SIANTAR-SK: Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Menteri Keuangan (Menkeu) RI (pemohon PK I) dan Gubernur Sumatera Utara (pemohon PK II) terkait kasus gedung dan tanah pertapakan seluas 1.466 m2 di Jalan Merdeka No 232, Kelurahan Dwikora, Kecamatan Siantar Barat, Pematangsiantar.
Selain menolak permohonan, MA juga menghukum pemohon PK untuk membayar biaya perkara dalam peradilan sebesar Rp2,5 juta. Hal ini diputuskan dalam sidang hakim agung MA diketuai Titi Nurmala Siagian, SH, MH, Prof Dr H Ahmad Sukardja, SH, H Imam Soebachi, SH MH dibantu panitera pengganti Matheus Samiaji, SH, MH yang bersidang tanggal 15 Agustus 2008.
Surat pemberitahuan putusan PK No 11/G/2005/PTUN-Medan, No 04/BDG/2006/PT.TUN-MDN, No 202K/TUN/2006 dan No.13 PK/TUN/2008 tersebut disampaikan kepada Yayasan Sumber Kasih oleh Panitera PTUN Medan Armen Simamora,SH atas perintah Ketua PTUN Medan tertanggal, Rabu 26 November 2008.
Hal ini disampaikan Pengurus Yayasan Sumber Kasih Hasan Wijaya alias Aken, Selasa (2/12) di ruang kerjanya.
Aken yang juga ketua Yayasan Perguruan Sultan Agung, mengatakan putusan PK MA dapat diakses melalui internet dengan kode www.mahkamah agung.go.id
“Sehingga masyarakat luas dapat mengetahuinya. Namun secara resmi putusan MA diketahui setelah adanya pemberitahuan dari PTUN Medan,” ujarnya.
Menurutnya dalam putusan disebutkan, menimbang alasan yang disampaikan pemohon dalam PK- nya, MA berpendapat mengenai keberatan pemohon PK (I) tentang adanya kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata tidak dapat dibenarkan. Sedang keberatan yang diajukan pemohon PK II, bahwa bukti baru yang diajukan ternyata hari dan tanggal ditemukannya tidak dinyatakan dalam berita acara sumpah sehingga tidak memenuhi syarat formal sebagai bukti baru.
berdasarkan pertimbangan tersebut maka permohonan PK yang diajukan Menkeu dan Gubsu tidak beralasan sehingga ditolak, dan sebagai pihak yang kalah harus membayar biaya perkara dalam tingkat PK.
Yayasan Sumber Kasih merupakan generasi penerus perkumpulan Hok Kian Kong Thoan yang berdiri tanggal 1 September 1924, dan memiliki aset berupa gedung dan tanah pertapakannya seluas 1466 m2 di Jalan Merdeka No232 Siantar. Selanjutnya dipinjam pakai kepada sekolah Yu Tjai untuk menyelenggarakan sekolah dasar Bahasa Mandarin.
Tahun 1965 terjadi kerusuhan rasial sehingga gedung tersebut diamuk massa karena dicurigai sekolah asing. Sehingga diamankan dan diselamatkan Panglima Daerah Militer II/BB selaku penguasa pelaksana Dwikora Daerah Sumatera Utara. Ini berdasarkan surat keputusan No Kep 0085/ Pepelrada / 7 / 1966 tanggal 14 Juli 1966 ditandatangani Brigjen TNI P Sobirin dan diserahkan penggunaan gedung kepada kepala perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumut, dan dipinjam pakai kepada Universitas Simalungun (USI).
Karena penggugat (Yayasan Sumber Kasih) membutuhkan aset tersebut untuk digunakan sebagai kegiatan sosial kemasyarakatan seperti sekolah dan panti jompo, maka Yayasan Sumber Kasih mengajukan gugatan kepada Pangdam II/BB tanggal 25 Juni 2001 yang isinya tentang pengembalian aset milik penggugat. Pangdam menyarankan agar mengajukan permohonan kepada Gubsu, dan menyurati tergugat I tanggal 14 Juni 2002 agar mengembalikan aset tersebut.
Namun tergugat I tidak mengembalikan aset, dan menerbitkan SK No S-243/ MK.6/ 2005 tanggal 31 Januari 2005 ditujukan kepada tergugat II selaku Ketua Tim Asistensi daerah penyelesaian aset bekas milik asing/Cina yang berpedoman kepada surat tergugat II No.593/771 tanggal 10 Pebruari 2002 at No.593/4988 tanggal 18 Agustus 2004. Dimana isinya tergugat I menyetujui permohonan H Dj P Sembiring Meliala yang akan membeli aset tersebut dan yayasan penggugat dituduh penjelmaan organisasi eksklusif rasial.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan menjatuhkan putusan No 11 / G / TUN / 2005 PTUN Medan, tanggal 1 September 2005 memerintahkan tergugat I menunda pelaksanaan Surat Menkeu No S – 243 / MK.6 / 2005, menolak eksepsi tergugat I dan II, selanjutnya mengabulkan gugatan penggugat . Pada tingkat banding keputusan N0 04 / BDG / 2006 Pengadilan Tinggi (PT) TUN Medan tanggal 1 September 2006 menguatkan putusan PTUN Medan. Selanjutnya MA dalam amar putusan No 202.K / TUN / 2006 tanggal 10 Mei 2007 yang telah berkekuatan hukum tetap menolak permohonan kasasi I Mekeu RI dan pemohon kasasi II Gubsu.
Aken yang didampingi salah seorang pengusaha Luasan mengatakan bahagia atas putusan PK tersebut. “Berarti perjuangan panjang untuk mengembalikan citra suku Hokkian membuahkan hasil. Ke depan diimbau kepada generasi penerus agar lebih bersatu dan bersama-sama,” jelasnya.
Aken mengatakan keberhasilan mengembalikan aset tersebut merupakan suatu tonggak kebersamaan suku Hokkien sekaligus merupakan kebanggaan.
Sedangkan Luasan menyatakan mendukung perjuangan ini hendaknya tindaklanjutnya secara baik-baik sehingga tidak sampai ada yang merasa disudutkan.
Dia berharap agar gedung itu segera dikembalikan kepada suku Hokkien untuk digunakan sebagai kegiatan sosial kemasyarakatan. (jansen)
23 Desember, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar