06 Maret, 2008

Hati-hati, Gereja Telah Menjadi Corong Politik

Para Pendeta BKAG Siantar-Simalungun Doakan Salah Satu Cagubsu
SIANTAR-SK: Ketatnya persaingan merebut simpati pemilih membuat beragam cara dilakukan para calon, salah satunya menjebak gereja untuk menjadi corong mereka. Gereja pun lantas menjadi tempat kampanye terselubung.
Melihat polemik tersebut salah seorang pendeta GKPI Resort Siantar III Pdt Edwin Sianipar, Kamis (6/3), mengungkapkan keprihatinannya terhadap gereja di Siantar-Simalungun yang terjebak dalam politik praktis tersebut.
“Gereja tidak dilarang berbicara politik tetapi jangan sampai mempengaruhi umatnya untuk memilih salah satu calon bahkan menjadi corong politik,” jelasnya.
Edwin mengatakan gereja saat ini sudah terjebak oleh permainan kotor politik akibat kepentingan oknum-oknum di tubuh gereja tersebut.
Dia juga sangat menyayangkan sikap Badan Kerukunan Antar Gereja (BKAG) Siantar-Simalungun yang membuat pertemuan dengan mengundang semua pendeta, Senin (3/3), di Sopo Godang HKBP untuk mendoakan salah satu Cagubsu. Bahkan di salah satu media, pengurus BKAG beralasan doa tersebut ditujukan kepada calon yang dinilai merupakan anak Tuhan. “Ini kesalahan fatal dan menyebabkan perpecahan dengan mendoakan salah satu calon. BKAG telah terjebak politik,” ujarnya.
Dia berpendapat BKAG harusnya membuat pernyataan sikap kepada semua gereja yang tergabung dalam BKAG mengenai pencerahan politik terkait Pilgubsu 2008. Bukan mengklaim semua gereja Siantar-Simalungun mendukung salah satu Cagubsu.
“Kalau mau adil kelima Cagubsu itu diundang untuk memaparkan visi dan misinya, jangan hanya tertentu saja yang didoakan,” paparnya.
Untuk itu dia menghimbau semua umat gereja agar berpikir kritis terhadap semua Cagubsu bukan karena ada yang beragama Kristen. Edwin beralasan negara ini mempunyai azas nasionalis yang tertuang dalam Bhineka Tunggal Ika.
Edwin juga mempertanyakan AD/ART dari BKAG sendiri yang menjagokan salah satu calon dengan alasan anak Tuhan. Hal ini bertolak belakang dengan adanya calon lain yang beragama sama.“Sesudah didoakan maka mereka akan mendapatkan apa dan kalau doa itu tidak jitu apa akibatnya,” katanya dengan tersenyum.
Dia juga mengingatkan ada tiga fungsi gereja yakni diakonia (melayani), marturia (bersaksi), dan koinonia (bersekutu). Dia berharap gereja tidak lari dari fungsinya dengan mendoakan jemaatnya yang sakit bukan malah mendoakan calon yang mungkin telah memberikan iming-iming yang tidak pasti.
Sikap para pemimpin gereja yang telah jauh melangkah tersebut juga sangat disayangkan Ketua Gerakan Pemuda Demokrasi Indonesia Perjuangan (GPDIP) Siantar Carles Siahaan.
“Mereka itu pemimpin umat bukan pemimpin politik yang menjadikan gereja sebagai jalur politik tertentu,” terangnya.
Carles menilai sikap para pendeta tersebut mencerminkan betapa rendahnya harga diri mereka sebagai hamba Tuhan hanya karena diberikan sejumlah uang.
“Kalau sudah begini gereja itu akan dibawa kemana, eksistensinya sudah terlalu jauh mencampuri politik,” tukasnya. (jansen)