31 Juli, 2008
Aksi Solidaritas Pendeta untuk Umat Parmalim
MEDAN-SK: Pendeta dari berbagai gereja di Indonesia, Rabu (30/7) di Medan melakukan aksi solidaritas untuk umat Parmalim, kepercayaan lokal masyarakat Batak. Aksi solidaritas ini digelar terkait dengan sulitnya umat Parmalim di Medan membangun rumah peribadatannya sendiri.
Rencana membangun ruma parsaktian, tempat ibadat umat Parmalim, di Jalan Air Bersih Ujung Medan terhenti sejak Juli 2005. Penghentian ini karena masyarakat setempat menolak di lingkungan mereka dibangun ruma parsaktian. Para pendeta dari berbagai gereja di Indonesia yang tergabung dalam Forum Kebebasan Umat Beragama, sore tadi sempat melihat langsung lokasi pembangunan ruma parsaktian yang terhenti.
Menurut Pendeta Eric Barus dari Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), sebenarnya gereja-gereja di Indonesia juga tengah memperjuangkan kebebasan beragama. Menurut Eric, Forum Kebebasan Umat Beragama tengah berharap agar pemerintah melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak hanya mengakui enam agama resmi. "RKUHP ini kami harapkan juga menampung kepercayaan lokal seperti Parmalim. Kami sengaja datang untuk melihat secara dekat, mengapa umat Parmalim kesulitan mendirikan rumah peribadatannya sendiri," ujar Eric.
Pendeta Karmen Simorangkir dari Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) mengatakan, pihaknya sangat berharap, umat Parmalim juga bisa merasakan kebebasan beribadah seperti juga umat agama lain. "Ada harapan besar kami, agar umat Parmalim bisa beribadah seperti layaknya kami melakukan ibadah," katanya.
Pendeta Suste Simehe dari Gereja Kristen Injili Papua yang hadir dalam aksi solidaritas juga mengatakan harapan yang sama. Menurut dia, kepercayaan lokal seperti Parmalim tumbuh di banyak tempat di Indonesia seperti Papua.
Selain pendeta, solidaritas juga datang dari Forum Perduli Parmalim. Menurut salah seorang anggotanya, Prof DR Bungaran Antonius Simanjuntak, sudah selayaknya Parmalim sebagai kepercayaan lokal yang asli Indonesia mendapat penghargaan yang layak oleh negara. Sementara agama resmi yang diakui pemerintah justru datang dari luar (negeri), katanya.
Ketua Komunitas Parmalim Cabang Medan Risann Simanjuntak menuturkan, pembangunan ruma parsaktian yang sempat terhenti sejak tahun 2005 sebenarnya bisa kembali dilanjutkan. Menurut Risann, penolakan warga setempat terjadi karena ada perselisihan antara salah seorang warga dengan salah seorang pengikut Parmalim. Warga sebenarnya tak membenci seluruh umat Parmalim. "Ada masalah pertikaian pribadi salah seorang warga dengan salah seorang di antara kami, sehingga bangunan peribadatan Parmalim yang justru jadi korban," katanya.
Risann mengatakan, dengan adanya aksi solidaritas dari pendeta berbagai gereja ini, umat Parmalim di Medan berharap bisa dilakukan mediasi dengan warga setempat, sehingga pembangunan ruma parsaktian bisa dilanjutkan. Ruma parsaktian milik umat Parmalim Medan sebenarnya sudah berdiri dengan rangka tanpa atap. Akibat terhenti pembangunannya, rangka atap ruma parsaktian terancam lapuk, sementara semak belukar tumbuh di mana-mana di sekitar calon rumah peribadatan tersebut.
Saat aksi solidaritas berlangsung, salah seorang warga sempat menyatakan keberatan. Menurut dia, warga setempat jangan dituding sebagai penyebab terhentinya pembangunan ruma parsaktian. "Kami tak pernah diundang untuk berbicara," kata dia. (kcm)