Masalah ruislag SMA Negeri 4 Pematangsiantar, terutama setelah ratusan siswanya melakukan unjukrasa ke Gedung DPRD, Kantor Walikota, dan bahkan ke Rumah Dinas Walikota, menimbulkan beragam pendapat pro dan kontra. Masalah ruislag ini kemudian menjadi topik menarik yang sering diperbincangkan masyarakat Pematangsiantar. Untuk memberi kejelasan bagaimana awalnya proses ruislag ini dimulai, berikut kronologi permasalahan ruislag dan beberapa peristiwa yang menyertainya:
1. 14 Desember 2005, dengan surat Nomor: 14/DSI-05 yang ditujukan kepada Walikota Pematangsiantar, PT Detis Sari Indah memohonkan akan meruislag SMAN 4 Jl Sutomo, Pattimura dan Merdeka dengan 3 unit bangunan sekolah.
2. 22 Juni 2006, Walikota Pematangsiantar meminta respon kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran dan Ketua Komite Sekolah SMAN 4 sehubungan dengan program pemerintah yang akan memindahkan sekolah negeri dan swasta ke kawasan lain, sesuai dengan surat nomor: 050/4353/VI/2006.
3. 14 Agustus 2006 dengan surat Nomor 15/DSI/06. PT Detis Sari Indah memohonkan kembali kepada Walikota Pematangsiantar untuk meruislag SMAN 4 dengan 3 gedung, dan lahan SMAN 4 tersebut akan didirikan bangunan perhotelan, pertokoan dan mal.
4. 1 September 2006, dengan surat nomor: 425/38.75.2.53/2006 yang ditujukan kepada Walikota Pematangsiantar, yang pada intinya menyatakan dibutuhkan 2 unit Sekolah Baru (USB), 1 unit untuk tingkat SMP, 1 unit Balai Latihan dan Pengupayaan Perguruan Tinggi Negri.
5. 10 Oktober 2006, dengan surat keputusan Nomor 593.33-2728/WK-Tahun 2006, walikota menetapkan dan membentuk Tim Tukar Menukar Barang berupa tanah milik Pemko Pematangsiantar.
6. 14 Desember 2006, dengan surat Nomor: 425/8772/XII/2006, yang ditujukan kepada Ketua DPRD Pematangsiantar, Walikota Pematangsiantar memohonkan persetujuan DPRD Pematangsiantar untuk meruislag SMAN 4 dan SD 122350.
7. 13 Maret 2007 dengan surat nomor: 425/4255/DPRD/IV/2007 yang ditujukan kepada DPRD Pematangsiantar, Walikota Pematangsiantar kembali memohonkan kepada DPRD Pematangsiantar untuk memberikan persetujuan meruislag SMAN4 dan SDN 122350 dengan keterangan yang di ruislag adalah tanah seluas 24.621 M2, dengan nilai harga Rp 34.956.967.000.
8. 17 April 2007, DPRD Pematangsiantardengan surat Nomor: 425/4255/DPRD/IV/2007 yang ditujukan kepada Walikota Pematangsiantar yang pada pokoknya menyatakan memberikan Persetujuan Permohonan Tukar Menukar Barang Milik Pemerintah Pematangsiantar berupa tanah bangunan SMAN 4 dan SD 122350 seluas 24.621 M2. Dengan nilai harga Rp 34.956.967.000.
9. 27 April 2007, melalui sebuah media lokal, Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Pematangsiantar Hodden Simarmata menyatakan bahwa ketiga gedung sekolah yang ada di Jalan Gunung Sibayak, Jalan Sisingamangaraja, dan di Tanjung Pinggir adalah sekolah Swasta dan tidak mungkin swasta membangun sekolah negeri.
10. 29 Januari 2008, tim penilai independen (PT Procon) memberikan pemaparan di Gedung DPRD Pematangsiantar. Hasil kajian tim ditaksir nilai ruilslag SMA 4 sebesar Rp45 miliar dan barang milik PT Detis Sari Indah sekitar Rp35 miliar. Menurut anggota DPRD, Grace Christiane, harga itu tidak sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang diperkirakan tanah dan bangunan SMAN 4 mencapai Rp60 miliar. Anggota DPRD lainnya, Muslimin Akbar juga mengatakan kekecewaannya terjadap hasil penilaian PT Procon. Menurutnya nilai yang dipaparkan tidak transparan dan harga penilaiannya jauh di bawah standar. Kekecewaan Muslimin berlanjut saat dia hendak meminta data itu dari tim independen tetapi tidak diperbolehkan dengan alasan harus permisi dari pemko.
11. 4 Juli 2008 Walikota Pematangsiantar melalui surat Nomor: 011/4059/VII/2008 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Pematangsiantar meminta agar siswa kelas X (kelas 1) mengikuti kegiatan belajar mengajar di gedung yang dibangun PT Detis Sari Indah di Jalan Gunung Sibayak, Siantar Timur.
12. 8 Juli 2008, Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Pematangsiantar melalui surat Nomor: 420/2944.PP/2008 memerintahkan Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Pematangsiantar untuk menggunakan gedung yang terletak di Jalan Gunung Sibayak, Siantar Timur.
13. 11 Juli 2008, Komite Sekolah SMA Negeri 4 Pematangsiantar dengan tegas menolak rencana perpindahan sekolah dari Jalan Pattimura ke Jalan Gunung Sibayak. Menurut Ketua Komite Sekolah SMAN 4 Djarusdin Sitio, surat dari walikota dan Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Kadispenjar) Pematangsiantar yang memerintahkan kepala sekolah untuk melaksanakan pendaftaran siswa baru di Jalan Gunung Sibayak menimbulkan keresahan bagi siswa dan orangtua. Menurutnya sesuai rapat komite, orangtua siswa menilai lokasi SMAN 4 masih layak dan cukup untuk menampung siswa kelas X (kelas 1) tahun ajaran 2008/2009.
14. 1 Agustus 2008 ratusan siswa SMA Negeri 4 Pematangsiantar menggelar unjukrasa di halaman Gedung DPRD Siantar menolak rencana ruislag gedung sekolah mereka dan menolak perpindahan lokasi belajar dari Jalan Pattimura ke Jalan Gunung Sibayak, Siantar Selatan. Lengkap dengan atribut pramuka, para siswa tersebut memulai unjukrasa saat siswa kelas XI dan XII (kelas 2 dan 3) melakukan orasi di halaman SMAN 4 Jalan Pattimura. Selanjutnya mereka melakukan long march sepanjang Jalan Sutomo, berbelok melalui Jalan Imam Bonjol tembus Jalan Pane, menuju lokasi gedung sekolah milik swasta di Jalan Gunung Sibayak yang untuk sementara dipinjam dan digunakan oleh SMAN 4 untuk lokasi belajar kelas X (kelas 1). Selanjutnya, dari Jalan Sibayak, seluruh siswa tersebut dengan berjalan kaki menuju Gedung DPRD Siantar di Jalan Merdeka.
15. 4 Agustus 2008 ratusan siswa SMA Negeri 4 Pematangsiantar, kembali melakukan unjukrasa menentang perpindahan sekolah mereka dari Jalan Pattimura ke Jalan Gunung Sibayak. Aksi unjukrasa kali ini lebih berani karena mereka tak hanya mendatangi Gedung DPRD namun juga mendatangi Rumah Dinas Walikota Pematangsiantar. Di depan rumah dinas, para siswa meneriakkan agar Walikota RE Siahaan berani menemui mereka untuk memberi penjelasan kenapa sekolah mereka harus di-ruislag atau ditukar guling. Namun sampai aksi mereka bubar, walikota sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. (Sumber: KNPSI dan data Sinar Keadilan)