SIANTAR-SK: Aura politisasi menjelang pilkada membuat berbagai usaha dilakukan oleh para calon memaksimalkan dukungan pemilih. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sesuai peraturan tak bisa berpolitik praktis, termasuk dalam mendukung salah satu calon atau ikut berkampanye. Namun, di beberapa daerah, PNS secara sengaja ikut menceburkan diri dalam kegiatan Pilkada mendukung salah satu calon.
Di Jawa Tengah, yang akan mengadakan Pilkada Gubernur 22 Juni mendatang, empat PNS dikabarkan ikut berpolitik praktis. Mereka terancam sanksi. "Kita klarifikasi dulu, bagaimana sesungguhnya yang terjadi. Kalau terbukti pasti ada sanksi sesuai aturan yang berlaku," kata Gubernur Jateng, Ali Mufiz, di Kantor DPRD Jateng, Jalan Pahlawan, Semarang, Selasa (4/3).
Dari laporan yang diterima, lanjut Ali, ada empat PNS yang terindikasi berpolitik praktis dengan mendukung salah satu kandidat. Mereka berasal dari Kota Semarang, Kudus, dan Kebumen. Khusus untuk Kota Semarang, Ali mengaku sudah koordinasi dengan Wakil Walikota Machfudz Ali. Pihak Pemkot Semarang berjanji akan meneliti kabar tersebut dan melaporkan hasilnya ke Gubernur.
"PNS itu kan harus netral. Kalau tidak netral, berarti dia menyalahi aturan kepegawaian," tandas lelaki yang gagal menjadi cagub dari PDIP ini.
Mengenai kemungkinan adanya kepala daerah yang memaksa atau mengarahkan 'anak buah'-nya berpolitik praktis, Ali menyatakan pihaknya akan menegur kepala daerah tersebut. "Kalau ada pasti ditegur. Saya tak mau berandai-andai," imbuhnya.
Sebagai gambaran, dari lima pasang calon gubernur Jateng, empat diantaranya mempunyai unsur kepala daerah. Calon gubernur dari PKS-PD adalah Walikota Semarang, Sukawi Sutarip, cagub PPP-PAN (Bupati Kudus, M Tamzil), cawagub PDIP (Bupati Kebumen, Rustriningsih), dan cawagub PKB (Bupati Wonosobo, Kholiq Arief).
Kondisi Jateng tak banyak berbeda dengan Sumatera Utara. Tiga dari lima calon gubernur merupakan kepala daerah tingkat II yakni RE Siahaan (Walikota Pematangsiantar), Ali Umri (Walikota Binjai), dan Syamsul Arifin (Bupati Langkat). Uniknya, sama seperti Jateng, Gubernur Sumut pun tak menjadi calon.
Dalam Pilgubsu, tak tertutup kemungkinan PNS terlibat dalam pendukungan terhadap cagubsu, terutama calon yang juga kepala daerah. Tak usah jauh-jauh, di beberapa instansi pemerintah di Pematangsiantar terpampang beberapa stiker, poster, dan kalender bergambar salah satu cagubsu. Kalau gedungnya saja sudah dipenuhi gambar salah satu calon, bagaimana dengan para penghuninya?
Layak dipertegas, terutama oleh Panwaslih, bagaimana keterlibatan PNS dalam Pilgubsu ini. Melihat fenomena yang terjadi saat ini, peluang PNS digerakkan mendukung salah satu calon sangat besar. Menjadi tugas Panwaslih, apakah juga tutup mata dengan pelanggaran-pelanggaran seperti ini. (fet)