24 Desember, 2008

NATAL!

Oleh: Edwin Sianipar

Natal merupakan momen besar yang dirayakan setiap tahunnya. Biasanya dilakukan dengan persiapan yang matang, disebarluaskan dan juga dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Secara historis keagamaan, Natal dijadikan sebagai momen untuk bertemu dan saling memaafkan. Perayaannya melibatkan berbagai unsur, baik pemusik, penyanyi, kadang kala dramawan dan pihak rohaniawan. Tak ketinggalan para pebisnis yang menawarkan berbagai kemasan Parcel Natal dan berbagai aksesoris Natal.
Semarak! Sungguh sangat semarak! Semuanya dilakukan untuk maksud merayakan hari kelahiran Yesus Kristus. Bayi yang lahir disebuah kandang. Sebuah tempat yang sangat sederhana, tak diperhitungkan.
Kalau saja saya boleh bertanya: Siapa gerangan yang pernah melahirkan atau dilahirkan di sebuah kandang domba? Jawabnya: Pasti tidak ada dan memang belum pernah terjadi.
Nah, saya ingin mengajak kita untuk merenungkan sejenak: bagaimana sulit dan prihatinnya ketika peristiwa kelahiran itu terjadi. Didalam Injil Lukas 2: 11-12 dikatakan: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat yaitu Kristus, Tuhan, di Kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”
Bayi yang terbungkus dengan lampin terbaring dalam palungan! Bukankah peristiwa ini merupakan peristiwa kelahiran yang tanpa persiapan? Peristiwa yang sangat berbeda dengan perayaan-perayaan yang dilakukan saat ini. Menjawab pertanyaan diatas: Saya berpendapat bahwa peristiwa kelahiran itu menunjukkan kesiapan Maria dan Yusuf. Dimana pun, kapan pun dalam situasi yang bagaimana pun, mereka siap menjadi sarana untuk menghadirkan Yesus di dunia ini.
Saya kira, sangat menarik jika kita membicarakan seputar keberadaan bayi. Saya mulai dengan pertanyaan: Jika suatu ketika anda berada seorang diri di sebuah tempat, lalu mendengar bayi menangis di dekat anda, apa yang akan anda lakukan? Boleh jadi akan menggendongnya. Mungkin sekedar mengamati dan mencari orang yang lebih tepat untuk menenangkannya.
Pertanyaan berikut: Jika seorang bayi menangis, apa penyebabnya? Menjawab pertanyaan ini, mungkin sekali anda akan mengatakan: karena lapar, haus, sakit, kedinginan atau kepanasan, digigit nyamuk, semut, karena mau tidur dan banyak lagi. Tetapi jika bayi yang menangis itu adalah Yesus, yang saat-saat ini, di Bulan Desember 2008 dirayakan banyak orang, apa yang kita lakukan? Mungkin kita akan melakukan hal yang sama seperti yang kita lakukan kepada bayi lainnya.
Sejalan dengan pertanyaan berikut tadi: Jika yang menangis itu adalah bayi Yesus, menurut anda, apa penyebabnya? Jika kita menjawab karena haus, bukankah Yesus pernah berkata: “Barang siapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya,” Johanes 4: 14a. Jika kita menjawab karena lapar, bukankah Yesus pernah berkata: “Akulah roti hidup; barang siapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi,” Yohanes 6:35a”. Jika bukan karena haus atau lapar, lantas karena apa?
Ketika saya menanyakan pertanyaan ini kepada pengunjung Natal di sebuah tempat, spontan seorang bapa menjawab: Bayi Yesus itu menangis karena dosa-dosa manusia. Karena dosa saya, dosa setiap orang, termasuk Pendeta. Mendengar jawaban itu spontan saya mengatakan: Benar! Dalam arti menyatakan kesedihan: tangisan itu disebabkan karena kejahatan yang dilakukan manusia. Kecurangan, penipuan, penindasan, tindakan amoral, kekerasan, dan berbagai tindakan kejahatan lainnya.
Nah, kembali kepertanyaan semula: Jika bayi yang menangis itu adalah Yesus, apa yang akan anda lakukan? Ingat! Yesus tidak membutuhkan Parcel Natal. Tidak pula perlu minuman atau makanan. Tidak perlu hiburan. Bukan kemewahan. Bukan pula karena besarnya jumlah kerumunan orang-orang, lengkap dengan personil pengaman. Bukan karena besarnya jumlah biaya yang gunakan, tetapi karena kesadaran mendalam dan kesediaan kita untuk menerimaNya.
“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka,” Matius 1: 21. “Dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka dirumah penginapan. Menjadi pertanyaan: sadarkah kita akan dosa-dosa yang kita lakukan? Akankah kita memberi tempat bagi Yesus, walau hanya sedikit bahkan sangat sempit?
Natal yang kita rayakan dengan persiapan yang matang, dengan kesemarakan, harus menjadi ajang pertemuan saling memaafkan. Dia datang untuk menyelamatkan umatNya dari dosa. Dia datang menjumpai kita orang-orang berdoa. Dia datang untuk berdamai. Persoalannya, adakah kita menerima kedatanganNya?
Sekarang, jika kita secara jelas mengetahui bahwa Yesus Sang Juruselamat itu lahir di sebuah kandang, apakah kita akan terus membiarkannya dalam situasi yang sangat memprihatinkan? Akankah kita membiarkan Dia yang lahir di sebuah Palungan, di Kandang Domba, tetap berada di tempat itu?
Di dalam Injil Yohanes 3: 16 dikatakan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan anakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. Dialah KASIH itu! KASIH yang dinyatakan di tengah-tengah kehidupan manusia. KASIH yang dirayakan dalam perayaan-perayaan Natal.
Kembali pada pertanyaan di atas: Adakah tempat bagi KASIH itu di dalam hati kita? Walau hanya sedikit, adakah kita benar-benar memiliki KASIH? Semoga!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar