gaji tersebut dialokasikan melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Dijelaskannya anggaran DAU tidak boleh dikurangi sesuai penyaluran pusat ke daerah. Adanya surat Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengenai pembatalan Nomor Induk Pegawai (NIP), Lingga berpendapat bukan menjadi keharusan dan wewenang gaji 19 CPNS agar dihapuskan. “Pastinya sesuai keputusan DPRD akan dilihat melalui perhitungan apakah dibayar atau tidak,” ujarnya.
Dia menyayangkan tudingan DPRD berbuat bodoh karena menyetujui pembayaran gaji tersebut. “Janganlah ada pernyataan seperti itu, kita bertindak sesuai aturan dan mekanisme yang ada,” tandasnya.
Sementara itu praktisi hukum Sarles Giltom, SH, mengutarakan langkah yang ditempuh DPRD mengajukan hak angket dalam kasus 19 CPNS tersebut harus dilakukan secara prosedural sesuai tata tertib (tatib) DPRD dan sesuai Undang- Undang (UU) No 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah. “Jadi ada aturan main, dan saya menilai pengajuan hak angket adalah langkah yang tepat,” katanya.
Dikatakannya melalui hak angket, DPRD memanggil Walikota RE Siahaan untuk mempertanyakan duduk persoalan penerimaan CPNS formasi 2005. Sarles mengatakan, jika dalam pertemuan antara DPRD dan walikota nantinya ditemukan dugaan pelanggaran hukum, maka DPRD dapat menyerahkan hasilnya ke penyidik agar ditindaklanjuti.
Di tempat terpisah, salah seorang tokoh masyarakat Siantar Ater Siahaan menilai RE Siahaan sebagai penanggungjawab penerimaan CPNS 2005 juga harus diadukan ke Komnas HAM. Menurutnya, tindakan pemko yang meluluskan 19 orang CPNS formasi 2005 yang tidak memenuhi syarat, telah melanggar hak asasi 19 orang warga yang seharusnya duduk menempati posisi tersebut. "Bayangkan saja, dari 19 CPNS tersebut, bahkan ada yang tidak mengikuti ujian sama sekali, namun diluluskan. Ini merupakan tindakan perampasan dan pengebirian hak 19 orang yang seharusnya mendapatkan posisi ini," ujar ketua IPK tersebut.
Lebih jauh Ater mengatakan tindakan melaporkan Pemko ke Komnas HAM oleh korban, sangat tepat. Hal ini mengingat hingga kini, pihak Polres Simalungun, belum juga menahan satupun pejabat pemko, meski sudah menetapkan kepala BKD sebagai tersangka. "SK 19 CPNS itu saja sudah dicabut oleh BKN, ini adalah bukti mereka tidak sah. Namun tak satupun yang ditahan. Jadi lebih baik korban CPNS mengadukan pemko ke Komnas HAM, agar hal ini diproses," sarannya lagi.
DPRD Siantar, menurut Ater, seharusnya melindungi warganya yang telah dizolimi haknya oleh Pemko. "Saran saya, segeralah para korban mengadukan pemko dan jajarannya ke Komnas HAM dan hal ini akan saya dukung penuh," ujarnya. (jansen/simon)