05 September, 2008

Pavlyuchenko, Kisah si Bekas Tukang Mabuk

LONDON-SK: Roman Pavlyuchenko sudah berlabuh di White Hart Lane. Fans Tottenham Hotspur tentu berharap dia memang tepat menggantikan Dimitar Berbatov -- dan tidak sering lagi mabuk-mabukan.
Pavlychenko, yang dibeli Spurs dari Spartak Moskow senilai 14 juta poundsterling, pada awalnya boleh jadi akan sering dibanding-bandingkan dengan Berbatov, yang meraih sukses selama dua musim membela klub London utara tersebut.
Selain mengisi tempat yang ditinggalkan bintang Bulgaria itu, bahkan Pavlyuchenko diberi nomor punggung yang sebelumnya dipakai Berbatov, yakni #9. Tapi ia sendiri tak memedulikan pemain yang telah hengkang ke Manchester United itu.
"Aku tak bisa ngomong apa-apa tentang kepergian Berbatov," ujarnya kepada The Sun. "Biarkan semuanya pergi, maka aku akan bermain. Ini bagus buatku."
Pavlyuchenko meretas kehebatannya sejak bergabung dengan Spartak di tahun 2003. Tajam dan loyal membuatnya cepat mendapat respek dari fans klub. Selama lima tahun, dari 147 pertandingan, pria dengan tinggi badan 188 cm itu mampu melesakkan 77 gol ke gawang lawan-lawannya.
Popularitas Pavlyuchenko mendunia ketika ia tampil gemilang di Euro 2008. Seiring performa sensasional Rusia yang menembus babak semifinal, ia mengukir tiga gol, hanya kalah satu dari top skorer David Villa (Spanyol). Namanya pun masuk ke dalam daftar 23 pemain team of the tournament.
Itulah momen penting Pavlyuchenko buat melanjutkan karirnya, karir yang pernah menjadi spekulasi buat pria berusia 27 tahun itu. Ia pernah mengatakan, kalau tidak berhasil sebagai pemain bola, barangkali ia saat ini akan bekerja sebagai sopir truk (lorry).
Pavlyuchenko juga pernah memiliki kebiasaan buruk yang tentu saja fans Spurs tidak ingin kebiasaan itu muncul lagi. Apa? Terlalu banyak minum alkohol alias mabuk-mabukan.
"Pernah setelah main melawan Slovan, aku minum kelewat banyak karena kalah, sampai-sampai pemain-pemain lain mencariku," kenangnya.
"Yang paling buruk adalah di malam perkawinanku. Aku terlalu mabuk dan hampir terjatuh dari balkon hotel. Waktu anak perempuanku lahir juga begitu."
Pemain yang pernah dicekal empat pertandingan karena memukul seorang pemain lawan dua tahun lalu itu juga mengatakan bahwa keputusannya menerima pinangan Spurs berkat peran istrinya.
"Aku sempat tak bisa memutuskan. Aku selalu bilang pada orang-orang, 'aku takkan pergi ke Inggris'. Pada akhirnya Inggris memang terlalu menggoda. Aku bicara pada istriku, Larisa, dan dia mendukung."
"Aku memutuskan pindah bukan karena Tottenham menawariku uang lebih banyak. Yang bisa menghentikanku hanyalah keluarga. Aku tahu fans Spartak tidak senang, tapi aku yakin ini demi kebaikan karirku." (dtc)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar