23 April, 2008

Mengarah Korupsi, Kejaksaan Diminta Tangkap dr Waldy Saragih

Pengadaan Ambulan Dinas Kesehatan Simalungun

SIMALUNGUN-SK: Ketua LSM Lepansi Jansen Napitu mengatakan Kejaksaan Negeri Simalungun harusnya lebih pro-aktif dalam mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan 5 ambulan dan 19 ambulan di Dinas Kesehatan Simalungun. Ia tak setuju jika kejaksaan beralasan pengusutan kasus pengadaan 19 ambulan dilakukan setelah pengusutan kasus 5 ambulan selesai dilakukan.

Menurutnya, pemeriksaan terhadap dua kasus tersebut bisa dilakukan secara bersamaan. Pasalnya, menurut Jansen, selain oknum yang akan diperiksa juga sama, instansi yang melaksanakan pengadaan juga hanya satu, yakni Dinkes Simalungun yang dipimpin dr Waldy Saragih."Mengapa harus menunggu penyelesaian penelusuran kasus sebelumnya, kan pemeriksaan terhadap kedua kasus ini dapat dilakukan secara berdampingan. Soal hasilnya nanti ditakutkan akan tumpang tindih, itu tidak masuk akal. Karena hasil pemeriksaan tentunya akan dipisahkan, wong jumlah kendaraan yang diadakan juga berbeda, kok malah takut tumpang tindih," terang Jansen kepada Sinar Keadilan, Sabtu (19/4).

Lebih jauh ia berkomentar, kasus ini sebenarnya harus segera diusut, selain menjaga pihak-pihak terkait melakukan antisipasi menghilangkan bukti, juga ditakutkan akan dingin dengan sendirinya. "Segeralah media mendesak kejaksaan mengusut tuntas," ujarnya lagi.

Ia menambahkan jika kejaksaan telah menemukan indikasi korupsi dalam kedua kasus tersebut, seharusnya kejaksaan segera menangkap dr. Waldy Satagih dan beberapa pejabat di Dinas Kesehatan Simalungun yang terlibat dalam kasus tersebut. Hal ini dilakukan agar mereka tidak menghilangkan barang bukti.

Selain itu, Jansen juga mengharapkan Pemkab Simalungun pro-aktif dalam menanggapi kasus yang terjadi dalam tubuh pemerintahannya."Kan ada bawasda yang bertugas untuk menyelidiki dugaan seperti ini, mengapa hal itu tidak dilakukan? Setidaknya ada pemanggilan dan penjelasan dari pihak terkait. Soal isu yang merebak, bukan malah berserah kepada kejaksaan,harus pro-aktiflah," pintanya.

Seperti telah diberitakan Sinar Keadilan, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejaksaan Negeri Simalungun Lukas Alexander Sinuraya, SH, mengatakan, pemeriksaan dugaan korupsi pengadaan 19 ambulan oleh Dinas Kesehatan Simalungun rencananya akan dilakukan setelah keluarnya hasil pemeriksaan terhadap kasus 5 unit Ambulan oleh BPKP.

Sebelumnya kejaksaan telah memeriksa lima orang pejabat penting dalam kasus pengadaan lima unit ambulan tersebut. Hasil pemeriksaan, kata Lukas, mengarah pada tindak pidana korupsi. Untuk kasus 19 unit ambulan, kata Lukas, kejaksaan akan melakukan pemeriksaan setelah pemeriksaan terjadap kasus 5 ambulan selesai, agar tidak tumpang tindih.

Sebelumnya, Tantra Hamonangan Lubis dari Komunitas Masyarakat Peduli Sumatera Utara (KMP-SU), Kamis (10/4), menyebutkan pihaknya telah mengadukan Dinas Kesehatan Simalungun ke Kejaksaan Negeri Simalungun terkait dugaan kasus korupsi pengadaan 19 unit ambulan. Selain itu, Tantra mengatakan tanpa pengaduan seharusnya kejaksaan pro-aktif mengungkap dugaan kasus korupsi tersebut.

Ditambahkannya, Kepala Dinas Kesehatan Simalungun dr Waldi Saragih serta Pejabat Pembuat Komitmen, pengawas, tim monitoring, dan kontraktor diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi 19 ambulan ini.

Pasalnya, terdapat selisih harga yang signifikan antara harga yang direalisasikan Dinkes Simalungun kepada PT ITC Auto Multy Finance. Dinkes menganggarkan harga per-unitnya sebesar Rp235 juta. Sedangkan Auto Multy Finance menawarkan mobil per-unitnya seharga Rp160. juta. “Jelas sudah mark-up sebesar Rp75 Juta per-unitnya sehingga dikalikan keseluruhannya mencapai Rp 1,4 miliar,” kata Tantra.

Lebih jauh Tantra yang didampingi Adi Zulhadi selaku pelapor kedua, menjelaskan, Dinkes Simalungun memanipulasi penggunaan AC Ambulan sebesar Rp9 juta per unitnya hingga bila dijumlahkan ke-19 unit ambulan mencapai Rp171 Juta. Belum lagi, biaya pajak atau PPN sebesar 12 persen dikali harga 19 ambulan sebesar Rp538.800.000.

Yang lebih mengherankan, lanjut Tantra, asumsi laba yang diperoleh kontraktor adalah 10 persen dikali harga mobil yang sebenarnya adalah Rp160 Juta dan bila dikali ke-19 unit ambulan hasilnya mencapai Rp304 juta. Bila seluruhnya ditotalkan dari jumlah mark-up, AC, dan biaya pajak BBN.KB dan PKB, yang seharusnya tidak dibayar karena plat merah (milik pemerintah) maka keseluruhannya berjumlah Rp 2.131.800.000. “Karena Rp160 juta adalah keuntungan kontraktor, bila jumlah total yang di mark-up dikurangi jumlah keuntungan kontraktor maka kerugian negara sebesar Rp1,8 miliar,” terang Tantra.

Pernyataan dugaan korupsi itu juga diperkuat Anggota DPRD Simalungun Ilhamyah Nasution. Menurutnya pengadaan 19 unit mobil dinas kesehatan tersebut diduga telah dimark-up. Hal ini sesuai dengan hasil penelusuran yang telah dilakukan oleh pihaknya dengan melakukan pengecekan dan mendatangi langsung harga per unit mobil tersebut ke salah satu show room di Kota Medan, “Perbedaan harganya sungguh fantastis, menurut hasil penelusuran kami ke salah satu show room di Medan, harga per unit satu mobil ambulan tersebut hanya berkisar 160 juta rupiah saja, namun dalam laporan dinas kesehatan harga per unit nya itu adalah sekitar 235 juta rupiah” paparnya. (Simon)