Antisipasi Suhu Politik Siantar yang Memanas
SIANTAR-SK: Mantan anggota DPRD Siantar periode 1999-2004, Ronsen Purba, SH menilai pemerintah pusat harus secepatnya menuntaskan berbagai permasalahan di Siantar pasca keluarnya Surat Keputusan (SK) DPRD Nomor 12 Tahun 2008 mengenai pemberhentian Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap. “Tindakan ini dilakukan agar menghindari suasana tidak kondusif saat ini, perlu ada tindaklanjut pemerintah atas hasil sidang paripurna DPRD tersebut,” ujarnya, Jumat (26/9), di kediamannya.
Ronsen mengatakan keputusan dewan tersebut harusnya ditindaklanjuti lembaga pemerintah seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung (MA), dan Menteri Dalam Negeri. Menurutnya hasil kunjungan DPRD ke Jakarta untuk menyerahkan salinan keputusan tersebut harus direspon secepatnya. “Ini harusnya diselesaikan pemerintah melalui lembaga yang ada, sehingga masyarakat dapat menilai sendiri hasil paripurna dimaksud,” tandasnya.
Mengenai adanya pro-kontra atas kebijakan DPRD, dinilainya hal yang wajar dalam iklim demokrasi yang ada di Indonesia. Dikatakannya lahirnya keputusan melalui sidang paripurna didasari pengambilan sumpah jabatan kepala daerah (KDH) melalui jalur tersebut. Menurutnya paripurna merupakan awal bagi DPRD memberangkatkan walikota dan wakilnya. “Dewan menilai ada hal yang dilanggar dalam sumpah jabatan. Sehingga diputuskan melalui paripurna untuk memberhentikannya,” ujarnya.
Sementara itu Ketua DPP LSM Lepaskan Siantar-Simalungun Jansen Napitu berpendapat adanya pro-kontra saat ini merupakan bukti kegagalan walikota sebagai pemimpin bagi masyarakat Siantar.
“Buktinya banyak kebijakan walikota menjadi pertentangan, seperti pemberhentian Direktur RSUD dr Djasamen Saragih dr Ria Telaumbanua. Jika walikota membuat keputusan yang bijak mungkin tidak akan menimbulkan konflik,” jelasnya.
Menurutnya walikota dalam hal ini harus bertindak arif membuat sebuah keputusan, sehingga tidak merugikan kepentingan masyarakat. Jansen menambahkan ketidakkondusifan Siantar saat ini jangan dijadikan sebagai alat politik penguasa.
Dikatakannya Siantar yang bersebelahan dengan Kabupaten Simalungun membuktikan adanya kearifan pemimpinnya dalam menentukan berbagai kebijakan. “Harusnya Siantar bisa mencontoh Simalungun, bukan malah memperuncing keadaan dengan sistim ala premanisme untuk menyelesaikan masalah,” katanya.
Jansen menyebut di Simalungun juga banyak terdapat masalah namun pemimpin di Simalungun berusaha membuat suasana tetap kondusif dengan tidak membuat keputusan yang bisa membuat konflik di masyarakat.
Selain itu, kepala daerah di Simalungun juga selalu merangkul wartawan, bukan mengkotak-kotakkan wartawan antara yang pro eksekutif dan yang mengkritik. (jansen/fetra)
26 September, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar