22 Maret, 2008

RE Siahaan Harus Secepatnya Ditangkap

Kasus 19 PNS Siluman

SIANTAR-SK: Walikota Pematangsiantar RE Siahaan harus secepatnya ditangkap dan dijadikan tersangka dalam kasus 19 PNS siluman. Pendapat tersebut disampaikan Ketua LSM Lembaga Pengawasan dan Kepelaporan Aset Negara (Lepaskan) Jansen Napitu, Rabu (19/3), di kantornya.
“Secepatnya harus ditangkap tidak ada alasan lagi,” ungkapnya.
Jansen beralasan RE Siahaan adalah penanggungjawab penerimaan CPNS formasi 2005. Surat Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah menetapkan bahwa pengangkatan 19 PNS tersebut tak sesuai aturan. BKN merekomendasikan agar 19 PNS tersebut dipecat. “RE Siahaan tak boleh leluasa bergerak, akibat perbuatannya mengakibatkan kerugian masyarakat dan negara,” terangnya.
Dia berharap Polres Simalungun yang sudah menerima surat tembusan BKN harus menetapkan RE Siahaan sebagai tersangka dan menangkapnya.
Lebihlanjut dia meminta polisi dapat mengembangkan penyelidikan tersangka. Ini berdasarkan surat pengaduan Lepaskan yang kedua pada 27 September 2007 yang melaporkan empat tersangka yakni walikota, Sekda almarhum Tagor Batubara, Kepala BKD Morris Silalahi dan panitia penerimaan CPNS Tanjung Sijabat. Hal ini sesuai dengan surat pengaduan no pol : STPL / 636 / IX / 2007/ SIMAL yang diterima Ipda Agusman Saragih.
Jansen juga mengatakan selain empat tersangka tersebut, 19 PNS tersebut juga dapat dijadikan tersangka. Karena 19 orang tersebut jelas mengetahui tidak ikut ujian dan tidak lulus tetapi diangkat menjadi PNS.
“Jelas prosedur pengangkatan mereka (19 PNS-red) melanggar hukum jadi ikut terlibat melakukan tindak pidana,” jelasnya.
Di satu sisi Jansen menyayangkan sikap Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) Pematangsiantar yang mengatakan tidak menerima surat tembusan BKN dan berasumsi surat tersebut palsu.
“Apa alasan KPPN tidak mengakuinya, jelas ada dugaan permainan kenapa harus disembunyikan,” kata Jansen.
Dia menilai sikap KPPN layak dipertanyakan karena berusaha menyembunyikan surat tersebut.
“Tidak logika surat BKN palsu, sedangkan Polres Simalungun telah mendapatkan tembusannya,” ujarnya.
Sebelumnya Kapolres Simalungun AKBP Rudi Hartono, SH, Sik, Selasa (18/3) mengatakan walikota RE Siahaan selaku penanggungjawab penerimaan CPNS tahun 2005 kemungkinan terlibat dan bila terbukti akan menjadi tersangka utama.
Sebelumnya diberitakan, diduga terjadi manipulasi seleksi penerimaan CPNS 2005, dimana terdapat 6 orang CPNS tidak ikut seleksi dan 13 orang yang tak lulus seleksi tetapi diusulkan mendapatkan Nomor Induk Pegawai (NIP) oleh walikota ke BKN.
Dugaan manipulasi seleksi CPNS ini tengah disidik oleh Polres Simalungun.
Ke-19 orang ini akhirnya mendapat nomor induk pegawai (NIP) dan memperoleh hak sebagaimana calon pegawai negeri sipil (CPNS) berupa gaji dan tunjangan. Setelah ada laporan dugaan manipulasi dari Lembaga Pengawas dan Pelaporan Aset Negara (Lepaskan) tanggal 4 Juni 2007, Badan Kepegawaian Negara (BKN) akhirnya meminta Walikota Pematang Siantar memberhentikan ke-19 orang ini sebagai PNS.
Dugaan manipulasi seleksi CPNS ini tengah disidik oleh Polres Simalungun. Menurut Kapolres Simalungun AKBD Rudi Hartono yang dihubungi di Perdagangan, Selasa (18/3), kemungkinan memang ada keterlibatan Walikota Pematangsiantar selaku penanggung jawab seleksi penerimaan CPNS di jajarannya. Hanya saja polisi belum memeriksa RE Siahaan, karena masih harus mendapat izin dari Presiden. "Kalau memang dia terlibat, ya kami akan periksa, " katanya.
Rudi mengatakan, Polres Simalungun telah memeriksa 27 saksi terkait dugaan manipulasi seleksi CPNS ini. Dalam waktu dekat Polres Simalungun, kata Rudi, akan menetapkan tersangka dalam kasus ini. Pekan depan kami akan gelar perkara di Polda Sumut. "Yang jelas pejabat pelaksana langsung dan penanggungjawabnya bakal jadi tersangka," ujar Rudi.
Keterlibatan Walikota Pematangsiantar menurut Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumut Mangasing Mungkur, terlihat dari surat pengusulan 256 orang pelamar umum untuk mendapatkan nomor induk pegawai (NIP), di mana ke-19 nama yang tak berhak itu ikut di dalamnya. Selain wali kota, pejabat lain yang diduga terlibat adalah ketua panitia penerimaan yang dijabat Sekda Pematang Siantar saat itu almarhum Togar Batubara dan sekretaris panitia yang dijabat Kepala BKD Pematang Siantar Moris Silalahi.
Kalau lihat ketentuan PP Nomor 32 Tahun 1979 ini jelas kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Mungkur mengatakan penerimaan CPNS formasi 2005 di Sumut dilakukan bulan Februari 2006. Proses penerimaan ini dikoordinir oleh Pemprov Sumut. Khusus untuk pelamar umum, BKD Sumut menunjuk Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai penyeleksi, termasuk mencetak soal dan lembar jawaban.
Setelah proses seleksi selesai, hasilnya berupa rangking peserta diserahkan ke kabupaten/kota yang bersangkutan. Ketentuannya, rangking tertinggi yang berhak lulus menja di CPNS. Jadi kalau satu jabatan butuh empat formasi, maka rangking satu sampai empat yang berhak menjadi CPNS di jabatan tersebut. Hasil perangkingan ini juga kami serahkan ke BKN, agar mereka mengecek silang, nama-nama CPNS yang diusulkan bupati dan wali kota. Jangan sampai mereka mengusulkan nama-nama di luar yang berhak, ujar Mungkur.
Namun yang terjadi di Pematangsiantar menurut Mungkur sudah jelas-jelas berupa manipulasi, karena ada pelamar yang rangkingnya tak memenuhi syarat malah diusulkan mendapatkan NIP (lulus seleksi CPNS). Yang lebih parah, ada yang tak ikut seleksi malah dianggap lulus dan diusulkan mendapat NIP, katanya.
BKN menurut Mungkur akhirnya mengakui kekeliruan mereka memberikan NIP kepada enam orang yang tak ikut seleksi dan 13 orang yang ikut seleksi tetapi tak lulus. Terbukti BKN mengirimkan surat kepada Walikota Pematangsantar tanggal 28 Desember 2007 agar memberhentikan ke-19 orang ini.
Sementara itu Ketua Gerakan Pemuda Demokrasi Indonesia Perjuangan GPDIP Siantar Carles Siahaan menilai aparat hukum terkesan tidak transparan menetapkan tersangka.
“Jika memang cukup bukti para tersangkap tersebut hendaknya ditangkap,karena jelas merugikan masyarakat Siantar,” jelasnya singkat.
Carles menyarankan jika lembaga hukum tidak mampu menangkap RE Siahaan, sebaiknya diserahkan kepada rakyat Siantar untuk menghukum bersangkutan yang menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
“Biar masyarakat menghukumnya, karena menghianati kepercayaan selama ini sebagai seorang pemimpin di Siantar,” ketusnya.
Dia juga berharap agar tidak terjadi tarik ulur kasus CPNS Gate. (jansen/kcm)