06 Februari, 2008

Betapa Bobroknya DPRD Siantar Saat Ini

Terkait Pemberian Uang Masing-masing Rp30 Juta Kepada 15 Anggota DPRD Siantar

SIANTAR-SK :Anggota DPRD Siantar saat ini cenderung tidak mempunyai moral dan lebih mementingkan diri sendiri daripada memikirkan kepentingan masyarakat Siantar.
Hal ini dikatakan Ketua LSM Lembaga Pengawasan dan Pemberantasan Korupsi (Lepansi) Jansen Napitu, Selasa (5/2), saat diminta tanggapannya soal penyuapan terhadap 15 anggota DPRD Siantar beberapa waktu lalu yang sampai sekarang belum juga terungkap.
Seperti pernah diberitakan Sinar Keadilan, sekitar Desember 2007 lalu, sebanyak 15 anggota DPRD Siantar menerima uang masing-masing Rp30 juta dari RE Siahaan. Pemberian dilakukan di rumah dinas walikota. Pemberian uang ini diduga untuk memuluskan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Siantar 2008. Bahkan pembagian itu disaksikan langsung oleh Asiten III Pemko Marihot Situmorang.
Informasi ini disampaikan oleh salah seorang anggota DPRD yang tak mau disebut namanya.
“Kita sangat sayangkan jika memang anggota dewan itu terlibat menerima uang dan jika benar maka mereka tidak mempunyai moral sebagai wakil rakyat,” katanya.
Dia menambahkan ini membuktikan DPRD seperti kebal hukum dan masyarakat sendiri sudah dapat menilai kinerja DPRD. Ini juga membuktikan lemahnya pengawasan legislatif pada eksekutif yang hanya tahu mementingkan proyek tanpa mampu melakukan pengawasan kontrol anggaran.
“Tidak ada aturan hukum yang mengharuskan pembahasan APBD dapat dilaksanakan dengan cara memberikan uang pada legislatif,” tandasnya.
“Aparat hukum harus bertindak mengusut ini kalau tidak maka pelaksanaan APBD akan amburadul dan penuh KKN,” katanya.
Jansen juga menambahkan walaupun isu itu tidak dapat dibuktikan namun sudah menjadi gambaran betapa bobroknya DPRD saat ini.
Dia menambahkan hal ini terbukti dengan belum dilakukannya pembahasan RAPBD 2008 sampai saat ini ditambah lagi adanya dugaan kas daerah telah dipergunakan sebelum dibahasnya RAPBD tersebut.
Secara terpisah praktisi hukum Luhut Sitinjak SH mengatakan sangat susah untuk dibuktikan kebenaran penyuapan anggota dewan itu karena tidak adanya bukti yang mencukupi.
“Kalaupun diselidiki maka polisi dan jaksa akan percuma untuk membuktikannya,” terangnya. Namun dia menambahkan hal itu bisa saja terbukti dan dibawa ke proses hukum jika memang saksi yang mengetahu kejadian itu mau melaporkannya ke pihak berwajib. “Mungkin dengan begitu maka prosenya akan lebih gampang untuk diselidiki,” jelasnya singkat.