MEDAN-SK: Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara menilai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tak jujur soal dana kampanye. Pasangan calon juga dinilai melanggar ketentuan sumbangan dana kampanye. Pelanggaran ini bisa membuat tim sukses maupun pasangan calon dipidana.
Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara (Sumut) Irham Buana Nasution, KPU Sumut menangkap kesan calon gubernur tidak jujur dalam soal dana kampanye. Ada pasangan calon gubernur yang memiliki rekening dana kampanye hingga Rp6 miliar lebih, tetapi ada juga yang hanya memiliki dana kampanye sebesar Rp 152 juta. "Kami minta semua pasangan calon terbuka untuk melaporkan rekening dana kampanyenya," kata Irham di Medan, Minggu (30/3).
Pasangan Tritamtomo-Benny Pasaribu tercatat memiliki dana kampanye terbesar, yakni Rp6.713.150.000. Berikutnya pasangan Ali Umri-Maratua Simanjuntak sebesar Rp 1.057.000.000. Pasangan RE Siahaan-Suherdi memiliki dana kampanye terbesar ketiga sebanyak Rp940.000.000. Pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho berada di posisi keempat sebesar Rp898.000.000. Pasangan Abdul Wahab Dalimunthe-Muhammad Syafii tercatat sebagai pasangan yang memiliki dana kampanye paling sedikit, Rp152.000.000.
Menurut anggota KPU Sumut Divisi Kampanye dan Sosialisasi Turunan Gulo, dari hasil audit kantor akuntan publik dan konsultan manajemen Katio dan Rekan, ditemukan beberapa pelanggaran ketentuan sumbangan dana kampanye. Ketentuan pemberian dana kampanye dari pihak ketiga berdasarkan UU No.32/2004 dibatasi, untuk sumbangan perorangan maksimal Rp50 juta, sementara badan hukum swasta maksimal Rp350 juta.
Dalam laporan dana kampanye yang telah diaudit akuntan publik, dana kampanye pasangan Syamsul-Gatot misalnya tercatat terdapat sumbangan dari Fatimah Habibie, istri Syamsul sebesar Rp 586 juta dan dari Teuku Nur Azan sebesar Rp 150 juta. Syamsul yang dikonfirmasi mengatakan hal tersebut bukan pelanggaran karena Fatimah adalah istrinya.
Menurut Turunan, berdasarkan pasal 116 ay at 6 UU No.32/2004, setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat 3 diancam dengan pidana penjara paling lama 24 bulan dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Turunan mengatakan, karena ini sudah masuk wilayah pidana, KPU Sumut menyerahkannya ke Panwaslih Sumut.
"Ini sudah menjadi kewenangan panwaslih untuk melakukan penindakan. Kalau KPU Sumut tidak berwenang mengeksekusi dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan pasangan calon atau pun tim suksesnya," ujar Turunan.
Ketua Panwaslih Sumut David Susanto mengatakan keheranannya, KPU Sumut baru melaporkan dugaan pelanggaran ketentuan dana kampanye sekarang. Dia menuduh KPU Sumut selalu melempar bola panas jika sudah menyangkut kesalahan pasangan calon. "Kalau KPU Sumut tak bisa menjawab pertanyaan wartawan soal pelanggaran, mereka selalu lepas tangan dan menyerahkannya ke kami. Tetapi mereka tak pernah mau terbuka soal informasi yang telah diperolehnya," ujar David. Menurut dia, Panwaslih Sumut tak akan bertindak jika memang tak ada laporan soal pelanggaran ketentuan dana kampanye ini. "Mau bertindak bagaimana, KPU Sumut saja enggak pernah melaporkannya ke Panwaslih. Ini kan harus ada yang mengadu, sementara saat ini siapa yang sudah mengadu soal pelanggaran dana kampanye ini," ujar David. (kcm)