Jika Ruislag Terlaksana, Negara Dirugikan Rp33 Miliar!
SIANTAR-SK: Proses ruislag atau tukar guling aset Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar yakni bangunan dan tanah SMA Negeri 4 dan SD Negeri 122350 dengan tiga bangunan milik PT Detis Sari Indah, diduga sarat dengan korupsi. Proses ruislag diduga tidak sesuai dengan aturan dan nilai yang ditawarkan PT Detis Sari Indah tak sesuai dengan nilai aset pemko. Demikian dikatakan Jan Wiserdo Saragih, Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia (KNPSI) kepada Sinar Keadilan, Minggu (3/8).
Menurut Jan Wiserdo, seharusnya Pemko Siantar mengumumkan secara terbuka jika ingin me-ruislag aset pemko. “Harus diumumkan dan ditawarkan secara terbuka kepada investor. Kemudian investor yang berminat memasukkan penawaran lengkap dengan bangunan pengganti. Setelah itu lalu diumumkan siapa pemenangnya,” ujar Jan Wiserdo.
Faktanya, katanya, pemko tak melakukan penawaran terbuka. Tiba-tiba PT Detis Sari Indah masuk menjadi investor. “Patut diduga kuat terjadi kolusi antara pemko dan PT Detis Sari Indah,” katanya.
Jan Wiserdo menambahkan karena tak diumumkan secara terbuka, muncul beberapa kejanggalan yang diduga bagian dari persekongkolan antara Pemko Siantar dengan PT Detis Sari Indah.
Dia memberikan beberapa bukti antara lain PT Detis Sari Indah terlebih dahulu membangun tiga bangunan pengganti sebelum melakukan persetujuan dengan pemko. “Logikanya setelah ada persetujuan dulu baru bangunan pengganti dibangun,” ujar Jan Wiserdo.
Kejanggalan lain, 14 Desember 2006, Walikota Pematangsiantar mengajukan permohonan persetujuan kepada DPRD untuk melakukan ruislag SMA Negeri 4 dan SD Negeri 122350, yang membuktikan bahwa terlebih dahulu ada kesepakatan antara Pemko Siantar dengan PT Detis Sari Indah barulah walikota mengajukan persetujuan kepada DPRD. “Seharusnya sesuai peraturan, Pemko Siantar harus meminta persetujuan dari DPRD baru kemudian membuat kesepakatan dengan investor, bukan sebaliknya,” ujar Jan Wiserdo.
Lebih lanjut dia mengatakan, kejanggalan lainnya adalah pada luas tanah dan bangunan yang akan diruislag. Sebelumnya, berdasarkan surat walikota luas yang akan di-ruislag 24.621 meter persegi. Namun oleh Tim Tukar Menukar Barang yang dibentuk walikota, luas SMA 4 dan SD Negeri 122350 hanya 20.016 meter persegi atau terdapat selisih luas sebesar 4605 meter persegi.
Selain itu, kata Jan Wiserdo, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk harga tanah SMAN 4 dan SD Negeri 122350 hanya Rp1,4 juta per meter persegi. “Padahal bangunan itu terletak di pusat kota atau di jantung kota Siantar. Harga tanah di situ sekarang Rp2,5 juta per meter persegi. Harga tanah di Jalan Cokroaminoto yang merupakan jalan kelas II dan III saja sekarang sudah Rp2 juta. Tak mungkin harga di pusat kota di bawah Rp 2 juta,” katanya. Jan Wiserdo mengatakan berdasarkan kajian dan perhitungan yang mereka lakukan, nilai total aset SMA Negeri 4 dan SD Negeri 122350 ini sebesar Rp49,2 miliar.
Lebih jauh dia mengatakan yang menguatkan terjadinya persekongkolan antara Pemko Siantar dengan PT Detis Sari Indah adalah nilai tiga bangunan yang ditawarkan PT Detis Sari Indah hanya Rp16, 2 miliar. “Jadi apabila benar-benar terjadi ruislag, negara akan dirugikan Rp33 miliar. Inikan korupsi gila-gilaan,”ujar Jan Wiserdo. Dia meminta agar proses ruislag ini dibatalkan dan dilakukan kajian ulang agar tidak merugikan negara.
Di tempat terpisah, salah seorang orangtua murid SMA Negeri 4, Jansen Napitu, mempertanyakan kenapa Walikota Pematangsiantar RE Siahaan ngotot untuk meruislag SAM Negeri 4. Menurutnya, tidak ada alasan yang cukup kuat bagi walikota untuk melakukan ruislag.
“Kalau alasan bahwa di Jalan Pattimura (lokasi SMA Negeri 4 dan SD Negeri 122350, red.) cukup bising dan macet sehingga tidak nyaman bagi proses belajar, itu alasan yang mengada-ada. Beberapa sekolah yang juga kualitasnya bagus ada di pinggir jalan raya seperti Kalam Kudus, Methodist, dan Sultan Agung. Lagipula selama ini proses belajar mengajar di SMA tidak pernah terganggu. Lalau kenapa walikota ngotot agar di-ruislag? Ini patut dicurigai, apalagi proses ruislag ini tak transparan,” ujar Jansen yang juga aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat. (fetra)