15 September, 2008

Terungkap, RE Siahaan meminta Rp1,5 Miliar dari dr Ria Telaumbanua

Polemik Pencopotan Direktur RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar

SIANTAR-SK: Alasan pencopotan dr Ria Novida Telaumbanua sebagai Direktur Rumah Sakit dr Djasamen Saragih Pematangsiantar akhirnya mulai terungkap. Bukan alasan pengunduran diri, seperti yang disebutkan Walikota RE Siahaan, tetapi salah satunya karena dr Ria menolak memberikan dana sebesar Rp1,5 miliar seperti yang diminta RE Siahaan.
Menurut dr Ria, seminggu sebelum dirinya dicopot, para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk Direktur RSU dr Djasamen Saragih, dikumpulkan oleh RE Siahaan. Dalam pertemuan tersebut setiap Kepala SKPD diminta memberikan sejumlah dana. Dana tersebut, menurut dr Ria, akan digunakan membayar tunjangan fungsional guru. “Saya diminta menyediakan dana sebesar Rp1,5 miliar yang rencananya akan diambil dari anggaran rumah sakit,” ujarnya di hadapan sejumlah wartawan, aktivis LSM, dan para pegawai RSU Djasamen, Sabtu (13/9).
Namun permintaan tersebut ditolaknya dan bersikeras tidak akan memberikan sepeser pun uang dari RSU Djasamen meskipun harus kehilangan jabatannya.
dr Ria menduga pemberhentian dirinya berkaitan dengan penolakannya untuk memberikan Rp 1,5 miliar tersebut. Dikatakannya tidak mungkin memberikan anggaran RSu Djasamen Saragih tunjangan karena bertentangan dengan peraturan. “Jadi banyak intervensi untuk mengambil dana tersebut, dan kemungkinan ini yang membuat saya dicopot tanpa ada pemberitahuan,” jelasnya.
Mengenai pengunduran diri yang dibuatnya sekitar November 2006, yang menjadi alasan pencopotannya sebagai direktur, dr Ria mengatakan waktu itu dia memang membuat surat pengunduran diri karena adanya intervensi melalui Bayu Tampubolon, mantan ajudan RE Siahaan yang saat ini menjadi Camat Sitalasari, yang mendesak dimasukkannya sejumlah tenaga honorer di RSU Djasamen dan membayar gaji mereka. “Saya diminta agar gaji tenaga honor tersebut dibayar sejak tahun 2005 sesuai Surat Keputusan (SK) pengangkatan. Padahal mereka masuk 2006, jelas saya tolak karena tidak ingin masuk dipenjara gara-gara ini,” kata wanita berkulit putih tersebut. Tidak tahan diintervensi terus-menerus akhirnya dia mengajukan pengunduran diri.
Menurutnya sejak surat pengunduran diri tersebut disampaikan, walikota tak pernah merespon. Bahkan anehnya saat pemberhentiannya Selasa (2/9), digantikan dr Ronald Saragih, surat pengunduran diri itu belum juga ada jawaban.
Dr Ria mengatakan baru pada tanggal 12 September sekitar pukul 14.00 Wib dia diserahkan surat pemberhentian dengan alasan surat pengunduran diri yang dibuatnya dua tahun lalu yang ditandatangani Kepala Badan Kepegawaian Daerah Morris Silalahi, dto walikota. “Dari situ jelas ada yang tidak benar mengenai mekanisme pemberhentian saya,” tandasnya.
Selanjutnya dr Ria menanyakan hal tersebut kepada Morris melalui Short Message Service (SMS) mengenai dasar pemberhentian yang sebenarnya. “Dia (Morris) menjawab ibu tahu kita sama-sama anggota dan mungkin saya juga akan dilengserkan,” ucap Ria menjelaskan jawaban Morris.
Menurutnya, dia telah dizolimi dalam hal ini dan tetap akan berjuang mempertahankan kebenaran meskipun harus seorang diri. Ditegaskannya sebelum dilakukan serah terima jabatan, dia masih tetap bertanggung jawab atas kelangsungan rumah sakit yang telah banyak mendapat penghargaan inii. “Saya bukan gila jabatan, tapi apa yang saya pertahankan ini sebagai kelangsungan RSU ke depan. Apa mungkin orang yang baru dapat mewujudkan semua agenda yang telah direncana tiga tahun ke depan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR RI dr Ribka Tjiptaning, tertanggal 11 September 2008, telah melayangkan surat kepada Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin yang meminta Gubsu menggunakan wewenangnya agar mengaktifkan kembali dr Ria Telaumbanua sebagai Direktur RS Dr Djasamen Saragih. Permintaan itu disampaikan Komisi IX DPR RI berdasarkan pengaduan anggota DPRD Pematangsiantar kepada mereka (Komisi IX DPR RI). (jansen/fetra)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar