30 Agustus, 2008

Konser Sheila on 7 di Siantar Diprotes, Masyarakat akan Ajukan Gugatan Class Action


Merusak Remaja, Tanda Masuk Wajib Beli Sebungkus Rokok

Kak Seto: Saya Mendukung Gugatan Class Action demi Kepentingan Anak


SIANTAR-SK: Konser musik Sheila On 7 yang dilaksanakan di Lapangan Brimob, Pematangsiantar, Minggu, 17 Agustus lalu, dan diselenggarakan oleh event organizer Anak Medan Production bekerjasama dengan PT PDIT, sebuah perusahaan rokok yang memproduksi rokok X Mild, menimbulkan protes keras dari banyak warga masyarakat. Pasalnya, untuk bisa menonton acara tersebut penonton diharuskan membeli sebungkus rokok X Mild seharga Rp8000. Padahal, seperti diketahui, penonton acara musik ini sebagian besar adalah remaja.
Sinar Keadilan mencoba membuktikan kebenaran dari protes warga tersebut. Hasilnya, saat Sinar Keadilan mencoba masuk tanpa membawa sebungkus rokok, seorang panitia melarang masuk sembari mengatakan harus membeli sebungkus rokok dulu. Di luar arena, beberapa gadis cantik bersiliweran menjajakan rokok yang langsung ludes dibeli penonton yang ingin masuk. Ironisnya, sebagian penonton adalah remaja putri.
Beberapa remaja yang ditanyai Sinar Keadilan juga menyatakan keberatannya dengan tanda masuk sebungkus rokok. “Saya tidak merokok tapi dipaksa membeli rokok biar bisa masuk nonton Sheila on 7,” ujar Frans Pasaribu, yang baru berusia 17 tahun, sembari menunjukkan rokok yang dibelinya kepada Sinar Keadilan. Beberapa remaja lainnya juga mengakui hal yang sama, harus membeli rokok.
Sumihar Pardede, salah seorang warga yang protes keras, mengatakan panitia telah merusak generasi muda dengan mengajak merokok. Menurutnya, tanda masuk dengan membeli sebungkus rokok merupakan ajakan yang nyata bagi remaja untuk merokok. “Kami memprotes keras dan bersama dengan warga lainnya berencana akan mengajukan gugatan class action ke pengadilan karena panitia telah nyata mengajak remaja merokok. Sebagian besar para penonton ini adalah anak sekolah,” ujar Sumihar, aktivis dan tokoh politik di Pematangsiantar yang lebih dikenal dengan nama Choki Pardede.
Choki melanjutkan panitia dan perusahaan rokok tersebut hanya mementingkan keuntungan tanpa melihat efeknya bagi remaja. “Ini benar-benar budaya kapitalis yang hanya melihat untung meski harus mengorbankan generasi muda,” ujarnya.
Seto Mulyadi, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), mendukung usaha warga untuk melakukan class action terhadap panitia dan perusahaan rokok tersebut. “Kami mendukung sekali upaya para orangtua (melakukan class action) tersebut dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Upaya melindungi anak-anak dan remaja dari bahaya rokok memang harus dilakukan oleh semua lapisan, termasuk para orangtua sendiri,” ujar Seto atau akrab dipanggil Kak Seto, yang saat ini sedang berada di New York, Amerika Serikat, kepada Sinar Keadilan lewat telepon.
Sementara itu saat dikonfirmasi langsung di tempat acara, penyelenggara dari Anak Medan Production, melalui manajernya Very Sumbayak, mengatakan penggunaan rokok sebagai tanda masuk, hanya bertujuan membatasi penonton. Lebih jauh dia mengatakan hal ini juga telah disosialisasikan dalam selebaran yang beredar. "Kita tidak mencari untung dalam hal ini, karena harga jual yang diberikan tidak sebanding dengan apa yang dikeluarkan untuk acara ini," ujarnya.
Ketika ditanya mengapa harus membeli rokok, kenapa tidak pakai tiket senilai tertentu, Very dengan enteng menjawab,"jika keberatan jangan datang dalam acara tersebut."
Menurutnya, orangtua yang harus melarang anaknya, jika si anak tidak diinginkan hadir dalam acara hiburan ini. "Kita hanya ingin memberikan hiburan bagi Siantar," tukasnya. (fetra/simon)