Terkait Pendapat yang Mengatakan Paripurna DPRD Tak Sah
SIANTAR-SK: Pemberhentian RE Siahan sebagai walikota terus menimbulkan polemik di masyarakat. Mereka yang tak setuju lebih melihat sah tidaknya rapat paripurna DPRD, dan bukan pada substansi pemberhentian.
Salah seorang praktisi hukum di Siantar Dame Pandiangan, SH, MH, mengatakan keputusan DPRD tersebut harus ditinjau dari segi formal yakni mekanisme rapat dan materi hukumnya. Dia menilai putusan DPRD tersebut sudah tepat.
Dame mengatakan jika berbicara jumlah kehadiran anggota dewan yang tidak mencapai ¾ dari 30 anggota DPRD Pematangsiantar tidak menjadi kendala sidang paripurna gagal terlaksana. Dijelaskannya sesuai tatib (tata tertib) dewan yang disusun berdasarkan UU nomor 22 tahun 2003, bila jumlah tiga perempat belum terpenuhi, maka pimpinan sidang menskor (menunda) sidang paripurna dengan alasan belum kourum. Bila selepas 2 kali sidang diskors, jumlah anggota dewan juga belum kourum, maka sidang (rapat) paripurna sudah dapat dilaksanakan untuk mengambil keputusan.
“Bila belum kourum, apakah harus bubar? Bila diboikot sejumlah anggota, apakah DPRD tidak berfungsi lagi? Jawabnya, tentu tidak. Setelah diskor dua kali, maka kourum sudah tidak mengikat lagi,” ujarnya.
Menurutnya, jika sesuai tatib tidak ada diatur tentang tata cara pengambilan keputusan dalam sidang paripurna karena jumlah anggota dewan tidak kourum, maka pimpinan dapat mengadopsi doktrin hukum (yurisprudensi) yang mengatur dasar-dasar hukum yang mengatur kehidupan ini.
Menanggapi komentar sejumlah praktisi hukum jika paripurna tidak sah dia minta agar yang berkomentar tersebut jangan asal ngomong yang bisa menyesatkan masyarakat, terutama kepada wartawan, tanpa menguasai latar belakang dan substansi lahirnya keputusan dewan dimaksud.
Sedangkan putusan memberhentikan, Dame menilai merupakan keputusan yang tepat untuk ditindaklanjuti materinya oleh Mahkamah Agung (MA). “Tanpa putusan pemberhentian, apa yang akan diuji di MA. Tentu saja, DPRD terlebih dahulu bersikap, dengan keputusan memberhentikan kepala daerah dan wakilnya, karena telah melanggar sumpah/janji jabatannya,” terangnya.
Dame menambahkan selanjutnya MA dalam 30 hari akan mengeluarkan eksaminasi tentang apakah benar Walikota dan Wakil Walikota melanggar peraturan perundang-undangan. Selanjutnya jika hasil eksaminasi menyatakan Walikota dan Wakil Walikota benar melanggar peraturan perundang-undangan, maka DPRD menyampaikan usulan pemberhentian kepada Presiden untuk menerbitkan keputusan pemberhentian secara permanen.
Sedangkan tanggapan yang mengatakan putusan DPRD menyalahi aturan UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinilainya keliru. Menurutnya ada dua poin keputusan DPRD yakni pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota yang merupakan bagian dari poin satu untuk mengukuhkan memorandum yang disampaikan Pansus Hak Angket DPRD.
Dame mengatakan pengukuhan dilakukan, agar putusan dapat ditindaklanjuti ke MA, Presiden dan Mendagri sesuai UU nomor 32 tahun 2004. “Apa yang akan diajukan kepada MA jika dewan tidak membuat keputusan memberhentikan. Ini dilakukan agar prosesnya berlanjut sesuai ketentuan,” sebutnya mengakhiri. (jansen)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar