26 September, 2008

Walikota RE Siahaan Dinilai Cengeng, Kakan Infokom Tak Ngerti Tugas

Pemko Siantar Berhentikan Sejumlah Langganan Surat Kabar

SIANTAR-SK: Keputusan Kepala Kantor (Kakan) Informasi dan Komunikasi (Infokom) Pemko Pematangsiantar, Drs. Julham Situmorang, yang memberhentikan sejumlah langganan surat kabar di kantor Infokom, dinilai merupakan tindakan konyol dan tidak mengerti tugas dan fungsinya.
Informasi diperoleh, pemberhentian sejumlah langganan surat kabar di bagian Infokom ini adalah atas perintah Walikota Pematangsiantar, RE Siahaan. Dimana surat kabar yang selalu memberitakan kebobrokannya, dianggapnya sebagai ‘lawan’, sehingga tidak perlu menjadi langganan Pemko Pematangsiantar. Dan yang paling parahnya, wartawan surat kabar tersebut juga tidak diperbolehkan melakukan peliputan di Pemko Siantar (dikeluarkan dari unit Pemko).
Keputusan Infokom ini, mendapat kritikan tajam dari pengurus Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Medan, Tigor Munthe. Dia menuding bahwa tindakan ini menunjukkan bahwa Walikota Siantar, Ir RE Siahaan bersifat kekanak-kanakan dan cengeng. Sementara Kakan Infokom, Drs Julham Situmorang dituding tidak mengerti akan tugasnya. Hal ini diungkapkannya di Pematangsiantar, Jumat (26/9).
Dikatakan, dia merasa kaget dengan adanya tindakan dan sikap Pemko Siantar yang telah melakukan pemberhentian bebeberapa media cetak yang masuk ke Infokom, terlebih lagi adanya alasan yang berkembang akibat membuat pemberitaan terhadap Walikota Siantar Ir RE Siahaan. Menurutnya Sikap Pemko Siantar tersebut telah menghalang-halangi para jurnalis atau wartawan (Pers) untuk melakukan tugas peliputan. Dan telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang tugas pokok pers. Selain hal tersebut Pemko Juga telah mencoba menghambat akses beredarnya informasi terkait proses perjalanan pemerintahan.
Masih menurutnya, perlu diketahui bahwa Jurnalis memiliki tugas untuk melakukan kotrol/pengawasan terhadap kinerja pemerintahan kepada pelayanan publik/umum. Pihak Pemko Siantar artinya telah menutup gerak dengan tidak diperbolehkannya konfirmasi, telah langgar UU No 40 tahun 1999.
“Walikota telah menunjukkan sifat kekanak-kanaknnya, pada hal Jurnalist dan media telah menunjukkan sikap kritis dengan buat berita yang bersifat proposional terkait adanya usulan pemberhentian Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Drs H Imal Raya Harahap,” tandasya.
Labih lanjut disebutkan bahwa Kakan Infokom, Drs Julham Situmorang yang merupakan pimpinan Infokom juga tidak mengerti apa tugasnya serta tidak memahaminya. Dia menilai Kakan Infokom gagal membuat komunikasi publik. Dimana justru melakukan penutupan diri dengan media-media dan wartawan.
Untuk itu dia meminta agar Pemko Pematangsiantar mengkaji ulang menempatkan pimpinan Infokom (Kakan) dengan memilih orang yang benar benar mengerti dan mengetahui liku-liku Pers. “Kakan Infokom seharusnya dapat menjelaskan semuanya kepada Walikota Siantar bila memang mengerti dengan Pers,” tegasnya sembari menyatakan bahwa Pemko Siantar seharusnya mengatahui dan sadar bahwa Wartawan yang kritis terhadap Pemerintah adalah teman dan sebaliknya wartawan yang tahunya mengangkat-ngangkat berita adalah musuh.
Kakan Infokom, Drs Julham Situmorang saat dikonfirmasi melalui telepon selularnya, enggan memberikan komentar meski terdengar nada sambung, ketika dihubungi melalui Short Message Service (SMS), hingga berita ini diturunkan belum bersedia berkomentar.
Beberapa orang wartawan/pers yang media nya turut diberhentikan saat dikonfirmasi menyatakan dengan tegas, tidak mempermasalahkan pemberhentian yang dilakukan Infokom tersebut, dimana pemberitaan yang mereka tulis selama ini berdasarkan fakta-fakta yang terjadi di Kota Pematangsiantar. "Buat apa ditambah-tambahi, berita-berita itu memang benar-benar terjadi,” ungkap beberapa wartawan.
Informasi diperoleh, Surat Kabar yang diberhentkan yakni, Surat Kabar Harian Sinar Keadilan, Harian Medan Bisnis, Harian Skala Indonesia, Harian Global, Harian Andalas, Harian Metro 24 Jam dan Tabloid Local News. (daud)




IPK Siantar Desak DPRD Menggusur Kantin Ilegal di RSUD Djasamen Milik Minten

Minten: PP Minta IPK Jangan Kuasai Parkir RSUD

SIANTAR-SK: Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Pemuda Karya (IPK) Kota Pematangsiantar meminta DPRD bertindak tegas dengan menggusur kantin illegal yang berada di kompleks RSUD dr Djasamen Saragih.
Hal ini disampaikan pengurus harian IPK Denny Siahaan, SH, Jumat (26/9), saat ditemui di RSUD dr Djasamen Saragih. Menurutnya anjuran tersebut agar dewan tegas terhadap kantin milik Minten Saragih karena tidak mempunyai ijin. “Ini sesuai dengan informasi yang didapat jika ada dugaan kantin tersebut tidak ada ijin,” ujarnya singkat.
Denny juga telah mempertanyakan ini langsung kepada Direktur RSUD Dr Djasamen Saragih dr Ria Telaumbanua, dan menjawab sama sekali tidak tahu adanya kantin tersebut.
Secara terpisah Minten Saragih yang juga Ketua Pemuda Pancasila (PP) kota Pematangsiantar, saat ditemui di kantornya mempertanyakan kepentingan IPK terhadap kantin miliknya.
Minten menjelaskan masalah ijin menurutnya sudah ada dari staf RSUD Dr Djasamen Saragih, dan pada saat pemasangan pondasi dr Ria juga mengetahuinya. Dia juga menambahkan sudah ada surat perjanjian dengan Pemko Pematangsiantar, dimana apabila tanah tersebut dibutuhkan RSUD dan diperintahkan walikota, maka dia siap membongkarnya. “Kantin ini dibuat dua tahun lalu, tujuannya kegiatan sosial. Dimana kita menjual makanan dan minuman yang murah kepada keluarga pasien di RSUD,” sebutnya.
Minten juga meminta dalam hal ini agar Denny tidak membawa nama organisasi kepemudaan (OKP), karena dirinya juga dapat berbuat yang sama.
Di satu sisi Minten atas nama PP juga meminta walikota agar memberikan ijin untuk pihaknya dalam pengelolaan lahan parkir di RSUD tersebut. Menurutnya jangan ada tindakan sepihak kepada IPK untuk menguasai dan mengelola lahan dimaksud. (jansen)



Pemerintah Harus Segera Merespon SK DPRD No 12 Tahun 2008

Antisipasi Suhu Politik Siantar yang Memanas

SIANTAR-SK: Mantan anggota DPRD Siantar periode 1999-2004, Ronsen Purba, SH menilai pemerintah pusat harus secepatnya menuntaskan berbagai permasalahan di Siantar pasca keluarnya Surat Keputusan (SK) DPRD Nomor 12 Tahun 2008 mengenai pemberhentian Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap. “Tindakan ini dilakukan agar menghindari suasana tidak kondusif saat ini, perlu ada tindaklanjut pemerintah atas hasil sidang paripurna DPRD tersebut,” ujarnya, Jumat (26/9), di kediamannya.
Ronsen mengatakan keputusan dewan tersebut harusnya ditindaklanjuti lembaga pemerintah seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung (MA), dan Menteri Dalam Negeri. Menurutnya hasil kunjungan DPRD ke Jakarta untuk menyerahkan salinan keputusan tersebut harus direspon secepatnya. “Ini harusnya diselesaikan pemerintah melalui lembaga yang ada, sehingga masyarakat dapat menilai sendiri hasil paripurna dimaksud,” tandasnya.
Mengenai adanya pro-kontra atas kebijakan DPRD, dinilainya hal yang wajar dalam iklim demokrasi yang ada di Indonesia. Dikatakannya lahirnya keputusan melalui sidang paripurna didasari pengambilan sumpah jabatan kepala daerah (KDH) melalui jalur tersebut. Menurutnya paripurna merupakan awal bagi DPRD memberangkatkan walikota dan wakilnya. “Dewan menilai ada hal yang dilanggar dalam sumpah jabatan. Sehingga diputuskan melalui paripurna untuk memberhentikannya,” ujarnya.
Sementara itu Ketua DPP LSM Lepaskan Siantar-Simalungun Jansen Napitu berpendapat adanya pro-kontra saat ini merupakan bukti kegagalan walikota sebagai pemimpin bagi masyarakat Siantar.
“Buktinya banyak kebijakan walikota menjadi pertentangan, seperti pemberhentian Direktur RSUD dr Djasamen Saragih dr Ria Telaumbanua. Jika walikota membuat keputusan yang bijak mungkin tidak akan menimbulkan konflik,” jelasnya.
Menurutnya walikota dalam hal ini harus bertindak arif membuat sebuah keputusan, sehingga tidak merugikan kepentingan masyarakat. Jansen menambahkan ketidakkondusifan Siantar saat ini jangan dijadikan sebagai alat politik penguasa.
Dikatakannya Siantar yang bersebelahan dengan Kabupaten Simalungun membuktikan adanya kearifan pemimpinnya dalam menentukan berbagai kebijakan. “Harusnya Siantar bisa mencontoh Simalungun, bukan malah memperuncing keadaan dengan sistim ala premanisme untuk menyelesaikan masalah,” katanya.
Jansen menyebut di Simalungun juga banyak terdapat masalah namun pemimpin di Simalungun berusaha membuat suasana tetap kondusif dengan tidak membuat keputusan yang bisa membuat konflik di masyarakat.
Selain itu, kepala daerah di Simalungun juga selalu merangkul wartawan, bukan mengkotak-kotakkan wartawan antara yang pro eksekutif dan yang mengkritik. (jansen/fetra)




Walikota Siantar Beri Teguran Lisan Melalui Surat Tertulis

dr Ria: Menunjukkan Kinerja Walikota Sangat Tidak Karuan


SIANTAR-SK: Tanpa alasan jelas, dr Ria Novida Telaumbanua mengaku pernah mendapat teguran lisan dari Walikota Pematangsiantar. Namun, sayangnya teguran tersebut tertulis dan dikirimkan kepadanya dengan judul "Hal: Teguran Lisan." Hal ini menurutnya sangat tidak profesionalisme di lingkup eselon. "Ya kalau ditegor lisan ya lisan dong, bukan tertulis," cetus dr Ria.
Dikatakan pada bulan September 2008 ini dirinya sudah mendapat dua kali Surat keputusan (SK) dari Walikota Siantar. Yakni SK pengangkatan dirinya sebagai Staf Pemko Siantar. SK itu ia terima pada tanggal 12 September 2008. Belum sampai seminggu, ia kembali menerima SK pengangkatan dirinya sebagai Staf Fungsional di RSU dr Djasamen Saragih, sesuai SK No 820/2261/IX/WK-tahun . Sedangkan teguran lisan ia terima pada tanggal 22 September 2008.
Menurut dr Ria, kebijakan ini menunjukkan kinerja Walikota yang sangat tidak karuan. Belum lagi soal isi teguran lisan yang isinya, "sesuai laporan infokom Pemko Pematangsiantar, dr Ria dianggap melakukan hal-hal yang dapat menurunkan citra PNS." Hal ini dikatakan sangat tidak etis mengingat dirinya disamakan dengan jabatan infokom yang dari segi eselon jabatannya sudah sangat jauh.
Ditegaskannya, bukan ia ngotot harus mendapat jabatan Dirut RSU dr Djasamen Saragih. Namun sangat disayangkan ketika pemberhentiannya dinilai sangat tidak wajar hingga berdampak pada nama baiknya. Dimana ia diangkat oleh gubernur namun diberhentikan oleh Walikota. (dho)




“Keprihatinan terhadap Partuha Maujana Simalungun (PMS) Pematangsiantar”

SIANTAR-SK: Mantan Walikota Pematangsiantar Drs. Marim Purba menyatakan keprihatinannya yang sangat dalam terhadap pernyataan Partuha Maujana Simalungun (PMS) Siantar di berbagai media massa dalam krisis kepemimpinan di Rumah Sakit Umum dr. Djasamen Saragih, Pematangsiantar.
Marim meminta sebagai lembaga kebudayaan dan kumpulan para cendekiawan yang dituakan, seyogianya PMS Siantar lebih bijaksana dalam bersikap, menjunjung tinggi objektivitas, berdiri diatas semua golongan dan berdasar kebenaran yang hakiki (habonaran do bona). Menurutnya, tugas utama PMS adalah menjalankan fungsinya yang utama dalam merumuskan strategi kebudayaan, yaitu menggali nilai luhur Simalungun dan mengekpresikannya menjadi nilai yang mengutamakan kehidupan dan kemanusiaan. “Kebudayaan Simalungun harus menjadi inspirasi bagi upaya mencerdaskan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan panduan bagi keadilan dan kebenaran, khususnya di Siantar dan Simalungun,” kata Marim melalui siaran persnya.
“Oleh karena itu saya sangat prihatin jika PMS Siantar terperosok dalam sikap dukung mendukung, bersikap pragmatis, berpandangan sempit, dan berorientasi pada kepentingan pribadi. Sikap PMS Siantar selama ini cuma menjadi cermin dari sikap penguasa, dan memperlihatkan bahwa PMS Siantar tidak melakukan fungsinya untuk mengkritisi pemerintah, tapi justru telah menjadi alat penguasa dan secara tidak sadar menjadi corong pembenaran sikap penguasa dalam memperalat komunitas Simalungun,” ujar Marim melanjutkan.
Dia menyerukan agar PMS Siantar kembali kepada tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga kebudayaan Simalungun, memberi ruang hidup bagi masyarakat Siantar dari berbagai latar belakang kebudayaan untuk melakukan peran yang seluas-luasnya dalam masyarakat dan pemerintahan. Menurutnya PMS Siantar wajib memberi identitas diri ke-Simalungun-annya bukan untuk memonopoli kebenaran, tetapi dalam upaya saling memperkaya, saling hormat dan beradab, serta bersikap adil atas dasar kebenaran. Karena itu siapapun yang memegang teguh prinsip-prinsip ‘habonaran do bona’ di Pematangsiantar/Simalungun, dari latarbelakang budaya dan agama apapun, termasuk juga Dr. Ria Telaumbanua yang telah mengabdikan tanaga dan pikirannya bagi RSU Dr. Djasamen Saragih, maka ia juga adalah bagian dari orang Simalungun sejati. (fet)




Ibu-ibu Siap Aksi Bugil ke KPK dan Mendagri Agar Walikota Ditangkap


Dua Kubu Pendukung Walikota dan DPRD Siantar Saling Unjuk Kekuatan
DM Ater: Akan Menimbulkan Konflik Jika Walikota Tidak Mencabut Putusannya

SIANTAR-SK: Perseteruan antara massa pendukung Walikota RE Siahaan dan DPRD Pematangsiantar terulang kembali. Kemarin, Kamis (25/9), kedua kubu yang berjumlah ratusan saling unjuk kekuatan, di Kantor DPRD dan Kantor Walikota. Hal ini dilatarbelakangi masalah pengangkatan Direktur RSUD dr Djasamen Saragih.
Sebelumnya sekitar pukul 10.00 Wib, massa yang mengatas namakan Forum Mahasiswa Peduli Hukum dan Aliansi Rakyat Bersatu (FMPH-ARM) melakukan orasi dengan membawa spanduk dan poster yang mendukung kebijakan walikota mengangkat dr Ronald Saragih sebagai Direktur RSUD dr Djasamen Saragih.
Koordinator aksi Hendra Pandiangan dalam orasinya mendesak DPRD Siantar agar menghargai hasil keputusan eksekutif. Selain itu pihaknya menilai banyak kebijakan dewan tidak berpihak kepada masyarakat.
Karena tidak ada satupun anggota dewan yang menemui, massa mencoba masuk ke dalam gedung tetapi dihadang puluhan petugas Satpol Pamong Praja (PP) dibantu petugas dari Polresta Siantar dan Sat Brimob dengan bersenjata lengkap.
Berselang setengah jam, massa pendukung DPRD yakni Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) terdiri dari pedagang kaki lima dipimpin Sumihar Pardede dan Hendrik Manurung, persis di depan gerbang berorasi mendesak Walikota RE Siahaan dicopot dari jabatannya, karena dinilai banyak kebijakan menyebabkan kondisi Siantar kacau balau. “Kita mendukung sepenuhnya sikap DPRD Siantar, sudah saatnya rakyat bicara. Masalah 19 CPNS Gate, putusan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) dan kasus lainnya harus diusut tuntas penegak hukum,” ujar Sumihar yang akrab dipanggil Choki.
Sementara itu para pedagang yang terdiri dari ibu-ibu tersebut menyatakan sikap siap melakukan aksi bugil di Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). “Kami siap melakukannya sebagai desakan agar walikota ditangkap atas perbuatannya selama ini,” tandas seorang ibu.
Selanjutnya massa ARB sambil berteriak “tangkap RE Siahaan” masuk ke dalam gedung DPRD. Hal ini membuat massa FMPH-ARM langsung spontan bergerak menuju Kantor Walikota yang berjarak 20 meter untuk melakukan orasi.Suasana semakin memanas dimana kedua kubu saling melemparkan pendapatnya masing- masing.Hal ini sempat menjadi tontonan masyarakat yang sedang melintas dan menyebabkan kemacetan di Jalan Merdeka.
Usai melakukan orasi selama 15 menit massa ARB bergerak menuju kantor Walikota. Melihat hal tersebut massa FMPH-ARM bergegas keluar menuju Jalan Merdeka.
Secara terpisah RSUD Djasamen Saragih yang terletak di Jalan Sutomo dijaga ketat petugas keamanan Polresta Siantar. Sesuai informasi yang dihimpun penjagaan dilakukan karena adanya dugaan RSUD tersebut akan diambil-alih paksa.
Sementara itu tokoh masyarakat Siantar DM Ater Siahaan menilai pro-kontra mengenai pencopotan Direktur RSUD dr Ria Telaumbanua, harusnya ditinjau kembali oleh walikota.
Menurutnya jika hal ini tidak dilakukan maka menyebabkan kondisi Siantar tidak kondusif. “Jelas nyata masyarakat menilai dr Ria memimpin RSUD yang dulunya berpredikat rumah sakit hantu telah menjadi rumah sakit favorit karena adanya peningkatan pelayanan kesehatan,” sebut Ketua Ikatan Pemuda Karya (IPK) Siantar tersebut.
Ater mengatakan kondisi Siantar saat ini merupakan awal adanya perseteruan pribadi yang bermuara terjadinya konflik kepentingan. Menurutnya ini dapat menimbulkan konflik berkepanjangan dan rawan, jika walikota tidak melakukan perbaikan atas kebijakannya tersebut.(jansen)



Disinyalir Dana APBD 2008 Rp400 Miliar Sudah Habis Dipakai

Diduga Anggaran Kependidikan di Siantar Diambil dari Setiap SKPD

SIANTAR-SK: Dana untuk pembayaran tunjangan kependidikan dan uang lauk-pauk bagi guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pematangsiantar diduga diambil dari dana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hal ini dikatakan seorang sumber Sinar Keadilan di DPRD Pematangsiantar.
Menurut sumber tersebut, dana yang harus dibayarkan total seluruhnya Rp18 miliar. “Dana untuk tunjangan kependidikan itu tidak dianggarkan dalam APBD 2008, jadi diambil darimana? Sangat mungkin dana dari dinas-dinas dialihkan untuk membayarnya,” kata sumber tersebut.
Sinyalemen sumber ini sangat kuat mengingat beberapa hari lalu Direktur RSUD dr Djasamen Saragih dr Ria Telaumbanua secara blak-blakan mengungkapkan Walikota Pematangsiantar RE Siahaan meminta dana dari setiap SKPD untuk membayar tunjangan kependidikan guru PNS. Menurut dr Ria total dana yang diminta sebesar Rp16 miliar dan RSUD dr Djasamen diminta menyediakan dana sebesar Rp1,5 miliar.
Sumber Sinar Keadilan di DPRD Pematangsiantar ini juga mengatakan beberapa dana yang sudah tercantum dalam APBD 2008 diduga telah habis terpakai sementara proyek tersebut belum berjalan. Dia mencontohkan dana ganti rugi proyek outer ring road (jalan lingkar luar) sebesar Rp 4,4 miliar, disinyalir juga telah digunakan untuk kegiatan yang lain. Sampai saat ini masyarakat belum mendapat ganti rugi. Sumber ini bahkan menduga tidak tertutup kemungkinan dana di APBD 2008 sebesar Rp400 miliar sudah habis.
Pernyataan ini dikuatkan oleh Ketua Gerakan Pemuda Demokrasi Indonesia Perjuangan (GP-DIP) Siantar Carles Siahaan. Dia mengatakan banyak program yang biayanya ditampung di APBD justru tidak terealisasi. “Ini jadi tanda tanya besar, kemana sejumlah dana tersebut dikucurkan? Apakah terlaksana di lapangan?” tanyanya.
Carles memberi penegasan beberapa proyek pengadaan barang dan jasa di sejumlah dinas yang batal dilaksanakan dan sangat mungkin karena dananya sudah tidak ada lagi. (jansen)



Ketua DPRD Usir Walikota Siantar

SIANTAR-SK: Perseteruan antara Walikota Pematangsiantar dengan DPRD terus berlanjut. Kemarin, Selasa (23/9), RE Siahaan mendatangi RSUD dr Djasamen Saragih. Tak lama sesudahnya rombongan Ketua DPRD Pematangsiantar Lingga Napitupulu juga menyusul. Kehadiran kedua penguasa Siantar ini bukan malah menyejukkan suasana di rumah sakit, melainkan menambah panas situasi seiring aksi pegawai yang melakukan penolakan terhadap pergantian direktur rumah sakit tersebut.
Awalnya, rombongan walikota yang terdiri dari wakil walikota, sekda, kakan infokom, dr Ronald Saragih, dan sejumlah perangkat SKPD lainnya melakukan pertemuan di balaikota. Dari balaikota, mereka lalu meluncur ke RSUD dr Djasamen. Lalu beredar informasi kalau kedatangan mereka hendak melakukan serah terima jabatan direktur. Ketua DPRD Lingga Napitupulu pun mendengar informasi yang sama.
Lingga bersama rombongan lalu segera melucur ke rumah sakit. Di sana mereka sudah mendapati keberadaan rombongan walikota. Entah siapa yang memulai, tiba-tiba saja antara penguasa legislatif dengan penguasa eksekutif itu terjadi keributan. Sehingga membuat situasi berubah menjadi ramai. Hal yang diributkan juga tidak jelas diketahui apa latarbelakangnya.
Lingga Napitupulu disebut-sebut mencak-mencak dan sempat mengusir walikota agar keluar dari RSU. Bahkan suara gebrakan meja sempat terdengar.
Lingga Napitupulu ketika dikonfirmasi membantah melakukan pengusiran terhadap walikota dari RSU dr Djasamen Saragih. Menurutnya, mereka (DPRD) hadir ke rumah sakit untuk meninjau orang sakit.
Walikota Pematangsiantar RE Siahaan juga membantah dirinya diusir dari rumah sakit. “Kedatangan saya ke rumah sakit adalah untuk melakukan pengecekan pelayanan di RSUD Djasamen Saragih, dan yang saya lihat semuanya berjalan seperti biasa, ” jawab RE Siahaan melalui layanan SMS (Short Message Service) kepada Sinar Keadilan.
Sementara Wakil Walikota Drs Imal Raya Harahap saat dicegat sejumlah wartawan ketika ketika hendak meninggalkan RSU dr Djasamen Saragih mengatakan, kehadiran rombongan walikota ke rumah sakit hanya sebatas menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Yakni meninjau situasi rumah sakit dan kesiapan rumah sakit dalam melakukan pelayanan kesehatan. “Kita hanya meninjau,” ungkapnya. (daud)




DPRD Siantar Minta Pemko Segera Membayarkan THR

Diduga akan Dipotong Rp200 Ribu

SIANTAR-SK: Pemko Pematangsiantar didesak agar segera membayarkan uang Tunjangan Hari Raya (THR) dan Tunjangan Hari Natal (THN) yang ditampung di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2008 sebesar Rp 4,8 miliar yang sudah disetujui DPRD.
Hal ini disampaikan Ketua DPRD Lingga Napitupulu didampingi anggota dewan Grace Cristiane, Selasa (23/9), di gedung dewan Jalan Merdeka.
Lingga mengatakan anggaran yang diberikan sebesar Rp500 ribu per orang kepada ribuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan kerja Pemko tersebut agar secepatnya dibayarkan sebelum tanggal 25 September 2008.
Menurutnya merupakan hak PNS untuk menerima dana THR/THN yang dimana tahun 2007 pemko tidak menganggarkannya. “Ini merupakan bentuk kepedulian DPRD terhadap PNS, minimal adanya penghargaan yang diberikan dalam rangka menyambut Lebaran dan Natal,” sebutnya.
Sementara itu Grace menilai jika pemko tidak menepati janjinya maka telah melakukan pembohongan publik. Menurutnya RE Siahaan harus segera merealisasikan anggaran yang ditampung di APBD tersebut.
Sebelumnya beredar informasi ada dugaan dana THR sebesar Rp500 ribu dipotong menjadi Rp300 ribu. Disinyalir pemotongan tersebut untuk menutupi kekurangan dana tunjangan kependidikan bagi guru-guru PNS. Pemotongan sebesar Rp 200 ribu dikumpulkan untuk menambahi dana dari pusat sebanyak Rp 1,8 miliar melalui Dana Alokasi Umum (DAU) 2007-2008. Anehnya dana tersebut tidak dialokasikan Pemko di APBD.
Menanggapi hal tersebut Lingga menegaskan tidak boleh dilakukan pemotongan terhadap dana THR tersebut untuk dialokasikan ke pos anggaran lain.
Menurutnya selama ini pemko terkesan kurang memperhatikan kesejahteraan para PNS di Siantar. “Tidak boleh ada pemotongan, karena jelas dana THR itu bukan dilimpahkan untuk membayar tunjangan kependidikan, ini namanya menyalahi aturan,” tandasnya.
Dikatakannya merupakan keteledoran pemko tidak memasukan DAU Pusat tersebut di APBD. Dia menilai tunjangan kependidikan yang dialokasikan Rp150 juta perbulan seharusnya dibayarkan.
Menurutnya mengapa pemko selalu mengalihkan sejumlah dana APBD untuk kegiatan yang tidak ada persetujuan dari DPRD Siantar. Lingga menilai banyak dana yang dikeluarkan tanpa melalui prosedur, sedangkan anggaran yang telah disetujui dewan justru tidak pernah terealisasi dengan baik. (jansen)




Gubsu Diminta Tegas Atasi Masalah di Siantar

Unjukrasa ke Kantor Gubsu

MEDAN-SK: Sekitar 200 orang dari Forum Masyarakat Peduli Siantar (FMPS) yang terdiri dari guru-guru PNS, pegawai RSUD dr Djasamen Saragih, Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Siantar dan Lembaga Pengawasan Kekayaan Aset Negara (Lepaskan), Selasa (23/9), menggelar aksi unjukrasa di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Medan.
Dalam unjukrasa ini, FMPS meminta ketegasan dari Gubsu Syamsul Arifin atas berbagai permasalahan di Siantar akibat kebijakan Walikota RE Siahaan yang diduga sarat korupsi dan tidak berpihak kepada masyarakat.
Koordinator FMPS Johansen Purba dalam orasinya mengatakan Gubsu harus secepatnya mencopot RE Siahaan dari jabatannya karena berbagai kebijakannya dinilai membuat suasana tidak kondusif di Siantar. Kebijakan itu antara lain pemberhentian Direktur RSUD Djasamen Saragih dr Ria Telaumbanua, kasus 19 CPNS Gate 2005, pembayaran tunjangan kependidikan bagi guru-guru PNS, ganti rugi proyek outer ring road (jalan lingkar tembus) Rp 4,4 miliar, dan ruislag (tukar guling) SMAN 4 Siantar.
“Kami minta Gubsu segera mengaktifkan kembali dr Ria, dan menurunkan RE Siahaan dari jabatannya,” ujarnya.
Kurang lebih satu jam berorasi tidak satupun pejabat Pemprovsu yang menemui massa FMPS. Akhirnya mereka diterima Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan dan Pemberdayaan Pegawai, Suherman, di ruangan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumut.
Dalam pertemuan tersebut Suherman menjelaskan telah dibentuk tim Pemprovsu mengenai persoalan di Siantar. Menurutnya, direncanakan Pemko Pematangsiantar, Rabu (24/9), dipanggil untuk dimintai keterangannya terhadap berbagai permasalahan seperti pencopotan dr Ria, dan kasus lainnya. “Artinya keterangan tersebut akan disampaikan ke Gubsu. Kemungkinan Kamis atau Jumat ini tim dari Bawasda, BKD, dan Otonomi Daerah (Otda) turun ke Siantar,” ujarnya.
Sementara itu Ketua LSM Lepaskan Jansen Napitu menilai BKD dan Gubsu terkesan mengacuhkan kasus 19 CPNS Gate 2005, dimana Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah memberhentikan dan mencabut Nomor Induk Pegawai (NIP) 19 orang tersebut.
Menurutnya tidak adanya tindakan nyata seakan- akan membuat RE Siahaan kebal hukum, karena sampai saat ini proses hukum di Polres Simalungun belum jelas.
“Harusnya Gubsu turun ke Siantar, dan hal ini perlu disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena penegakan hukum tidak berlaku lagi di Siantar,” terangnya.
Sedangkan Dewan Pembina Forum Komunikasi Guru- Guru PNS (FKG-PNS) Timbul Panjaitan mengutarakan pembayaran tunjangan bagi para guru sering kali ditunda. Dia juga menilai pengangkatan Kepsek SD baru-baru ini di Siantar dilakukan tidak mengacu kepada produk hukum yang berlaku. “Dunia pendidikan saat ini diobok- obok, banyak kepentingan bertujuan bisnis seperti ruislag SMAN 4,” terangnya.
Menanggapi hal tersebut Suherman menegaskan BKD Sumut tidak pernah diam terhadap kasus 19 CPNS Siantar. Menurutnya berbagai persoalan yang disampaikan akan dilaporkan kepada Gubsu.
Selanjutnya FMPS melakukan pertemuan dengan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Parlindungan Purba SH, MM di Sekretariat DPD RI Sumut di Jalan Setia Budi Medan.
Menurut Parlindungan, khusus untuk masalah kesehatan seperti pencopotan dr Ria telah ditindaklanjuti dengan menyurati Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri. “Sesuai hasil kunjungan kami ke RSUD Djasamen beberapa waktu lalu, telah meminta Menkes dan Mendagri agar mengaktifkan kembali dr Ria,” jelasnya.
Parlindungan mengatakan secara prinsip tidak ada alasan diberhentikannya dr Ria. Karena selama kepempimpinan 2,5 tahun telah meraih prestasi dan penghargaan bagi RSUD Djasamen Saragih.
Mengenai masalah pendidikan seperti pencopotan Kepsek DS, pembayaran tunjangan guru PNS dan ruislag SMAN 4, dia mengatakan kemungkinan perlu dilakukan pemanggilan terhadap Walikota RE Siahaan ke Jakarta.
“Sepertinya perlu ini dipanggil atas situasi Siantar saat ini. Artinya DPD RI siap menampung aspirasi masyarakat Siantar agar secepatnya diselesaikan,” ujarnya mengakhiri. (jansen)



22 September, 2008

Kapolresta: Saya Akan Tangkap Walikota Jika Tak Bayar Tuntutan Guru

Ratusan Guru PNS Siantar Unjukrasa Tuntut Tunjangan Kependidikan Dibayar
Marim: Siantar Dalam Fase Krisis


SIANTAR-SK: Ratusan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terhimpun dalam wadah Forum Komunikasi Guru-guru PNS (FKG-PNS) Pematangsiantar menggelar unjukrasa damai ke gedung DPRD, balaikota, dan Rumah Dinas Walikota, Senin (22/9). Unjukrasa dilakukan menuntut pembayaran tunjangan kependidikan sebanyak 20 bulan gaji yang lama tak ditanggapi Pemko Pematangsiantar.
Ratusan guru tersebut mengambil titik kumpul di Lapangan H Adam Malik, berbaris mengusung dua buah spanduk dan puluhan poster sembari mengumandangkan lagu-lagu perjuangan. Awalnya mereka menuju gedung DPRD. Di tempat ini, para guru secara bergantian berorasi diselingi nyanyian untuk guru. Di tempat ini mereka diterima Ketua DPRD Lingga Napitupulu, Wakil Ketua Ir Saut H Simanjuntak, Syirwan Hazly Nasution, dan beberapa anggota DPRD antara lain Grace Christiane, Pardamean Sihombing, Josmar Simanjuntak, Jonny Siregar, dan Muslimin Akbar.
Ketua Komisi II yang membidangi pendidikan, Dra Grace Christiane, didampingi anggota Komisi II lainnya mengingatkan tuntutan guru itu merupakan hak yang harus diberikan Pemko Siantar. Uangnya sudah ada di Pemko Siantar, ujar Grace memastikan. Menurut Grace, DPRD siap mendampingi guru untuk memperjuangkan haknya kepada Pemko Siantar.
Dari Gedung DPRD, para guru lalu menuju Balaikota yang jaraknya hanya 50 meter. Namun di Balaikota yang cukup megah itu tak seorang pejabatpun yang menyambut kehadiran mereka, kecuali petugas Satpol PP. Setelah ditunggu beberapa lama, akhirnya diputuskan untuk mencari pejabat di kantor itu dari satu ruangan ke satu ruangan lainnya.
Di ruang induk Balaikota, guru-guru didampingi beberapa polisi, tidak menemukan satupun pejabat di ruangannya, walau masih jam kerja. Padahal sebelumnya terlihat pejabat teras Pemko Siantar masih berada di ruangannya. Tetapi setelah kehadiran pendemo tersebut tampaknya kalangan pejabat Pemko segera pergi entah kemana.
Tak mendapat tanggapan akhirnya para guru memutuskan bergerak ke rumah dinas walikota di Jalan MH Sitorus. Dengan berbaris teratur, para guru bergerak ke Rumah Dinas Walikota. Hampir satu jam, ratusan massa menunggu di depan pintu gerbang masuk rumah dinas yang dijaga ketat petugas Satpol PP. Pintu gerbang tertutup rapat.

Walikota Temui Pengunjuk Rasa
Melihat situasi mulai memanas akibat pengunjukrasa tak diterima walikota, Kapolresta Pematangsiantar AKBP Drs Andreas Kusmaedi, MM, didampingi Ketua DPRD Lingga Napitupulu, dan Wakil Ketua DPRD Ir Saut H Simanjuntak, lalu menelepon Walikota Ir RE Siahaan. Tak berapa lama RE Siahaan didampingi Asisten III Marihot Situmorang, SH, dan beberapa pejabat lainnya, dengan didampingi Wakapolresta Kompol Drs Safwan Khayat,Mhum, datang menemui massa. Massapun bersorak, “cair…,cair…,cair!”
Walikota berjanji membayar tuntutan para guru itu setelah urusan administrasinya diselesaikan. ”Saya telah meneken surat pembayaran, karenanya diimbau kepada massa yang melakukan demo segera membubarkan diri dan kembali bertugas seperti biasa.Besok sudah dapat dibayarkan,” kata RE Siahaan kepada pengunjukrasa.
Menanggapi pernyataan walikota tersebut, Kapolresta Andreas Kusmaedi mengatakan jika RE Siahaan tidak menepati janjinya membayar tuntutan guru tersebut maka ia akan menangkap walikota.
Akhirnya massa membubarkan diri seraya berjanji akan menggelar aksi sama apabila tidak segera dibayar.
Pantauan Sinar Keadilan, setidaknya ada lima tuntutan yang disampaikan guru PNS yaitu, pembayaran rapel tunjangan tenaga kependidikan selama 20 bulan, terhitung sejak Januari 2007 sampai Juni 2008, tunjangan bulan ke-13 selama dua bulan tahun 2007 dan tahun 2008, menampung rapel uang makan PNS mulai Januari 2007 sampai Desember 2007 (12 bulan) sebesar Rp 10.000 per hari kerja di dalam P.APBD tahun 2008.
Tuntutan berikutnya merealisasikan pembayaran uang makan PNS tahun 2008 sebesar Rp 15.000 per hari kerja dan pembayaran selisih uang makan PNS yang sudah dibayarkan sebesar Rp 5.000 per hari kerja dari Januari sampai Mei 2008, merealisasikan perbaikan besaran uang kesejahteraan guru-guru PNS kota Siantar yang hanya sebesar Rp 75.000 per bulan untuk tahun 2008 seperti yang tercantum dalam surat Sekdakot Nomor.900/2670/V/2008 tanggal 12 Mei 2008 kepada Kadis Pendidikan/Pengajaran menjadi Rp 150.000, sama dengan yang diterima PNS non guru di kota Siantar.
Tuntutan ke-5 adalah,merealisasikan pembayaran tunjangan Hari Raya/Tunjangan Hari Natal tahun 2008 dalam bentuk uang, bukan dalam bentuk barang sebesar Rp 500.000.
Ketua DPRD Siantar Lingga Napitupulu mengingatkan, tunjangan Hari Raya masing-masing sebesar Rp500.000 dalam bentuk uang dan tidak ada pemotongan.
Menanggapi aksi para guru tersebut, Mantan Walikota Pematangsiantar, Drs. Marim Purba, mengatakan hal yang pantang dilakukan walikota adalah menunda atau memotong gaji dan tunjangan guru. Dia juga meminta walikota tidak mempersulit kenaikan pangkat para guru tersebut. “Mengabaikan guru berarti menebas pilar pendidikan di Siantar,” kata Marim.
Dia melanjutkan jika dua sektor penting yakni pendidikan dan kesehatan (kasus pergantian Direktur RSUD dr Djasamen Saragih) sudah porak-poranda maka sesungguhnya Siantar sudah dalam fase krisis. (daud/fetra)






Irham Buana: Tim Seleksi Tak Bisa Lepas dari UU No 22 Tahun 2007

Proses Seleksi Anggota KPU Simalungun Dinilai Cacat Hukum
SIANTAR-SK: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara, Irham Buana Nasution, mengatakan, memastikan tim seleksi calon anggota KPU Simalungun tak bisa lepas dari ketentuan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Menurut Irham, dalam Pasal 22 Ayat 2 disebutkan anggota tim seleksi tidak menjadi anggota partai politik dalam lima tahun terakhir.
Pernyataan Irham ini berkaitan dengan proses seleksi calon anggota KPU Simalungun yang dinilai cacat hukum karena salah seorang anggota tim seleksi, Dra. Rokibah, pernah menjadi calon anggota legislatif tahun 2005 mewakili Partai Amanat Nasional (PAN).
Menurut Irham, dia belum bisa berkomentar terlalu jauh karena pengaduan terhadap masalah ini belum sampai ke pihaknya. Dia meminta agar pengaduan ini segera disampaikan kepadanya agar bisa segera ditindaklanjuti. “Saya minta segera disampaikan ke saya agar bisa ditindaklanjuti. Kita akan lihat nanti bagaimana masalah yang sebenarnya,” kata Irham, yang kemarin juga terpilih kembali menjadi anggota KPU Sumut bersama Turunan Gulo, Nurlela Johan, Sirajuddin, dan Surya Perdana.
Seperti diberiatakan Sinar Keadilan kemarin, proses seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Simalungun periode 2008-2013 dinilai cacat hukum. Pasalnya, salah seorang anggota tim seleksi, Dra Rokibah, merupakan salah seorang calon anggota legislatif mewakili Partai Amanat Nasional (PAN) tahun 2004.
Menurut mereka, Undang-undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu disebutkan proses seleksi dilakukan sebuah tim yang dibentuk KPU dengan memperhatikan berbagai persyaratan. Salah satu persyaratan utama dalam proses seleksi tersebut mengacu pada Pasal 22 Ayat 2 UU No 22 Tahun 2007, yakni Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional dan masyarakat yang memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Rokibah sendiri saat dihubungi dalam sebuah acara talk show di Radio CAS FM, Pematangsiantar, Senin (22/9) pagi, mengelak untuk memberi komentar terlalu jauh mengenai keterlibatan dirinya dalam parpol. Rokibah hanya mengatakan tak pernah menjadi pengurus parpol selama ini.
Ketua Tim Seleksi calon anggota KPU Simalungun, Ulung Napitu, saat dikonfirmasi dalam acara yang sama mengelak memberi komentar dengan alasan itu bukan wewenangnya. “Mungkin lebih baik ditanya kepada yang memilihnya,” katanya.
Ulung Napitu dan Rokibah merupakan anggota tim seleksi yang direkomendasikan oleh DPRD Simalungun. Ketua DPRD Simalungun, Syahmidun Saragih, sampai berita ini turun tak bisa dihubungi. (Fetra)




Para Pegawai Lakukan Mogok Kerja Selama 1 Jam

Protes Pergantian Direktur RSUD dr Djasamen Pematangsiantar Terus Berlanjut

SIANTAR-SK: Ratusan dokter, perawat, dan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Djasamen Saragih Pematangsiantar melakukan aksi mogok kerja selama satu jam, Senin (22/9). Aksi ini sebagai kelanjutan dari protes atas digantinya dr Ria Novida Telaumbanua sebagai direktur rumah sakit.
Aksi mogok kerja dilakukan seusai mereka mengikuti apel pagi yang dipimpin dr Ria. Sehari sebelumnya beredar informasi akan terjadi dualisme pemimpin apel pagi antara dr Ria dengan dr Ronald Saragih (pejabat direktur yang ditunjuk walikota). Hal ini menyebabkan Ketua DPRD Siantar Lingga Napitupulu, Wakil Ketua Saud Simanjuntak, anggota DPRD Aroni Zendrato, Dapot PM Sagala dan Johnny Siregar, hadir dalam apel pagi itu.
Namun, meski melakukan mogok kerja, pelayanan terhadap masyarakat dan para pasien yang ada di rumah sakit tersebut tidak terkendala. Para dokter dan perawat yang menangani pasien tetap melakukan tugasnya dengan baik.
Salah seorang pegawai, J Purba, mengatakan aksi mogok kerja kurang lebih satu jam tersebut sebagai bentuk protes atas pergantian dr Ria yang menimbulkan suasana tidak kondusif di RSUD yang terletak di Jalan Sutomo tersebut. “Ini kita lakukan agar ada perhatian pemko atas situasi yang terjadi di RSUD yang sebenarnya,” jelasnya.
Purba mengatakan ini juga dilatarbelakangi aksi teror dari sekelompok orang, kemarin malam (Senin dini hari) sekitar pukul 02.00 Wib. Saat itu, ditemukan pemasangan spanduk di pagar RSUD tersebut.
Hal ini dibenarkan salah satu petugas keamanan yang identitasnya tidak mau disebut. Petugas keamanan ini mengatakan melihat pemasangan spanduk sebanyak tiga buah dilakukan dua orang.
Selanjutnya dia mempertanyakan atas ijin siapa spanduk tersebut dipasang dan meminta agar dicabut. Menurut pengakuannya, kedua orang tersebut langsung mencabutnya dan pergi. Anehnya setelah dia dan pegawai RSUD masuk ke dalam ternyata spanduk tersebut dipasang paginya sekitar pukul 07.00 Wib. “Spanduk tersebut langsung kita amankan, karena tidak tahu atas permintaan siapa agar dipasang,” ujarnya.
Sedangkan isi tulisan spanduk tersebut antara lain “masyarakat Siantar mendukung dr Ronald Saragih sebagai Direktur RSUD Djasamen Saragih”. Dikatakannya tidak ada tulisan dari lembaga mana spanduk dimaksud, namun ada bahasa Simalungun di bawahnya yakni “Diatei Tupa”.
Sementara itu dr Ria usai memimpin apel pagi, di ruang kerjanya mengatakan laporan pemasangan spanduk yang tidak dikenal tersebut langsung disampaikan kepada pihak keamanan. Dia juga mengakui menerima layanan SMS (Short Message Service) yang menyudutkan dirinya. “Saya merasa terusik atas kejadian ini, jangan sampai membawa kesukuan apalagi menyangkut Simalungun,” ujarnya.
Dia berharap agar situasi di RSUD saat ini jangan diprovokasi oknum tidak bertanggung jawab sampai menciptakan konflik berbau suku, ras dan agama (Sara). “Inilah kejahatan politik di Siantar, kita takutkan justru akan menimbulkan perpecahan di masyarakat,” katanya singkat. (jansen)





Etnis Tionghoa Masih Terpasung SBKRI

JAKARTA-SK: Sampai dua tahun pascalahirnya UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ternyata Surat Bukti Kewarganegraan Republik Indonesia (SBKRI) masih diberlakukan kepada WNI etnis Tionghoa dalam implementasinya. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Institut Kewarganegaraan Indonesia, Indradi Kusuma dalam bedah buku "Tionghoa Dalam Cengkeraman SKBRI", di Gedung CSIS, Jakarta, Senin (22/9).
"Dengan menyandang SBKRI sama artinya menempatkan warga Tionghoa dalam status kewargaan yang dipertanyakan," ujar Indradi. Kelihatan hanya masalah kewajiban administrasi, tetapi menurut Indradi, dalam prinsipnya penerapan SBKRI terhadap WNI Tionghoa telah menyentuh persoalan mendasar dalam kebangsaan Indonesia, yaitu legalitas ikatan kewargaan dengan negaranya.
Buku dengan warna merah dan tebal 148 halaman ini memaparkan fakta-fakta diskriminatif negara terhadap kelompok Tionghoa di Indonesia beserta sejarah dan latar belakang lahirnya kebijakan SBKRI. Buku tersebut ditulis Wahyu Effendi yang juga sebagai Ketua Umum Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi (Gandi).
"Dalam buku ini memaparkan korban langsung dari kebijakan SBKRI. Setidaknya akan menjadi referensi yang berguna bagi masyarakat awam yang harus berhadapan dengan persyaratan SBKRI," kata Wahyu. Perjuangan warga etnis Tionghoa untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia secara penuh rupanya masih terpasung. (kcm)



Seleksi Calon Anggota KPU Simalungun Cacat Hukum

Salah Seorang Anggota Tim Seleksi Terlibat Parpol

SIANTAR-SK: Proses seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Simalungun periode 2008-2013 dinilai cacat hukum. Pasalnya, salah seorang anggota tim seleksi, Dra Rokibah, merupakan salah seorang calon anggota legislatif mewakili Partai Amanat Nasional (PAN) tahun 2004. Demikian disampaikan empat orang calon anggota KPU Simalungun yang mengikuti seleksi yakni Rasjidin Harahap, SPd, Sabar Damanik, ST, Mulai Adil Saragih, dan Tigor Munthe.
Menurut mereka, Undang-undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu disebutkan proses seleksi dilakukan sebuah tim yang dibentuk KPU dengan memperhatikan berbagai persyaratan. Salah satu persyaratan utama dalam proses seleksi tersebut mengacu pada Pasal 22 Ayat 2 UU No 22 Tahun 2007, yakni Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional dan masyarakat yang memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Menurut mereka, terbongkarnya status Rokiba yang pernah menjadi caleg berdasarkan hasil informasi dan pengaduan masyarakat kepada tim seleksi calon Anggota KPU Simalungun Periode 2008-2013. Dalam pengaduan tersebut, Dra Rokiba, pernah terdaftar sebagai calon legislatif Pemilu 2004 dari PAN Simalungun. Hal ini secara nyata-nyata telah melakukan penipuan dalam surat pernyataan tidak menjadi anggota partai politik dalam lima tahun terakhir.
Empat orang peserta seleksi calon anggota KPU Simalungun Periode 2008-2013 tersebut lalu meminta KPU Provinsi Sumatera Utara agar mengambil alih seluruh tahapan kegiatan Tim Seleksi Calon Anggota KPU Simalungun. Selanjutnya mereka juga meminta KPU untuk menetapkan dan mengumumkan 10 besar Calon Anggota KPU Simalungun dengan melampirkan nilai hasil tes tertulis, assesment psikologi, wawancara dan hasil klarifikasi tanggapan masyarakat. Selain itu mereka juga meminta agar KPU Sumut melakukan audit penggunaan anggaran dalam rekrutmen calon anggota KPU Simalungun Periode 2008-2013.
Ketua Tim Seleksi Ulung Napitu saat coba dikonfirmasi Sinar Keadilan, kemarin malam, tak berhasil dihubungi. Handphone tak aktif. Hal sama juga terjadi Saat Sinar Keadilan mencoba menghubungi dua anggota tim seleksi yakni Binaris Situmorang dan Lasman Malau. Handphone keduanya tak aktif.
Sampai berita ini turun, Rokibah juga tak berhasil dihubungi Sinar Keadilan. Telepon selulernya tak aktif dan dikonfirmasi lewat short message service (sms), tak dibalas. (fetra)




Ganti Rugi Tanah Warga Proyek Outer Ring Road II Belum Dibayar Pemko

Kemana Dana Rp4,4 Miliar?

SIANTAR-SK: Sampai saat ini masyarakat di Kelurahan Tambun, Kecamatan Siantar Martoba, belum menerima biaya kompensasi (ganti rugi) atas tanah dan tanaman warga yang terkena pembangunan outer ring road (jalan lingkar tembus) tahap II. Hal ini disampaikan warga, yang identitasnya tidak mau disebutkan, Jumat (19/9).
Menurutnya, sekitar Januari 2008 lalu, tanah warga diratakan dan warga menerima surat edaran jika kompensasi atas tanah warga dalam pembangunan outer ring road ditampung di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2007. Dalam perinciannya tanah warga diganti sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yakni Rp15 ribu per meternya. "Hal ini sempat ditolak, karena nilainya tidak sesuai, namun entah bagaimana akhirnya warga setuju," ujarnya.
Dikatakannya khusus di tempat tinggalnya yakni Lingkungan II, Tambun Barat, ada sekitar 30 orang yang memiliki tanah sebanyak 18 persil (perpersil 10 meter x 15 meter, red.). Pria paruh baya tersebut mengatakan sampai selesai pengerjaan belum juga diberikan kompensasi tersebut.
Saat hal ini ditanyakan kepada Pemko Pematangsiantar melalui Kabag Tata Pemerintahan (Tapem) Hendro Pasaribu (sekarang telah diganti) dikatakan kompensasi akan diberikan setelah APBD 2008 disahkan. "Namun kenyataannya APBD disahkan April 2008, kami belum juga menerima dana tersebut. Namanya janji harus ditepati, jangan ada pembohongan dalam hal ini," jelasnya.
Karena tidak ada kejelasan, akhirnya dia dan beberapa perwakilan warga kembali menemui Hendro pada tanggal 22 Juni 2008 lalu. Dalam pertemuan tersebut, Hendro mengatakan kompensasi akan diberikan awal Juli 2008.
Selanjutnya sebagai persyaratan, Lurah Tambun Nabolon Amran diperintahkan Hendro untuk mengumpulkan sertifikat asli tanah warga. Dikatakannya pengumpulan sertifikat bertujuan untuk memperbaiki luas tanah warga yang sebenarnya setelah diberikan kompensasi terhadap luas tanah yang terkena proyek Outer Ring Road tersebut. "Katanya sertifikat itu nantinya akan disesuaikan dan pengurusannya gratis tanpa dibebankan kepada masyarakat," tandasnya.
Dia menambahkan selain itu mereka juga disuruh membuat surat pernyataan berstempel materai dan ditandatangani, yang berisi warga tidak keberatan tanahnya dilepaskan untuk pembukaan jalan tersebut. "Kapan lagi tanah itu dibayarkan, sementara kami sudah tidak mempunyai apa- apa lagi. Apa fungsi dan tanggung jawab Pemko kepada masyarakatnya," ucapnya.
Hal senada juga dikatakan warga lainnya yang juga minta namanya dirahasiakan dengan alasan takut nantinya berurusan dengan pemko dan pihak Kodim. Menurutnya, sampai saat ini warga belum menerima dana kompensasi tersebut.
Dia mengatakan sangat mengharapkan dana kompensasi dimaksud untuk biaya pengobatan atas penyakit mata yang dideritanya. "Inilah pak, terpaksa saya harus menahannya, coba kalau uang itu dibayarkan mungkin saya sudah bisa berobat," katanya dengan nada pelan.
Mengenai tindak lanjut warga, mereka berdua mengatakan rencananya, Senin (22/9), akan menemui Kabag Tapem untuk menanyakan kapan kejelasan pembayaran kompensasi tersebut.
"Jadi jangan karena Kabag Tapem diganti maka masalah ini selesai begitu saja, yang pasti kami akan tetap menuntutnya," sebut mereka bersamaan.
Sementara itu Anggota Komisi IV DPRD Siantar Muslimin Akbar, SHi menilai tidak ada alasan bagi pemko untuk menunda dan membatalkan pembayaran kompensasi yang telah dijanjikan. Menurutnya warga berhak menuntut ganti rugi atas tanah dan tanaman dalam pengerjaan proyek tersebut. "Ini harus segera dibayarkan kepada warga dan jelas APBD 2008 telah disahkan. Bahkan ada biaya kompensasi ditampung pemko sebesar Rp 4,425 miliar, kemana dananya itu," ujarnya.
Muslimin menegaskan akan mendampingi warga mempertanyakan pembayaran kompensasi kepada pemko agar secepatnya dibayarkan karena masyarakat sangat membutuhkan dana tersebut.
Sebelumnya proyek outer ringroad sepanjang 12 km ini terdiri dari Jalan Medan, Kecamatan Siantar Martoba sampai Simpang Dua, Kecamatan Siantar Simarimbun, melalui Kecamatan Siantar Sitalasari. Dalam pengerjaannya menghabiskan biaya sebesar Rp1,05 miliar dari APBD 2006 dan tahap II sebesar Rp3,94 miliar dari APBD 2007. Untuk biaya ganti rugi tanah dan tanaman milik masyarakat, Pemko Pematangsiantar menampungnya di APBD 2008 sebesar Rp4,425 miliar. Sehingga secara keseluruhan, biaya yang akan dikeluarkan untuk pembukaan jaklan dan ganti rugi mencapai Rp9,4 miliar lebih.
Sementara itu, pantauan Sinar Keadilan, di jalan yang dibangun oleh Karya Bhakti TNI Kodim 0205/Simalungun ini, jalan selebar tujuh meter tersebut telah ditumbuhi semak belukar. Bahkan di Tambun Barat parit pembuangan air di sisi jalan telah longsor. Saat ini longsoran telah mencapai lebar tiga meter dan dikhawatirkan jika dalam kondisi hujan maka tanah disekitarnya akan ikut longsor. (jansen)




Parlindungan Purba: Tak Ada Alasan Walikota Mengganti dr Ria

Terkait Pemberhentian Direktur RSU Djasamen Saragih

SIANTAR-SK: Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Parlindungan Purba menyesalkan sikap Walikota Pematangsiantar RE Siahaan yang memberhentikan dr Ria Telaumbanua sebagai Direktur RSUD dr Djasamen Saragih. Dia menilai tindakan tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan dan alasan yang tepat.
Hal ini disampaikannya saat melakukan kunjungan ke RSU milik Pemko Pematangsiantar, Kamis (18/9). Di rumah sakit ini, Parlindungan diterima dr Ria di ruang kerjanya. Menurutnya kedatangannya karena terkejut mendengar adanya pergantian jabatan direktur di rumah sakit tersebut.
Dia menilai selama RSU dr Dajasamen Saragih dipimpin dr Ria, telah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Ini terbukti dengan berbagai prestasi yang diraih baik di tingkat daerah dan nasional.
“Terlepas dari kewenangannya sebagai walikota, perlu dilakukan peninjauan kembali. Terus terang saya terusik atas pemberhentian dr Ria sebagai direktur karena tidak ada alasan yang tepat untuk mengganti, ” ucapnya.
Menurutnya sesuai informasi jika yang akan menggantikan dr Ria tidak mempunyai kemampuan dan kredibilitas lebih baik dari direktur sebelumnya. Parlindungan menegaskan RSU yang saat ini dalam arah perbaikan dan menuju Badan Layanan Umum (BLU) akan berantakan. Apalagi yang menggantikannya, tidak dijamin memiliki kemampuan yang lebih baik atau setara dengan dr Ria.
Parlindungan juga mendukung sepenuhnya tindakan dr Ria yang sampai saat ini tetap masuk dan bekerja seperti biasa melayani masyarakat miskin. Menurutnya permasalahan yang terjadi di RSU ini akan dilaporkan ke Menteri Kesehatan (Menkes) untuk ditindaklanjuti.
Parlindungan juga keberatan adanya rencana pemko mengambil anggaran RSU sebesar Rp1,5 miliar untuk membayar tunjangan kependidikan bagi guru-guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Siantar.
“Jika ada temuan seperti ini disertai dengan bukti akurat, silahkan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” sebutnya.
Sementara itu dr Ria mengutarakan akan tetap menolak Surat Keputusan (SK) pemberhentian dirinya, dengan alasan tidak sesuai mekanisme mengenai tata cara pergantian pejabat eselon II. Ditegaskannya jika alasan pergantian karena adanya kesalahan, maka dia menilai harus ada pemanggilan dan teguran. “Tapi (pemanggilan) ini tidak dilakukan, artinya ini tidak relevan. Saya diperlakukan tidak hormat dan semena- mena tanpa adanya pemberitahuan akan diganti,” tandasnya.
Ria juga beralasan dalam SK tersebut dirinya diberhentikan dan dimutasikan menjadi staf pemko tanpa menjelaskan di bagian mana. Menurutnya ini jelas menyalahi dan tidak sesuai dengan gelar yang selama ini dipakainya.
Mengenai adanya rencana melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait SK dimaksud, Ria mengatakan masih dipikirkan. Ria masih mempertimbangkan surat dari DPRD Siantar, Komisi IX DPR RI dan Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) yang menolak adanya pergantian tersebut. Sejauh ini ketiga surat tersebut belum dijawab walikota. (jansen)




Ketika Si Jangkung Berpose dengan Si Kerdil


LONDON-SK: Yang satu pria terpendek di dunia. Satunya lagi, wanita jangkung dengan kaki terpanjang di dunia. Keduanya dipertemukan untuk difoto dalam edisi terbaru buku Guinness World Records.
"Jangan melihat ke atas," kata sang wanita kepada sang pria saat keduanya diminta berpose, seperti dilansir media Inggris, Mail Online, Rabu (17/9).
Dalam pose mereka, sang wanita berdiri dengan merenggangkan kedua kakinya. Sedangkan sang pria yang kerdil berdiri di antara kedua kaki sang wanita.
Sang pria adalah He Pingping asal Inner Mongolia. Pria berusia 20 tahun itu tingginya cuma 74,61 centimeter! Ping Ping dilahirkan dengan kondisi medis yang dinamakan primordial dwarfism.
Sang wanita bernama Svetlana Pankratova, seorang agen perumahan dari Volvograd, Rusia. Wanita ini tinggi badannya 1,96 meter. Namun wanita berumur 36 tahun itu memiliki sepasang kaki yang panjangnya 132 centimeter.
Kedua manusia unik itu dipertemukan di anak tangga di Lapangan Trafalgar, London, Inggris untuk pemotretan guna peluncuran edisi terbaru buku Guinness World Records 2009. Keduanya baru pertama kali bertemu. (dtc)



“Kami Tidak Mau RSU Djasamen Dijadikan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Walikota”


Pegawai RSU Djasamen Saragih Pasang Spanduk Penolakan Pergantian Direktur

SIANTAR-SK: Aksi penolakan terhadap pergantian Direktur RSU dr Djasamen Saragih Pematangsiantar dari dr Ria Novida Telaumbanua kepada dr Ronald Saragih masih terus berlanjut. Kemarin, Rabu (17/9), sejumlah pegawai RSU memasang beberapa spanduk di sepanjang pagar rumah sakit tersebut.
Spanduk yang dipajang sebanyak enam buah tersebut berisi berbagai tulisan seperti “rumah sakit yang dibangun dr Ria dan semua pegawai telah dihancurkan walikota”, “RSU Djasamen tidak ingin diobok-obok pemko”, “kami tidak mau RSU Djasamen dijadikan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) walikota”, “ganti walikota yang tidak peduli kesehatan”, dan sebagainya.
Pemasangan spanduk ini diduga juga sebagai respon atas kedatangan dr Ronald ke rumah sakit yang ‘dikawal’ beberapa Satpol PP untuk memasuki kantornya. Namun kedatangan dr Ronald ditolak para pegawai dengan alasan belum dilakukan serah terima jabatan dan dikhawatirkan berdampak buruk dan terganggunya kinerja pegawai rumah sakit milik pemko tersebut.
Pantauan di komplek rumah sakit, kegiatan berjalan seperti biasa. dr Ria masih melakukan tugas rutinnya. Terbukti dengan didampingi beberapa dokter dan staf pegawai memasuki satu persatu ruangan yang ada di RSU Djasamen tersebut.
Menurut salah seorang dokter yang tidak mau disebut namanya, kegiatan ini merupakan inspeksi rutin yang biasa dilakukan sekali seminggu. “Jadi ini dilakukan untuk melakukan pemeriksaan dan memantau perkembangan di setiap ruangan,” ujarnya.
Dikatakannya tindakan dr Ria ini merupakan cerminan seorang pimpinan yang peduli atas kemajuan RSU Djasamen Saragih. Sayangnya dr Ria yang coba dikonfirmasi tidak berhasil ditemui karena secara bersamaan sedang mengadakan rapat di ruang kerjanya.
Sementara itu beberapa keluarga pasien menyayangkan adanya pergantian terhadap dr Ria. Seperti penuturan E br Pasaribu (45), yang mengatakan tindakan mengganti dr Ria bukan hal yang tepat.
“Nyatanya sejak dipimpin dr Ria selama 2,5 tahun banyak kemajuan di rumah sakit ini. Yang dulu kondisinya memprihatinkan sekarang banyak perubahan,” jelasnya.
Dia berharap permasalahan ini secepatnya diselesaikan sehingga tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Anehnya sore hari sekitar pukul 15.00 Wib, spanduk-spanduk yang dipasang tersebut tidak berada lagi di tempatnya. Beberapa saksi mata mengatakan spanduk tersebut diturunkan beberapa petugas Satpol Pamong Praja (PP) Pemko. (jansen)



dr Ronald Saragih Dilarang Masuk RS Djasamen

Buntut Pemberhentian dr Ria

SIANTAR-SK: Kembali wibawa Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan dilecehkan. Kemarin, Selasa (16/9), dr Ronald Saragih, berniat menjalankan tugasnya yang baru sebagai Direktur RS dr Djasamen Saragih, dengan datang ke RS tersebut. Namun niat itu terhalang, ketika empat pegawai RS Djasamen Saragih melarangnya. Johanson Purba, satu dari empat pegawai itu, dengan tegas meminta dr Ronald agar tidak masuk RS, sebelum serah terima jabatan direktur terlaksana. Adapun tiga pegawai lainnya adalah Mardingin Tampubolon, Ritawati Siboro dan Natalia Ginting.
Johanson khawatir, bila kedatangan dr Ronald sebelum serah terima, akan berdampak terhadap situasi kondusif yang telah terjaga selama 2,5 tahun ini. Sebab baginya, kehadiran Direktur RS Djasamen Saragih yang baru dilantik Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan dua pekan yang lalu, dapat memancing konflik di lingkungan rumah sakit. “Jangan bapak pancing masalah di sini,” sebut Johansen kepada dr Ronald.
Kehadiran dr Ronald Saragih ke RS Dr Djasamen Saragih, mendapat pengawalan dari petugas Satuan Polisi Pamongpraja (Satpol PP) dan didampingi Asisten II Sekretariat Pemko Pematangsiantar M Akhir Harahap. Namun, Kakan Satpol PP M Sitanggang membantah, bila dikatakan melakukan pengawalan. Menurutnya, kehadiran dirinya dan anggotanya ke RS Dr Djasamen Saragih hanya sebatas meninjau. “Kita hanya meninjau,” sebutnya.
Sedangkan dr Ronald ketika diwawancara, tidak bersedia memberikan komentar yang jelas kepada sejumlah wartawan. “Aku nggak bisa komentar. Nantilah, menunggu kebijakan atasan bagaimana,” ucap dr Ronald menghindar dari pertanyaan wartawan.
Informasi lainnya, kemarin dr Ria Novida Telaumbanua, disebut-sebut bertemu dengan Gubernur Sumatera Utara di Medan, membicarakan pemberhentian dirinya sebagai Direktur RS Djasamen Saragih. (daud)



20 Bulan Dana Tunjangan Tenaga Kependidikan 3000 Guru Belum Dibayar

Diduga Kuat Dana Tersebut Telah Raib
Jika Tak Dibayar, akan Dilaporkan ke Pihak Berwajib

SIANTAR-SK: Hingga kini, uang tunjangan kependidikan guru-guru PNS Pematangsiantar tahun 2007-2008 senilai Rp6 miliar lebih belum juga dibayarkan oleh Pemko Pematangsiantar tanpa alasan yang jelas. Diduga kuat dana tersebut telah raib. Padahal berdasarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 58 tahun 2006 dan PP Nomor 108 tahun 2007 Pasal 5 Ayat 1, kenaikan dana tunjangan kependidikan tersebut sudah harus diterima para guru sejak Januari 2007. Akibat keterlambatan dan belum dicairkannya dana tersebut, 3000-an guru PNS se- Pematangsiantar mengancam akan melakukan unjukrasa kembali untuk yang keempat kalinya. Bahkan apabila Pemko tidak membayarkannya juga, mereka berencana akan mengadukan permasalahan ini kepada pihak yang berwajib.
Salah seorang guru, Estman Napitupulu, SPd, yang bertugas di SMPN 6 Pematangsiantar, Selasa (16/9), kepada Sinar Keadilan mengatakan, bahwa sampai saat ini sudah 20 bulan uang kenaikan tunjangan kependidikan tersebut belum diterimanya, ”Kami baru menerima 3 bulan, itupun setelah kami unjukrasa bulan Mei lalu,” katanya.
Namun Estman heran kenapa hanya yang tiga bulan itu saja yang dicairkan, padahal yang 20 bulan sebelumnya tidak dibayarkan. Menurutnya kalau hitungan normal memang hanya 18 bulan yang belum dibayar Pemko Pematangsiantar, tapi karena tahun 2007 dan 2008 ada gaji bulan ke 13 yang sudah dibayar, maka keseluruhan menjadi 20 bulan.
Estman juga berujar bahwa berdasarkan PPNnomor 108 tahun 2007 tunjangan kependidikan untuk seluruh guru di Indonesia dinaikkan sebesar Rp100 ribu/bulan. Dimana untuk guru golongan II naik dari Rp186 ribu menjadi Rp286 ribu, golongan III naik dari Rp 227 ribu menjadi Rp300 ribu dan untuk golongan IV naik menjadi Rp 389 ribu dari sebelumnya Rp289 ribu.” Jadi bila dikalkulasikan dengan jumlah guru di Kota Pematangsiantar yang 3000 lebih , maka dana yang belum dibayar pemko adalah Rp6 miliar lebih,” jelasnya.
Masih menurutnya, mereka telah tiga kali melakukan unjukrasa ke kantor Walikota dan DPRD menuntut hal tersebut. ”Jadi apabila belum dibayar juga kami akan berunjukrasa lagi,bahkan kalau perlu kami akan mengadukannya ke pihak yang berwajib,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Timbul Panjaitan. SPd, Kasek SD percontohan Pematangsiantar yang baru dicopot, menduga dana tersebut sudah habis dipakai kepada kepentingan lain. Dugaan tersebut dikaitkannya dengan pernyataan Direktur RSU dr Djasamen Saragih (yang baru dicopot juga) dr Ria Novida Telaumbanua Mkes yang menyatakan bahwa dirinya diminta Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan agar menyetorkan dana sebesar Rp1,5 miliar untuk membayarkan dana tunjangan fungsional kependidikan sebesar Rp16 miliar. ”Bila dikaitkan dengan pernyataan dr Ria tersebut, saya menduga dana kenaikan tunjangan kependidikan tersebut sudah habis dipakai kepada kepentingan lain,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran kota Pematangsiantar Drs Hodden Simarmata, Selasa (16/9), melalui telepon seluler, mengatakan kepada sejumlah wartawan bahwa hingga saat ini dia sedang membahas hal tersebut dengan Sekdakot. ”Kami sedang membahas hal tersebut dengan Sekda,” katanya.
Sekdakot Pematangsiantar Drs James M Lumbangaol yang dikonfirmasi, Selasa(16/9), mengatakan bahwa mereka sedang mengumpulkan data-data pendukung dalam permasalahan tersebut. Menurutnya belum dibayarnya dana tersebut karena belum ditampung di APBD. ”Apabila semua data pendukungnya sudah lengkap, maka dana tersebut akan kita bayar melalui APBD,” kata James tanpa menyebutkan di APBD tahun berapa serta sumber dananya. (fetra/daud)




15 September, 2008

Rumah Sakit dr Djasamen Saragih Pematangsiantar, Dulu dan Kini



Sejak dr Ria Novida Telaumbanua, MKes menjabat direktur, RSU dr Djasamen Saragih Pematangsiantar mengalami kemajuan yang sangat pesat. Jika sebelumnya rumah sakit ini sangat kumuh dan kotor kini berubah bersih dan asri. Masyarakat pun kini berbondong-bondong untuk berobat ke rumah sakit ini. Tampak gambar atas, salah satu ruangan pasien yang sangat kumuh dan sebenarnya tak layak ditempati orang sakit. Kini pemandangan seperti itu tak tampak lagi dengan pembenahan ruangan yang bersih dan teratur seperti dalam gambar bawah. Sayangnya, inovasi yang dilakukan dr Ria sepertinya harus berhenti di tengah jalan karena secara tiba-tiba dia dicopot dari jabatannya oleh Walikota RE Siahaan. (F:dokumentasi RSU Djasamen Pematangsiantar)


Terungkap, RE Siahaan meminta Rp1,5 Miliar dari dr Ria Telaumbanua

Polemik Pencopotan Direktur RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar

SIANTAR-SK: Alasan pencopotan dr Ria Novida Telaumbanua sebagai Direktur Rumah Sakit dr Djasamen Saragih Pematangsiantar akhirnya mulai terungkap. Bukan alasan pengunduran diri, seperti yang disebutkan Walikota RE Siahaan, tetapi salah satunya karena dr Ria menolak memberikan dana sebesar Rp1,5 miliar seperti yang diminta RE Siahaan.
Menurut dr Ria, seminggu sebelum dirinya dicopot, para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk Direktur RSU dr Djasamen Saragih, dikumpulkan oleh RE Siahaan. Dalam pertemuan tersebut setiap Kepala SKPD diminta memberikan sejumlah dana. Dana tersebut, menurut dr Ria, akan digunakan membayar tunjangan fungsional guru. “Saya diminta menyediakan dana sebesar Rp1,5 miliar yang rencananya akan diambil dari anggaran rumah sakit,” ujarnya di hadapan sejumlah wartawan, aktivis LSM, dan para pegawai RSU Djasamen, Sabtu (13/9).
Namun permintaan tersebut ditolaknya dan bersikeras tidak akan memberikan sepeser pun uang dari RSU Djasamen meskipun harus kehilangan jabatannya.
dr Ria menduga pemberhentian dirinya berkaitan dengan penolakannya untuk memberikan Rp 1,5 miliar tersebut. Dikatakannya tidak mungkin memberikan anggaran RSu Djasamen Saragih tunjangan karena bertentangan dengan peraturan. “Jadi banyak intervensi untuk mengambil dana tersebut, dan kemungkinan ini yang membuat saya dicopot tanpa ada pemberitahuan,” jelasnya.
Mengenai pengunduran diri yang dibuatnya sekitar November 2006, yang menjadi alasan pencopotannya sebagai direktur, dr Ria mengatakan waktu itu dia memang membuat surat pengunduran diri karena adanya intervensi melalui Bayu Tampubolon, mantan ajudan RE Siahaan yang saat ini menjadi Camat Sitalasari, yang mendesak dimasukkannya sejumlah tenaga honorer di RSU Djasamen dan membayar gaji mereka. “Saya diminta agar gaji tenaga honor tersebut dibayar sejak tahun 2005 sesuai Surat Keputusan (SK) pengangkatan. Padahal mereka masuk 2006, jelas saya tolak karena tidak ingin masuk dipenjara gara-gara ini,” kata wanita berkulit putih tersebut. Tidak tahan diintervensi terus-menerus akhirnya dia mengajukan pengunduran diri.
Menurutnya sejak surat pengunduran diri tersebut disampaikan, walikota tak pernah merespon. Bahkan anehnya saat pemberhentiannya Selasa (2/9), digantikan dr Ronald Saragih, surat pengunduran diri itu belum juga ada jawaban.
Dr Ria mengatakan baru pada tanggal 12 September sekitar pukul 14.00 Wib dia diserahkan surat pemberhentian dengan alasan surat pengunduran diri yang dibuatnya dua tahun lalu yang ditandatangani Kepala Badan Kepegawaian Daerah Morris Silalahi, dto walikota. “Dari situ jelas ada yang tidak benar mengenai mekanisme pemberhentian saya,” tandasnya.
Selanjutnya dr Ria menanyakan hal tersebut kepada Morris melalui Short Message Service (SMS) mengenai dasar pemberhentian yang sebenarnya. “Dia (Morris) menjawab ibu tahu kita sama-sama anggota dan mungkin saya juga akan dilengserkan,” ucap Ria menjelaskan jawaban Morris.
Menurutnya, dia telah dizolimi dalam hal ini dan tetap akan berjuang mempertahankan kebenaran meskipun harus seorang diri. Ditegaskannya sebelum dilakukan serah terima jabatan, dia masih tetap bertanggung jawab atas kelangsungan rumah sakit yang telah banyak mendapat penghargaan inii. “Saya bukan gila jabatan, tapi apa yang saya pertahankan ini sebagai kelangsungan RSU ke depan. Apa mungkin orang yang baru dapat mewujudkan semua agenda yang telah direncana tiga tahun ke depan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR RI dr Ribka Tjiptaning, tertanggal 11 September 2008, telah melayangkan surat kepada Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin yang meminta Gubsu menggunakan wewenangnya agar mengaktifkan kembali dr Ria Telaumbanua sebagai Direktur RS Dr Djasamen Saragih. Permintaan itu disampaikan Komisi IX DPR RI berdasarkan pengaduan anggota DPRD Pematangsiantar kepada mereka (Komisi IX DPR RI). (jansen/fetra)




11 September, 2008

Siapa Berani Bilang Walikota Tak Bersalah?

Catatan: Fetra Tumanggor

Ada sebuah pembelajaran yang sangat menarik dari negara tetangga kita, Thailand. Selasa (9/9) lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand memerintahkan Perdana Menteri (PM) Samak Sundaravej mengundurkan diri. Persoalannya sangat sederhana, Samak menerima honorarium setelah tampil dalam program memasak di sebuah televisi swasta, milik perusahaan televisi Face Media.
Sembilan hakim konstitusi Thailand secara bulat memutuskan Samak melanggar konstitusi yakni melanggar Pasal 267 tentang pelarangan perangkapan jabatan bagi perdana menteri dan para menteri, baik di perusahaan maupun organisasi bisnis, serta pelarangan menerima gaji atau upah. Menerima honorarium dalam acara di televisi dianggap bekerja di luar tugasnya sebagai perdana menteri.
Di Thailand, hukum tidak cukup hanya ditulis dan diteriakkan, tetapi juga harus dilaksanakan. Menerima honorarium (menurut pihak Televisi Face Media, Samak menerima honor 8.000 Baht atau Rp20 juta) sebenarnya persoalan sangat sederhana. Samak tak melakukan korupsi sama sekali. Namun meski persoalannya sangat sederhana, Samak tetap melanggar peraturan dan siapa yang melanggar peraturan harus dihukum. Sekecil apapun masalahnya, hukum harus dilaksanakan secara tegas demi tegaknya wibawa hukum dan lembaga hukum.
Dalam konteks Indonesia, seperti kota kecil Pematangsiantar, hukum benar-benar dikangkangi, bahkan oleh penegak hukum sendiri. Jumat (5/9) lalu, DPRD Pematangsiantar mengeluarkan keputusan memberhentikan Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap. Dasar pemberhentian adalah putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memutuskan keduanya bersalah telah melakukan persekongkolan memenangkan perusahaan tertentu dalam tender proyek perbaikan bangsal RSU Pematangsiantar tahun 2005. RE Siahaan dan Imal Raya juga dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp381 juta. DPRD menganggap walikota dan wakilnya telah melanggar sumpah jabatan sehingga harus diberhentikan.
Pasca keputusan DPRD tersebut, suara pro dan kontra bermunculan di masyarakat. Anehnya, mereka yang menolak keputusan DPRD tersebut, opini publik seolah-olah digiring bahwa RE Siahaan dan Imal Raya tak bersalah. Ada juga yang menyebut bahwa DPRD merupakan pahlawan kesiangan, sarat kepentingan, dan hanya badut-badut politik. Yang lain lagi menyebut bahwa pengambilan keputusan DPRD tak sah karena tak sesuai mekanisme yang ada.
Yang paling ironis, ada pendapat di sebuah media yang menyebut bahwa masalah proyek bangsal RSU Pematangsiantar tersebut terlalu kecil untuk dijadikan alasan memberhentikan walikota. Paling parahnya lagi, juga disebutkan bahwa kasus bangsal ini sebenarnya tidak membuat hilangnya kepercayaan rakyat kepada walikota sehingga tidak cocok DPRD menggunakan hak angket sesuai UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 32 Ayat 1.
Membaca beragam komentar di media tersebut, saya menjadi bertanya dalam hati, masih adakah sedikit hati nurani atau mutlak semuanya ini hanya bersandar pada kepentingan? Kenapa kita tak mencoba melihat kasus pemberhentian walikota dan wakilnya ini dari esensinya?
Tuduhan bahwa DPRD mempunyai kepentingan atau deal-deal tertentu dalam menggulirkan pemberhentian walikota dan wakilnya ini, menurut saya mungkin ada benarnya. Bagaimanapun, proses pemberhentian ini berada dalam tataran politik dan politik tak pernah lepas dari konflik kepentingan.
Namun, kenapa tak pernah dibahas mengenai pokok masalah yang sebenarnya, bahwa RE Siahaan dan Imal Raya Harahap bersalah telah melakukan persekongkolan jahat dengan memenangkan perusahaan tertentu dalam proyek tender bangsal RSU Pematangsiantar tahun 2005. Keputusan KPPU sudah sangat jelas bahwa keduanya bersalah. Atau dalam kasus ini ada yang berani mengatakan bahwa RE Siahaan tak bersalah?
Menurut saya, terlalu naif jika kita melupakan kesalahan. Sekecil apapun kesalahan tetaplah harus diberi hukuman. Thailand memberi sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi kita bahwa hukum harus ditegakkan tak peduli bentuk pelanggarannya. Siapa yang melanggar, ya harus dihukum.
Masyarakat sudah terlalu lama bersikap toleran terhadap banyak pelanggaran yang terjadi di kota ini. Sampai saat ini beragam kasus seperti kasus 19 CPNS ilegal 2005, korupsi dana sosial Rp12,5 miliar, ketekoran kas daerah, dana insentif PBB di Dispenda yang tak jelas alokasinya, dan banyak lainnya. Yang paling parah, aparat hukum di kota ini sama sekali tak berkutik. Tak ada kasus yang mereka selesaikan sampai tuntas. Ada yang sudah mereka tetapkan jadi tersangka namun tak pernah ditahan.
Pemberhentian walikota dan wakilnya ini seharusnya menjadi entry point atau pintu masuk agar kita tak lagi bersikap permisif terhadap berbagai pelanggaran yang ada, terutama yang dilakukan kepala daerah. Sudah saatnya rakyat Siantar merasakan pembangunan dan bukan hanya sekelompok kecil yang merasakan uang negara melalui korupsi.
Seperti tulisan saya beberapa waktu lalu, jika seorang pelacur atau germo tinggal di sebelah rumah kita, kita akan ribut dan melakukan penolakan. Padahal pelacur atau germo, dengan tidak bermaksud untuk melegalkan, hanya merugikan segelintir orang. Tetapi kenapa ketika jelas ada korupsi di depan mata kita, kita sangat permisif? Kenapa kita tak mencoba menolak koruptor sebagaimana halnya menolak kehadiran pelacur atau germo di sekitar kita.
Atau jangan-jangan kita sendiri adalah pelacur atau germo. Kalau begitu, jangan sekali-kali kita menyebut diri kita sebagai aktivis, wartawan, pengamat politik atau pengamat hukum. ***



DPRD Sampaikan Putusan Pemberhentian Walikota dan Wakilnya ke Kejagung, MA, dan KPPU

JAKARTA-SK: Perjuangan DPRD Pematangsiantar terus berlanjut dengan melakukan kunjungan ke Kejaksaan Agung (Kejagung), Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU).
Seusai informasi yang berhasil dihimpun, Kamis (11/9), rombongan DPRD yang dipimpin Ketua Lingga Napitupulu bertemu dengan Kejagung dan diterima Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) BD Nainggolan.
Dalam pertemuan tersebut DPRD memberikan penjelasan diberhentikannya Walikota dan Wakilnya yang didasarkan kepada hasil Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terkait putusan KPPU mengenai pembangunan bangsal RSU Pematangsiantar 2005. Dijelaskan juga Surat Keputusan (SK) DPRD Nomor 12 Tahun 2008 menghasilkan dua putusan yakni melalui proses politik memberhentikan kedua pejabat tersebut. Selanjutnya proses hukum mendesak Kejaksaan Tinggi Sumut (Kejatisu) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Siantar mengusut dugaan korupsi sebesar Rp 381 juta karena adanya dugaan kerugian negara terkait proyek perbaikan bangsal RSU milik pemko tersebut.
DPRD Siantar juga meminta Kejagung agar mendesak kedua lembaga tersebut, karena ada dugaan kasus di atas akan di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN)-kan karena melibatkan pejabat pemerintah.
Dalam pertemuan tersebut BD Nainggolan dalam waktu dekat ini akan menginstruksikan Kejatisu dan Kejari agar Kejatisu dan Kejari koordinasi dengan Polda Sumatera Utara. Hal ini penting dilakukan mengingat kasus tersebut pernah ditangani di Poldasu. Namun Nainggolan menyimpulkan jaksa bisa masuk ke dalam wilayah tersebut karena kasus yang ditangani Poldasu bukan kasus korupsi.
Selanjutnya DPRD menemui MA untuk menyerahkan hasil salinan sidang paripurna. Sekaligus meminta MA agar melakukan eksaminasi hukum sesuai Undang- Undang (UU) nomor 32 tahun 2004 secara khusus mengenai pelanggaran sumpah jabatan. DPRD menyimpulkan adanya pelanggaran tersebut, namun untuk memastikannya perlu adanya eksaminasi. DPRD selanjutnya mendatangi kantor KPPU untuk menyerahkan salinan yang sama.
Sementara itu anggota DPRD Maruli Silitonga mengatakan dewan meminta KPPU agar memberikan saran dan pendapat kepada MA dan Mendagri mengenai persekongkolan bangsal RSU tersebut.
Sedangkan Ketua DPRD Lingga Napitupulu menjelaskan Komisi II DPR-RI telah memberikan telaah terhadap hasil pertemuan dengan DPRD yang menyampaikan rekomendasi keputusan paripurna. Rencananya hasil telaah merupakan bentuk respon dari Komisi II yang akan disampaikan ke Mendagri. Rombongan DPRD Siantar terdiri dari Lingga Napitupulu, Saud Simanjuntak, Aroni Zendrato, Jhonny Siregar, Mangatas Silalahi, Maruli Silitonga, Pardamean Sihombing, Unung Simanjuntak, Dapot Sagala, Mangantar Manik, dan Grace Christianne. (jansen/laporan: grace)



10 September, 2008

DPRD Diundang ke Kantor KPK Jelaskan Kasus Korupsi RE Siahaan

DPRD Siantar Temui DPR RI dan KPK

JAKARTA-SK: Langkah DPRD Pematangsiantar memberhentikan RE Siahaan dan Imal Raya Harahap sebagai Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar mendapat tanggapan positif dari DPR RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kemarin, DPRD melakukan pertemuan dengan anggota Komisi II DPR RI dan KPK di Jakarta. Ketua DPRD Pematangsiantar Lingga Napitupulu, Rabu (10/9), menjelaskan langkah DPRD tidak akan surut untuk membawa kasus-kasus hukum yang melibatkan RE Siahaan. "Tadi kita bertemu dengan KPK di Komisi II DPR. Yang menggembirakan, kasus-kasus korupsi di daerah mendapat perhatian khusus KPK, termasuk yang di Pematangsiantar,"jelasnya.
Bahkan, DPRD Siantar diundang ke kantor KPK untuk menjelaskan ulang berbagai kasus korupsi yang dilakukan RE Siahaan dan jajarannya. "Kita juga menyampaikan keputusan DPRD yang memberhentikan walikota dan wakil walikota kepada KPK, sebagai bukti kita sudah menindaklanjuti putusan KPPU. Kini tinggal proses hukumnya. Kepada KPK kita laporkan dalih kejaksaan tinggi yang mengatakan kasus itu sudah ditangani Poldasu,"papar anggota DPRD Maruli Silitonga.
DPRD juga melakukan diskusi dengan anggota Komisi II DPR Eka Santoso mengenai pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar. Dijelaskan, pemberhentian walikota dilakukan berdasarkan putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap. "Jadi bukan berdasarkan tuduhan atau sangkaan lagi, sebab RE Siahaan dan Imal Raya Harahap tidak melakukan banding terhadap putusan KPPU itu," jelas anggota DPRD lainnya, Mangatas Silalahi.
Eka Santosa berjanji akan membahas persoalan tersebut di Komisi II DPR RI. Menteri Dalam Negeri yang menjadi mitra Komisi II akan dipanggil untuk meminta sikap mengenai hal itu. "Jika memenuhi syarat dalam ketentuan perundang-undangan, tentu pemberhentian ini akan diproses, tentunya setelah ada pendapat dari Mahkamah Agung," Eka.
Anggota DPRD lainnya, Pardamean Sihombing, mengatakan, DPRD akan segera menemui Mendagri sekaligus mengklarifikasi pernyataaannya mengenai pemberhentian walikota. "Saya kira menteri perlu kita koreksi, kok memberi pernyataan di media, padahal usulan itu belum disampaikan. KenapaMendagri sudah berkomentar, tanpa mengecek ke DPRD apa saja yang sudah dilakukan. Ini akan menjadi agenda kita," tegas Pardamean.
Ia optimis keputusan DPRD No 12 tahun 2008 tentang usulan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar tersebut akan mendapat persetujuan Mendagri. Keyakinan itu muncul, setelah melakukan pertemuan intensif dengan beberapa anggota DPR RI, antara lain Panda Nababan, H Serta Ginting, dr Ribka Tjiptaning dan Eka Santosa. "Kita berharap ada perubahan di Pematangsiantar. Sekarang yang kita akui menjalankan pemerintahan adalah sekda," tukasnya.
Rombongan DPRD Siantar terdiri dari Lingga Napitupulu, Saud Simanjuntak, Aroni Zendrato, Jhonny Siregar, Mangatas Silalahi, Maruli Silitonga, Pardamean Sihombing, Unung Simanjuntak, Dapot Sagala, Mangantar Manik, dan Grace Christianne. Mereka masih akan melakukan kunjungan ke Mendagri, Mahkamah Agung, dan Kejaksaan Agung. (Jansen/Fetra/Grace)




RE Siahaan Layak Diberhentikan

Banyak Kebijakan yang Memberatkan PNS

Sarbuddin Panjaitan: Tindakan DPRD Sudah Melalui Mekanisme yang Benar


SIANTAR-SK: Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemko Pematangsiantar, minta namanya tak disebut, mengatakan keputusan DPRD mengusulkan pemberhentian RE Siahaan sebagai Walikota Pematangsiantar ke Presiden, sudah tepat.
Menurutnya RE Siahaan sudah tidak layak lagi memimpin kota ini. Selain kasus bangsal RSU Pematangsiantar 2005, kata PNS ini, banyak kebijakan RE Siahaan yang semena-mena, termasuk kepada para pegawai Pemko Siantar. “PNS Pemko Pematangsiantar sering ditindas, mulai dari pegawai dan pimpinan. Selain itu ada beberapa kebijakannya yang sangat sepihak seperti pemotongan uang lembur hingga mencapai 60 hingga 70 persen yang tidak manusiawi. Juga pencopotan jabatan tanpa pemberitahuan dan sepihak karena dianggap tidak loyal dan menentang kebijakan yang tak sesuai dengan keinginan RE Siahaan,” paparnya, sembari menambahkan agar apa yang telah diperjuangkan oleh DPRD demi kepentingan rakyat bisa sukses dan mampu menghancurkan kekuasaan tirani di kota ini.
Sementara itu, pengamat hukum di Siantar-Simalungun, Sarbuddin Panjaitan, SH, kepada Sinar Keadilan mengatakan apa yang dilakukan oleh DPRD Pematangsiantar sah-sah saja dan menurut kaca mata hukumnya hal tersebut sudah melalui mekanisme yang benar.
Menurutnya walikota dan wakilnya telah melanggar sumpah jabatan yang bertentangan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dan Undang-undang (UU) No 5 Tahun 1999 pasal 22 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sarbuddin mengatakan mekanisme yang dilakukan DPRD sudah sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah, terutama pasal 29 tentang Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. “Oleh karenanya usulan pemberhentian walikota dan wakilnya sudah sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku,” papar Sarbuddin. (daud)



Komisi IX DPR RI Minta Gubsu Batalkan Pergantian Direktur RSUD dr Djasamen Pematangsiantar

SIANTAR-SK: Ketua Komisi IX DPR RI dr Ribka Tjiptaning meminta Gubernur Sumatera Utara menggunakan kewenangannya membatalkan pergantian direktur RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar dari dr Ria Novida Telaumbanua, Mkes kepada dr Ronald Saragih. Selain itu Menteri Kesehatan juga didesak melindungi dokter yang diperlakukan sewenang-wenang di Pematangsiantar. Hal ini disampaikan anggota DPRD Grace Cristiane, Rabu (10/9), saat dihubungi melalui telepon selulernya.
Menurut Grace penegasan Ribka itu disampaikan saat bertemu dengan anggota DPRD Pematangsiantar yang dipimpin Lingga Napitupulu.
"Saya tahu betul rumah sakit umum itu, dari kondisi hancur-hancuran, hampir diruilslag, namun di tangan dr Ria, bisa bangkit dan akan mendapat akreditasi, serta akan diresmikan sebagai rumah sakit pendidikan bulan ini juga. Kok tiba-tiba diganti?" ucap Grace meniru pernyataan Ribka.
Menurut Grace, seperti pengakuan Ribka, Komisi IX DPR sebenarnya sedang memperjuangkan anggaran dana untuk membangun RSUD dr Djasamen mengingat berbagai hal positif setelah dipegang oleh dr Ria. “Namun dengan adanya pergantian tiba-tiba, Komisi IX tentunya akan berpikir ulang,” kata Grace menirukan ucapan Ribka.
Grace menegaskan Komisi IX akan menyurati secara resmi gubernur agar mengembalikan dr Ria menjadi direktur, dan menteri kesehatan agar membela dokter yang diperlakukan sewenang-wenang, tanpa menghormati profesi dokter.
Komisi IX DPR berpendapat pergantian boleh saja dilakukan, asal alasannya jelas. Menurut Ribka jika Walikota Siantar mengatakan dr Ria mengundurkan diri, hal tersebut sangat aneh.
"Saya tahu itu, peristiwanya, dua tahun yang lalu, kok baru sekarang direalisasikan, ada apa ini, ini menjadi sorotan kita," urai Ribka.
Sementara itu Ketua DPRD Lingga Napitupulu menjelaskan kepada Ketua Komisi IX mengenai alasan mereka memberhentikan walikota dan wakil walikota. Ia meminta masalah itu dibahas di DPR RI dan Mendagri. "Kita akan melaporkan kasus-kasus korupsi walikota ke KPK, surat kita sudah masuk secara resmi, tinggal bagaimana menindaklanjutinya," kata Lingga kepada Ribka.
Menanggapi hal tersebut Ribka mengarahkan anggota dewan bertemu dengan komisi II DPR RI yang membidanginya. Dia menyatakan akan memberi perhatian khusus untuk masalah Pematangsiantar, terutama soal kesehatan dan tenaga kerja.
"Kita harus membela orang-orang yang membela rakyat," tegas Ribka. (jansen)






25 Kepsek SD di Siantar Dilantik Diam-diam

Diduga, Setiap Kepsek yang Dilantik Dikutip Rp25-30 Juta

SIANTAR-SK: Untuk kesekian kalinya pengangkatan pejabat di Pemko Pematangsiantar kembali menuai protes. Ini terjadi saat dilakukannya pelantikan 25 orang Kepala Sekolah SD, Selasa (10/9), di SMKN 3 Siantar. Pelantikan pun terkesan dilakukan diam-diam karena tak ada wartawan yang tahu pelantikan tersebut pada hari itu.
Informasi yang dihimpun dari beberapa guru yang tidak mau disebut namanya mengatakan pelantikan tersebut dipimpin langsung Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Kadispenjar) Hodden Simarmata.
Salah seorang kepala sekolah yang dicopot dari jabatannya adalah Timbul Panjaitan yang sebelumnya menjabat Kepsek SD Percontohan. Kepada Sinar Keadilan, Rabu (10/9), Timbul mengatakan sebelumnya tak mengetahui jika akan dicopot. Pencopotan dirinya diketahui setelah salah seorang pegawai Dispenjar mengantar Surat Keputusan (SK) pemberhentian Nomor 800-2208/WK-Tahun 2008 per tanggal 4 September 2008.
Dikatakannya ada kecurigaan mengapa dirinya diganti tanpa ada pemberitahuan. Menurutnya, tidak logika jika surat pemberhentian diterima sehari setelah dilakukannya pelantikan kepsek yang baru.
“Anehnya tidak ada serah terima jabatan dan sampai sekarang saya tidak tahu siapa yang menggantikan saya. Apakah sudah ada perubahan mekanisme pemutasian pejabat,” tandasnya.
Mengenai alasan surat permohonan mengundurkan diri yang menjadi pertimbangan sesuai SK pemberhentian, menurutnya layak dipertanyakan. Timbul menjelaskan surat tersebut dibuat sekitar Januari 2007. Waktu itu alasan pengunduran diri karena adanya ketidakjelasan dana sharing pembangunan pagar sebesar R 200 juta bantuan dari pemerintah pusat. Dimana pemko tidak menganggarkan dana tersebut di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu Timbul memprotes pengurangan dana kesejahteraan para guru dari angggaran tahun sebelumnya.
“Ini yang saya protes, tetapi kalau berdasarkan surat tersebut mengapa baru sekarang diproses,” ujarnya.
Dia berasumsi pencopotan tersebut karena sikap kritisnya terhadap kinerja pemko selama ini. Lebih lanjut dikatakannya sesuai informasi yang diterimanya disinyalir pelantikan dilakukan dengan cara mengutip sejumlah uang berkisar Rp 25-30 juta dari setiap Kepsek yang dilantik.
Sebelumnya Timbul diangkat sebagai Kepsek di sekolah yang terletak di Jalan Pdt J Wismar Saragih, Juni 2004. Namun sekitar bulan Oktober 2004 Timbul dicopot dari jabatannya dan kembali diangkat Mei 2005 sampai sekarang.
Secara terpisah Ketua Komite sekolah SD Percontohan Ponten Saragih mengatakan tidak pernah diberi tahu tentang adanya pergantian Kepsek. Menurutnya komite akan mengadakan rapat hari ini, Kamis (11/9), untuk menentukan sikap atas pergantian Kepsek di sekolah tersebut.
Sementara itu Kasubdis Pendidikan dan Pengajaran Dispenjar Mansyur Sinaga mengatakan agar hal tersebut dikonfirmasikan kepada Kepala Tata Usaha Dispenjar.(jansen)




Jangan Banyak Komentar, Biarkan Usulan DPRD Dieksaminasi Mahkamah Agung

Terkait Pemberhentian RE Sihaan dan Imal Raya Harahap

SIANTAR-SK: Respon Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto yang memerintahkan Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin untuk melakukan penelitian dan penuntasan terhadap putusan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota oleh DPRD, dinilai berlebihan. Sesuai UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Mendagri hanya bersifat menunggu arahan dari Presiden, setelah putusan DPRD dieksaminasi (ditelaah) oleh Mahkamah Agung (MA).
Sedangkan Gubsu Syamsul Arifin dinilai tidak paham dengan UU Nomor 32 tersebut, dengan menurunkan tim khusus untuk mempelajari putusan DPRD Pematangsiantar. Dalam hal ini, putusan DPRD bukan untuk dipelajari oleh Gubernur. Putusan tersebut nantinya akan ditelaah oleh MA, apakah putusan itu sudah tepat atau belum. Demikian dikatakan Alinapiah Simbolon, Direktur Eksekutif Government Monitoring (GoMo).
Simbolon meminta DPRD supaya segera mengirim putusan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota ke MA untuk ditelaah. “Tim yang dibentuk Mendagri melalui Gubsu nantinya dikhawatirkan akan mengganggu proses tindaklanjut dari putusan itu,” tukas Simbolon.
Komentar pengamat dan praktisi hukum yang mengatakan putusan DPRD prematur atau tidak sah, bagi Simbolon yang menanggapi demikian kurang memahami makna dari UU Nomor 32 tahun 2004, atau mungkin mereka (yang memberi komentar) tidak berasal dari kelompok independen.
Menurut Simbolon ada beberapa cara yang diatur di dalam UU Nomor 32 tahun 2004 untuk memberhentikan kepala daerah atau wakil kepala daerah. Seperti mengundurkan diri, habis masa periode, diusulkan oleh DPRD karena melanggar sumpah jabatan, dan karena terlibat tindak pidana dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun dan tindak pidana korupsi.
Sedangkan pemberhentian karena terlibat tindak pidana, hal itu bisa dilakukan Presiden setelah ada putusan hukum yang tetap. Sedangkan untuk kasus korupsi, kepala daerah berstatus terdakwa dapat dinonaktifkan, selanjutnya dapat diberhentikan setelah ada putusan hukum yang tetap. Jadi, bila dikatakan untuk memberhentikan Walikota harus melalui proses hukum, tentunya tidak sepenuhnya benar. Sebab, melalui usulan DPRD juga bisa dilakukan, tentunya dengan berbagai persyaratan yang harus dilalui.
Karenanya, Simbolon sangat menyayangkan pendapat praktisi dan pengamat hukum yang menyatakan pemberhentian Walikota prematur karena masih diproses secara hukum. “Melalui putusan politik, pemberhentian walikota juga bisa dilakukan. Tentunya DPRD hanya mengusulkan dan yang memberhentikan hanya Presiden melalui hasil telaah Mahkamah Agung,” ucapnya. (daud)





RE Siahaan Tidak Indahkan Surat Edaran Mendagri

Terkait Pergantian Kepala Kantor Catatan Sipil Pematangsiantar

Walikota Harus Tanggungjawab jika Pendataan Pemilu Bermasalah


SIANTAR-SK: DPC Federasi Pendidikan Pelatihan dan Pegawai Negeri (Fesdikari) Siantar-Simalungun menyayangkan sikap Walikota Pematangsiantar RE Siahaan yang melakukan pergantian Kepala Kantor Catatan Sipil (Kacapil) Siantar dari pejabat sebelumnya Dra Happy Oikumenis Daely kepada Dra Nesli Sinaga, Selasa (2/9) lalu, di Ruang Balai Data Pemko Siantar.
Ketua DPC Fesdikari, Panal Sijabat, didampingi Sekretarisnya Saor Sihotang, Selasa (9/9), di kantornya, mengatakan, kebijakan walikota tersebut akan mengganggu kinerja instansi Catatan Sipil (Capil) dalam mempersiapkan tahapan penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres 2009.
“Bagaimanapun jelas tahapan pemilihan legislatif dan Pilpres yang akan datang wajib disukseskan pemerintah daerah termasuk di Siantar,” ujar Panal.
Dikatakannya momen kegiatan pemilu yang tinggal beberapa bulan lagi, seharusnya walikota dapat melakukan pergantian Kacapil sesuai dengan surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No 811.2/122/Sj tertanggal 18 Januari 2008. Dalam surat yang ditandatangani Mendagri H Mardiyanto meminta kepada seluruh bupati/ walikota seluruh Indonesia tidak melakukan pergantian/mutasi Kepala Dinas/ Badan/ Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil minimal sampai Pemilu 2009. “Dengan adanya pergantian tersebut, walikota harus bertanggungjawab jika proses pendataan peserta pemilu 2009 di Siantar bermasalah,” ujarnya.
Sementara itu Saor menilai pada prinsipnya DPC Fesdikari SBSI menghargai hak preogratif walikota mengangkat atau memutasikan bawahannya. Namun di satu sisi pihaknya menilai dalam melakukan pemutasian pejabat harusnya memperhatikan saran dan usul dari pemerintah pusat. “Karena Walikota Siantar merupakan bagian dari pejabat yang tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pusat,” sebutnya.
Saor mengharapkan walikota berkenan meninjau kembali pemutasian Kacapil Siantar tersebut. Dikatakannya jika hal tersebut tidak mendapatkan perhatian maka DPC Fesdikari SBSI Siantar-Simalungun akan mempertanyakan kredibilitas surat edaran Mendagri tersebut.
Sesuai surat dimaksud ada dua poin penting yakni Kepala Dinas/ Badan/ Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/ Kota kiranya tidak dimutasikan minimal sampai dengan pelaksanaan pemilu 2009.Selanjutnya untuk para operator Sistim Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang telah mengikuti bimbingan dan pelatihan Ditjen Administrasi Kependudukan agar tidak dimutasikan sampai ada pengganti yang mempunyai kemampuan teknis yang setara. (jansen)



Aneh, RE Siahaan Merasa Tak Bersalah Atas Berbagai Kasus di Siantar


Gubsu Tanyakan Berbagai Kasus yang Melibatkan RE Siahaan
DPRD Serahkan Hasil Paripurna Pemberhentian Walikota ke Gubsu

MEDAN-SK: DPRD Pematangsiantar, Senin (8/9), menemui Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin untuk memberikan hasil sidang paripurna DPRD yang memberhentikan Walikota Pematangsiantar RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap. Namun secara tak terduga, RE Siahaan mendahului DPRD bertemu Syamsul. Dalam pertemuan antara Gubernur dengan RE Siahaan, menurut Kepala Badan Informasi dan Komunikasi Pemprovsu Eddy Syofian, Syamsul menanyakan kemelut politik di Pematangsiantar. "Gubernur bertanya soal kasus penyelewengan tender pembangunan bangsal RSUD Pematang Siantar, pergantian direktur RSUD Pematangsiantar, hingga kasus manipulasi seleksi CPNS," kata Eddy.
Menurut Eddy, berdasarkan pengakuan RE Siahaan, Walikota Pematangsiantar tersebut merasa tidak bersalah atas berbagai kasus tersebut. Kasus tender pembangunan bangsal RSUD Pematang Siantar yang terjadi pada tahun anggaran 2005, terlapornya sudah dihukum denda. Sementara laporan pertanggungjawaban keuangan walikota diterima anggota DPRD. "Sedangkan soal pergantian direktur rumah sakit, walikota mengatakan, dia melakukan pergantian karena direktur lama mengundurkan diri," kata Eddy.
Setelah itu, Gubernur bertemu dengan rombongan DPRD Pematangsiantar. Ketua DPRD Pematangsiantar Lingga Napitupulu langsung menyerahkan hasil sidang paripurna yang memutuskan pemberhentian Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap langsung kepada Gubernur Sumatera Utara H Syamsul Arifin di ruang kerjanya.
Dalam pertemuan yang berlangsung kurang lebih tiga puluh menit tersebut Lingga didampingi Wakil Ketua DPRD Saud Simanjutak, Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan Mangatas Silalahi, Ketua Fraksi Barisan Nasional (Barnas) Maruli Silitonga, Unung Simanjuntak mewakili Fraksi Demokrat, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Aroni Zendrato, Sekretaris Grace Cristiane dan Sekretaris Dewan (Sekwan) Mag Muis Manjerang.
Sebelumnya, sekitar pukul 10.00 Wib, rombongan DPRD direncanakan bertemu Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprovsu RE Nainggolan sebelum menyampaikan hasil paripurna kepada gubernur. Namun rombongan justru diterima Asisten I Hasiholan Silaen yang didampingi Kabiro Otonomi Daerah (Otda) Bukit Tambunan, Kabiro Infokom Eddi Syofian, Kabiro Hukum dan Kepala Inspektorat.
Menurut Silaen pihaknya ditugaskan gubernur untuk menerima DPRD Siantar sekaligus menyarankan agar hasil pansus diserahkan kepada mereka. Hal ini langsung ditolak DPRD karena tujuan kedatangan mereka ingin bertemu langsung dengan gubernur sesuai dengan agenda yang dilaporkan kepada protokoler Pemprovsu. DPRD menilai lebih baik hasil paripurna diserahkan kepada Bagian Umum, karena sesuai rencana setelah dari gubernur, mereka akan menemui Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
“Jika kami tidak diperbolehkan bertemu gubernur lebih baik kami langsung ke Jakarta menyampaikan paripurna ini,” ujar Lingga.
Hal senada juga disampaikan Mangatas Silalahi yang mengatakan jika kedatangan mereka atas nama lembaga. Menurutnya dewan kecewa karena harus menunggu lama sedangkan Walikota RE Siahaan yang secara bersamaan ada di kantor gubernur langsung dapat masuk didampingi RE Nainggolan bertemu Gubsu.
Akhirnya Silaen mengatakan jika keinginan DPRD bertemu gubernur akan disampaikan langsung. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya DPRD dipersilahkan bertemu Syamsul Arifin.
Dalam pertemuan tersebut Lingga langsung menyerahkan hasil paripurna, termasuk memorandum Pansus Hak Angket mengenai keputusan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) tentang perbaikan bangsal RSU Pematangsiantar 2005 kepada Syamsul. Menurut Lingga saat ini kondisi Siantar sangat rawan setelah diberhentikannya walikota dan wakilnya.
Dia juga menjelaskan jika hasil paripurna bukan semata-mata adanya kebencian dan mengada-ada. “Hasil Pansus sesuai mekanisme terkait keputusan KPPU yang menyatakan jika walikota dan wakilnya terbukti melanggar sumpah jabatan,” jelasnya.
Sementara itu Grace menjelaskan sesuai hasil kerja dan investigasi Pansus selama 40 hari ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung) dan KPPU, menyimpulkan adanya persekongkolan dilakukan kedua pejabat dimaksud dalam pemenangan tender proyek bangsal RSU tersebut.
Sedangkan Mangatas mengharapkan gubernur segera menyurati Mendagri, karena sejak adanya keputusan memberhentikan kepala daerah, DPRD tidak akan berhubungan lagi dengan kedua pejabat tersebut.
Usai mendengarkan penjelasan dewan, Syamsul mengatakan telah memanggil langsung walikota. Menurutnya permasalahan ini akan ditangani segera. “Sebelumnya tim Inspektorat akan turun ke Siantar dan sesuai dengan hasil yang didapat akan dibahas melalui rapat. Selanjutnya akan menyurati Mendagri,” ujarnya.
Syamsul menambahkan keinginan dewan tersebut belum dapat dijawab hari ini juga. Dia juga menghimbau semua pihak agar menciptakan suasana kondusif khususnya dalam menghadapi Pemilu Legislatif 2009.
Kepada wartawan di Medan, juru bicara rombongan DPRD Pematangssiantar Maruli Silitonga, yang juga Ketua Fraksi Barisan Nasional, keputusan paripurna DPRD memberhentikan RE Siahaan sebagai walikota, terkait keputusan KPPU. KPPU memutuskan tender pembangunan bangsal rumah sakit melanggar undang-undang. Selain itu, ada kerugian negara yang oleh KPPU dilaporkan ke KPK.
"Kami sudah bertanya ke KPK, tentang kasus ini dan oleh KPK kasus tersebut diserahkan ke Kejaksaan Agung. Dari Kejaksaan Agung, kasusnya dibawa ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan macet selama tujuh bulan. DPRD berkesimpulan, dalam kasus tender pembangunan bangsal rumah sakit ini, wali kota dan wakil wali kota telah melakukan pelanggaran sumpah jabatan, sehingga keluar keputusan untuk memberhentikan keduanya," kata Maruli. (jansen/kcm)