10 September, 2008

Jangan Banyak Komentar, Biarkan Usulan DPRD Dieksaminasi Mahkamah Agung

Terkait Pemberhentian RE Sihaan dan Imal Raya Harahap

SIANTAR-SK: Respon Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto yang memerintahkan Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin untuk melakukan penelitian dan penuntasan terhadap putusan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota oleh DPRD, dinilai berlebihan. Sesuai UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Mendagri hanya bersifat menunggu arahan dari Presiden, setelah putusan DPRD dieksaminasi (ditelaah) oleh Mahkamah Agung (MA).
Sedangkan Gubsu Syamsul Arifin dinilai tidak paham dengan UU Nomor 32 tersebut, dengan menurunkan tim khusus untuk mempelajari putusan DPRD Pematangsiantar. Dalam hal ini, putusan DPRD bukan untuk dipelajari oleh Gubernur. Putusan tersebut nantinya akan ditelaah oleh MA, apakah putusan itu sudah tepat atau belum. Demikian dikatakan Alinapiah Simbolon, Direktur Eksekutif Government Monitoring (GoMo).
Simbolon meminta DPRD supaya segera mengirim putusan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota ke MA untuk ditelaah. “Tim yang dibentuk Mendagri melalui Gubsu nantinya dikhawatirkan akan mengganggu proses tindaklanjut dari putusan itu,” tukas Simbolon.
Komentar pengamat dan praktisi hukum yang mengatakan putusan DPRD prematur atau tidak sah, bagi Simbolon yang menanggapi demikian kurang memahami makna dari UU Nomor 32 tahun 2004, atau mungkin mereka (yang memberi komentar) tidak berasal dari kelompok independen.
Menurut Simbolon ada beberapa cara yang diatur di dalam UU Nomor 32 tahun 2004 untuk memberhentikan kepala daerah atau wakil kepala daerah. Seperti mengundurkan diri, habis masa periode, diusulkan oleh DPRD karena melanggar sumpah jabatan, dan karena terlibat tindak pidana dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun dan tindak pidana korupsi.
Sedangkan pemberhentian karena terlibat tindak pidana, hal itu bisa dilakukan Presiden setelah ada putusan hukum yang tetap. Sedangkan untuk kasus korupsi, kepala daerah berstatus terdakwa dapat dinonaktifkan, selanjutnya dapat diberhentikan setelah ada putusan hukum yang tetap. Jadi, bila dikatakan untuk memberhentikan Walikota harus melalui proses hukum, tentunya tidak sepenuhnya benar. Sebab, melalui usulan DPRD juga bisa dilakukan, tentunya dengan berbagai persyaratan yang harus dilalui.
Karenanya, Simbolon sangat menyayangkan pendapat praktisi dan pengamat hukum yang menyatakan pemberhentian Walikota prematur karena masih diproses secara hukum. “Melalui putusan politik, pemberhentian walikota juga bisa dilakukan. Tentunya DPRD hanya mengusulkan dan yang memberhentikan hanya Presiden melalui hasil telaah Mahkamah Agung,” ucapnya. (daud)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar