28 Oktober, 2008
Hati-hati... Telur Palsu Beredar
Mengandung Melamin, Tawas, Karbit, dan Parafin
SURABAYA—SK: Para pemalsu ternyata semakin lihai dan banyak akalnya. Yang mereka palsukan tidak cuma barang-barang buatan pabrik, kini bahkan produk alami seperti telur. Telur-telur palsu itu diduga sudah beredar cukup luas di Surabaya dan ditemui di penjual makanan anak-anak di depan sekolah.
Isu telur palsu atau sintetis itu mencuat setelah beberapa hari lalu Direktur Utama (Dirut) PD Pasar Surya Surabaya A Ganies Purnomo melihat telur yang mencurigakan di depan sebuah SD di kawasan Dapukan, Surabaya Utara.
Menurut Ganies, telur rebus yang dijual bersama makanan lainnya, seperti pentol bakso dan sosis itu, agak berbeda dari telur pada umumnya. Kuning telurnya sangat dominan dibandingkan dengan putih telurnya. Selain itu, kuning telurnya juga mengumpul di pinggir, tidak di bagian tengah telur sebagaimana lazimnya.
“Karena sebelumnya membaca berita tentang telur palsu yang beredar di China, saya spontan membeli telur saat lewat di depan sebuah sekolah SD karena harganya cuma Rp 1.000. Saya curiga, jangan-jangan telur yang dijual pedagang makanan itu palsu. Kecurigaan saya makin kuat setelah melihat kondisinya dan mencicipinya. Rasanya beda. Saya yakin ini telur palsu,” tutur Ganies.
Karena ingin menguak lebih lanjut kandungan telur tersebut, pada Jumat (24/10), Ganies lantas mengirim sampel telur yang dibelinya itu ke Balai Pengawasan Obat dan Makanan Surabaya untuk diteliti.
“Makanan yang mencurigakan itu harus diteliti segera karena banyak anak-anak yang menggemarinya sebagaimana pentol atau sosis,” ucap Ganies.
Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BPOM Surabaya Dra Harlina Samadi Apt membenarkan bahwa pihaknya telah mendapat laporan dan kiriman sampel telur dari Ganies. Akan tetapi, kata Harlina, BPOM belum melakukan penelitian karena sampelnya dianggap belum mencukupi.
“Contoh telur yang diberikan cuma satu. Kami akan teliti kandungannya setelah mendapatkan sampel lebih banyak. Kami akan mencari sendiri sampelnya di pasaran pada Senin (27/10). Tapi, sebetulnya, yang jauh lebih penting adalah memastikan dari mana asal telur itu,” kata Herlina.
Sementara itu, kepada sebuah situs berita di internet, ahli perunggasan dari Universitas Airlangga (Unair) Dr CA Nidom memastikan bahwa telur tersebut memang tidak alami alias palsu.
Setelah meneliti, Nidom mengungkapkan telur tersebut dipastikan bukan telur asli, dan dibuat dari bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan seperti melamin (bahan pembuatan pupuk dan pewarna plastik), tawas (zat penjernih air), karbit serta parafin (semacam lilin).
"Saya bisa memastikan ini telur palsu. Dari teksturnya, sudah jelas ini bukan telur ayam tapi telur yang dibuat dari bahan sintetis yang selama ini kita kawatirkan," terang Nidom seperti dikutip oleh situs berita tersebut.
Ketika dihubungi terpisah, Kepala Sub Bidang Kesehatan Dinas Peternakan Surabaya, Irawan Subiyanto mengaku telah mendengar kabar tentang telur palsu itu. Namun demikian, Irawan belum berani memastikan kebenaran kabar tersebut karena pihaknya memang belum menelitinya.
Hanya saja, jika benar bahwa telur tersebut sintetis alias palsu, maka ini sangat mengkhawatirkan. Apalagi, kalau kemudian terbukti bahwa peredaran telur-telur palsu di sini berasal dari China.
“Kalau sampai telur-telur itu diimpor dari China, tentu jumlahnya tidak sedikit. Ini membahayakan konsumen,” kata Irawan. Berdasarkan informasi yang digali Surya, asal telur sintetis itu di China adalah dari provinsi Guanzhou.
Sepengetahuan Irawan, telur sintetis yang telah beredar di China mengandung banyak zat kimia yang sangat berbahaya. Putih telur pada telur sintetis itu mengandung unsur gelatin serta bahan-bahan kimia yang bersifat alumunium. Sementara kuning telurnya diambil dari zat pewarna minuman beraroma lemon. Cangkang atau kulit telur sintetis itu berunsur parafin.
Zat-zat tersebut, jelas Irawan, membahayakan kesehatan. Kalau dikonsumsi berulang-ulang, akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya dementia syndrome -sebuah sindrom penurunan daya ingat seseorang yang diakibatkan oleh zat-zat kimia.
“Kalau anak-anak SD kerap mengkonsumsi telur sintetis ini, maka kemampuan mereka untuk menghafal apa saja yang baru diajarkan gurunya menjadi menurun,” ungkap Irawan.
Selain itu, imbuh dia, disfungsi liver dan ginjal juga menjadi suatu efek yang muncul akibat pengkonsumsian telur sintetis tersebut secara terus-menerus.
Sementara itu, ahli gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, Prof Bambang Wirjatmadi mengatakan, hingga saat ini dirinya belum pernah mendapati adanya telur imitasi.
Yang sejauh ini dia ketahui adalah rekayasa telur asin yang berasal dari telur ayam (bukan telur bebek). Serta telur ayam broiler dijadikan telur ayam kampung, dengan maksud mendapatkan keuntungan lebih besar. Selain itu, ada juga rekayasa telur asin dengan menggunakan media alat suntik.
Rekayasa telur ayam kampung menjadi telur bebek (asin) biasanya dilakukan dengan menggunakan cat. Sebaliknya telur ayam broiler bisa dimanipulasi menjadi telur ayam kampung, dengan memoles kulit telur ayam broiler yang berukuran kecil.
Menurut Irawan, Dinas Peternakan sebetulnya sudah menerapkan maximum security dalam hal mencegah terjadinya kecolongan berupa beredarnya makanan berbahaya berasal dari peternakan. Namun, yang paling berperan sesungguhnya adalah kehati-hatian masyarakat sendiri dalam mengkonsumsi makanan. (kcm)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar