Menurut Edwin, Jumat (11/4), pernyataan tersebut secara tidak langsung menjebak gereja terlibat dalam politik praktis. Edwin mengatakan tindakan PGI Wilayah Sumut yang akan menyurati para pimpinan gereja-gereja di Sumut guna mensosialisasikan dan mengajak umat memilih dan memenangkan pasangan RE Siahaan/Suherdi merupakan tindakan konyol. “PGI sebagai wadah gereja sudah berani dengan terang-terangan mengajak umat secara langsung untuk berpolitik praktis, ada apa?” katanya.
Dikatakannya sikap PGI tersebut harus ditentang karena berdampak gereja terlibat dalam bahaya dan resiko politis, bahkan hanyut dan menyesuaikan diri dalam permainan politik yang sebenarnya. “Gereja harus bertobat jika memang melibatkan diri dan terlibat dalam kancah perpolitikan,” tandasnya.
Edwin menambahkan gereja harus tetap berperan sebagai gereja dan bukan sebagai partai politik. Dia beralasan bahwa dasar panggilan dan tujuan gereja berbeda dengan parpol, sekalipun keduanya bersama-sama hadir di dunia ini.
“Sebagai gereja, ia mengemban tugas untuk melaksanakan rencana Yesus Kristus terhadap manusia dan dunia,” jelasnya.
Dia menjelaskan tugas besar yang diemban Yesus, selain pembangunan dunia dan penciptaan manusia baru, juga berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari di dunia ini, yaitu menyangkut kesejahteraan manusia itu sendiri, sebagaimana Yesus mengatakan: “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyai dalam kelimpahan.” (Yohanes 10:10b).
Edwin mengatakan tugas dan tanggung jawab parpol terkait pilkada, tak lain adalah mengupayakan kader yang handal dan berusaha untuk memenangkan kadernya menjadi pemimpin. “Pemimpin terpilih diharapkan melaksanakan program-program yang mensejahterakan rakyat. Tetapi menjadi persoalan, akankah gereja ikut dalam upaya memenangkan calon dari setiap partai politik tersebut,” jelasnya.
Dia menambahkan jika hal tersebut terjadi maka gereja tidak jauh berbeda dengan parpol. Bahkan Edwin menadaskan dukungan calon untuk pasangan RE Siahaan dan Suherdi tidak hanya didukung 8 Parpol (PDS, PKB, PPIB, PPD, PNIM, PBSD, Pelopor, PNBK) sebagai perahu, tetapi sudah bertambah satu yaitu PGI Wilayah Sumut.
Edwin juga memberikan empat poin bagi PGI Sumut memuluskan dukungannya terhadap salah satu calon Gubsu/Wagubsu. Pertama, PGI Wilayah Sumut harus berganti pakaian, mengenakan pakaian parpol dengan memperbaharui AD/ART PGI selama ini agar memenuhi syarat sebagai Parpol.
Kedua, PGI Wilayah Sumut bergabung atau merger, meminjam istilah perbankan atau bisnis, dengan salah satu Parpol. Ketiga, jika hal tersebut dilaksanakan maka para pendeta hendaknya melepaskan atau cuti dari jabatannya sebagai pendeta, agar tidak ada kesan pemimpin gereja sama dengan pemimpin politik.
Keempat, seruan yang dilakukan Pdt. Dr. Langsung Sitorus kepada pimpinan gereja-gereja di Sumut dengan rencana akan menyurati mereka, harus disikapi secara cermat. ‘Jika gereja-gereja menyetujuinya, hal ini sarat konflik tidak saja di lingkup internal gereja tetapi dapat meluas ke eksternal gereja,” tukasnya.
Dia beralasan bahwa anggota jemaat terdiri dari berbagai unsur, seperti pegawai negeri, swasta, pedagang kecil, pengusaha, guru dan lainnya. Sehingga harus disadari jemaat sesungguhnya memiliki kebebasan dalam menentukan arah dan pilihan politiknya.
Edwin juga menyarankan agar Pdt. Dr. Langsung Sitorus paham atas persoalan tersebut. Menurutnya hal terbaik bagi PGI untuk disuarakan adalah menghimbau seluruh gereja-gereja dan jemaat agar menggunakan hak pilihnya pada 16 April mendatang, serta turut mengupayakan pelaksanaan Pilkada yang adil dan damai. (jansen)