MEDAN—SK: Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara saat ini menyelidiki kasus-kasus korupsi di hampir semua daerah di Provinsi Sumatera Utara. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Gortap Marbun mengungkapkan, meski melakukan penyelidikan kasus korupsi di semua daerah, belum satu pun kepala daerah yang sudah disidik.
Dalam acara penandatanganan pakta integritas anti-KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) kepala daerah se-Sumatera Utara (Sumut) sekaligus peringatan Hari Antikorupsi se-Dunia di halaman Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, Rabu (10/12), Gortap mengatakan, sampai saat ini Kejaksaan Tinggi Sumut sudah menyidik 121 kasus korupsi. "Di hampir semua daerah kami melakukan penyelidikan kasus-kasus korupsi," ujarnya.
"Dia mengatakan tidak mengetahui secara persis dari jumlah 121 kasus yang disidik tersebut berapa kasus yang telah dilimpahkan kepada pengadilan dan divonis. Kalau soal data yang lebih mengetahui Asisten Pidana Khusus (Aspidsus)," katanya.
Namun, dia mengatakan bahwa belum ada satu pun kepala daerah yang disidik dalam perkara korupsi, termasuk di antaranya kasus dugaan korupsi dana provisi sumber daya alam oleh Bupati Nias Binahati Baeha. Bahkan, menurut dia, Kejaksaan Tinggi Sumut sebenarnya sudah mengusulkan agar penyidikan kasus ini dihentikan. "Dasarnya dalam audit BPKP tidak ditemukan adanya kerugian negara," katanya.
Komitmen Moral
Acara penandatanganan pakta integritas anti-KKN seluruh kepala daerah di Sumut dihadiri hampir semua bupati dan wali kota, kecuali Wali Kota Binjai Ali Umri yang berhalangan hadir karena anaknya kecelakaan. Bupati dan Wali Kota se-Sumut menandatangani pakta integritas anti-KKN dihadapan Muspida Sumut, termasuk Gubernur Syamsul Arifin, Wakil Kepala Polda Sumut Brigadir Jenderal Djoko Trisno Santoso, dan anggota DPD RI asal Sumut Parlindungan Purba.
Menurut Syamsul, meski sifatnya hanya komitmen moral, pakta integritas ini hendaknya tetap ditindaklanjuti dengan kebijakan konkret. Dia mencontohkan, di Pemprov Sumut, saat ini tanggung jawab anggaran diserahkan sepenuhnya kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
"Tanggung jawab ini harus diemban oleh pimpinan SKPD, sehingga kalau terjadi penyelewengan, sudah bukan lagi tanggung jawab Gubernur, tetapi tanggung jawab pimpinan SKPD yang bersangkutan," katanya.
Syamsul mengungkapkan, pencegahan korupsi jauh lebih penting dibanding menindak perkaranya. Dia meminta masyarakat untuk memulai tindakan pencegahan korupsi dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan. "Penandatanganan pakta integritas ini sebagai bentuk penyadaran dari pemerintah, agar semuanya dimulai dari hal yang paling kecil dulu, diri sendiri, keluarga, dan lingkungan," katanya.
Bupati Serdang Bedagai Tengku Erry Nuradi yang juga ikut menandatangani pakta integritas menuturkan, pemerintah daerah sering kali kesulitan menerapkan kebijakan antikorupsi saat berhadapan dengan masyarakat. Dia mencontohkan, dalam aturan perundangan tidak diperbolehkan APBD dikucurkan untuk bantuan organisasi kemasyarakatan yang sama secara terus-menerus.
"Meski itu terlarang, kenyataannya hampir setiap hari kami menerima proposal permintaan bantuan dari masyarakat. Kami kadang sulit menghadapi hal-hal seperti ini," katanya. (kcm)
24 Desember, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar