29 Agustus, 2008

Siswa SMA Negeri 4 Pematangsiantar Kembali Unjukrasa Tolak Perpindahan Sekolah


Tak Berani Temui Siswa, Walikota Disebut Pengecut

SIANTAR-SK: Kemarin, Senin (4/8), ratusan siswa SMA Negeri 4 Pematangsiantar, untuk kesekian kalinya melakukan unjukrasa menentang perpindahan sekolah mereka dari Jalan Pattimura ke Jalan Gunung Sibayak. Aksi unjukrasa kali ini lebih berani karena mereka tak hanya mendatangi Gedung DPRD namun juga mendatangi Rumah Dinas Walikota Pematangsiantar. Di depan rumah dinas, para siswa meneriakkan agar Walikota RE Siahaan berani menemui mereka untuk memberi penjelasan kenapa sekolah mereka harus di-ruislag atau ditukar guling. Namun sampai aksi mereka bubar, walikota sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. Tampak berjaga di rumah dinas beberapa anggota Satpol PP dan beberapa orang yang selama ini dikenal dekat dengan Walikota RE Siahaan.
Dalam orasinya, seorang siswa mengatakan walikota pengecut karena tak berani menemui siswa. “Walikota tak berani menemui kita karena dia tahu bersalah,” ungkap seorang siswa lainnya.
Beberapa siswa yang ditanya Sinar Keadilan mengaku ikut unjukrasa karena merasa prihatin sekolah mereka akan diganti dengan pusat perbelanjaan dan dipindah ke tempat yang lebih jauh yang akan menambah waktu dan beban ongkos. “Unjukrasa ini murni keinginan kami, bukan karena disuruh orang lain. Kami tidak ingin sekolah kami dipindah,” ungkap seorang siswa kelas XII, yang tidak mau disebut namanya.
Sebelumnya, beberapa kalangan menyesalkan aksi unjukrasa yang dilakukan ratusan siswa ini. Menurut mereka, tugas siswa adalah belajar bukan unjukrasa. Namun pernyataan ini ditentang salah seorang orangtua siswa, Jansen Napitu. Menurut Jansen, siswa saat ini sudah pintar, mampu memilah mana yang mereka anggap baik dan mana yang tidak baik. “Mereka melihat bahwa ruislag ini merugikan mereka, makanya mereka ikut melakukan unjukrasa,” kata Jansen.
Unjukrasa kemarin dimulai dari halaman sekolah SMA Negeri 4 sekitar pukul 10.30 Wib. Dari sekolah, para siswa tersebut berjalan kaki atau long march menyusuri Jalan Sutomo menuju Gedung DPRD Pematangsiantar. Sampai di Gedung DPRD, untuk beberapa saat lamanya, tak seorangpun anggota DPRD yang mau menerima mereka.
Akhirnya, muncul beberapa anggota DPRD yakni Grace Christiane, Ronald Tampubolon, Pardamean Sihombing, dan Jonny Siregar. Kepada ratusan siswa, Grace mengatakan DPRD sebenarnya telah mengundang Walikota Pematangsiantar, Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Pematangsiantar Hodden Simarmata, Kepala Sekolah SMAN 4, dan komite sekolah. “Namun sampai jam 11 ini, tak satupun dari mereka yang mau datang,” ujar Grace yang disambut teriakan huuu dan pengecut, dari seluruh siswa.
Karena tak mungkin melakukan dialog, ratusan siswa ini kemudian bergeser ke Kantor Walikota Pematangsiantar yang persis berada di samping Gedung DPRD. Di kantor walikota, tak satupun pejabat Pemko Siantar yang mau menemui mereka. Bahkan setelah dilihat ke dalam, hampir tak ada pegawai yang masuk kantor. Kondisi ini membuat ratusan siswa hanya geleng-geleng kepala. “Bagaimana bapak-bapak itu bisa menjadi contoh bagi kita kalau jam kantor seperti ini mereka tak ada di ruangan? Apa yang pantas dicontoh dari mereka? Jangan hanya bisa korupsi tetapi kerja tak becus. Harusnya mereka yang mencontoh kita, mau berjuang demi kebenaran, bukan menjadi pengecut,” kata seorang siswa dengan lantang yang disambut rekan-rekannya dengan teriakan setuju.
Karena tak ada yang menemui mereka di kantor walikota, ratusan siswa ini dengan bersemangat kemudian bergerak ke Rumah Dinas Walikota di Jalan MH Sitorus. Di sini, mereka melakukan orasi meminta agar ruislag dan perpindahan sekolah mereka dibatalkan. Lebih satu jam mereka melakukan unjukrasa di depan rumah dinas ini. Anehnya, selama melakukan long march dan unjukrasa, terutama di depan rumah dinas, sama sekali tak ada yang memberikan air minum kepada mereka. Beberapa siswa tampak kehausan. Meski demikian, mereka tetap bersemangat melakukan unjukrasa.
Secara terpisah salah satu alumni SMAN 4, Daliansyah Saragih, yang ikut dalam aksi tersebut diteror sekelompok orang tidak dikenal di sekitar Lapangan H Adam Malik. Daliansyah mengatakan usai pulang dari rumah dinas walikota, dia dipanggil dua orang dengan ciri-ciri badan tinggi dan tegap pangkas cepak serta memakai kalung.Yang satunya lagi bertubuh pendek, gemuk dan berambut putih.
“Mereka tanya saya aktivis darimana dan berapa dibayar Jansen Napitu, (Ketua Forum Komunikasi Orang Tua Siswa) agar ikut aksi demo,” papar alumnus 2006 tersebut.
Dia menambahkan salah seorang oknum tersebut meminta dirinya tidak membuat keributan di Siantar dan mengajak anaknya unjukrasa. Anehnya saat Daliansyah meminta agar ditunjukkan siapa anaknya, oknum tersebut hanya diam. Daliansyah juga mengakui sempat akan dipukul dan dipaksa difoto bersama oknum tersebut dan merekam suaranya.
Menyikapi aksi unjukrasa siswa tersebut, Sinar Keadilan mencoba meminta tanggapan Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Kadis Penjar) Pematangsiantar Hodden Simarmata. Namun beberapa kali dihubungi, juga melalui pesan layanan singkat (sms), sampai berita ini diturunkan, Hodden tak bersedia menjawab. (fetra/jansen)