12 dari 15 Anggota DPRD Bantah Terima Suap dari Walikota
Tak Punya Malu Desak Percepat APBD dengan Dalih Kepentingan Masyarakat
SIANTAR-SK: 12 dari 15 anggota DPRD Siantar yang diduga menerima suap sebesar Rp30 juta per orang dari Walikota Pematangsiantar RE Siahaan agar mempercepat pembahasan APBD 2008, membantah mereka telah menerima suap. Sebaliknya anggota DPRD Mangatas Silalahi menjelaskan ada pernyataan dari Janter Aruan, Aulul Imran, dan RTP Sihotang yang mengakui telah menerima Rp30 juta dari RE Siahaan agar pembahasan APBD 2008 dipercepat.
Isu suap terhadap 15 anggota DPRD tersebut tampaknya semakin meruncing. Isu suap tersebut seakan menemukan jawaban dengan surat 15 anggota dewan (yang diduga menerima suap tersebut) kepada pimpinan DPRD yang mendesak pimpinan DPRD agar mempercepat pembahasan APBD 2008.
Mangatas mempertanyakan maksud 15 anggota DPRD tersebut mendesak pimpinan DPRD mempercepat pembahasan APBD. Menurutnya ada mekanisme dan aturan yang harus dilakukan agar DPRD membahas APBD. Dia menduga kabar dugaan penyuapan 15 anggota DPRD sebesar Rp30 juta per orang beberapa waktu lalu mempunyai kaitan dengan 15 anggota DPRD yang mendesak APBD dipercepat pembahasannya.
Ketua Fraksi Barnas Maruli Silitonga juga sangat menyayangkan perbuatan 15 anggota dewan itu dan menganggap desakan untuk mempercepat pembahasan APBD tersebut sebuah kekeliruan.
Ketua DPRD Lingga Napitupulu sangat kecewa atas sikap anggota DPRD itu dan mengatakan sikap itu adalah bentuk ketidakpatuhan atas kesepakatan DPRD.
“Jelas kita sampaikan kepada pemko agar menyerahkan berkas syarat pembahasan APBD nyatanya hal itu tidak dipenuhi. Apa yang harus kita bahas?” paparnya.
Lingga mempertanyakan kalau pernyataan sikap itu untuk alasan pembangunan sangat tidak masuk akal. Dia juga mempertanyakan pembangunan masyarakat yang mana yang diperjuangkan 15 anggota dewan itu. “Mereka itu dipilih oleh rakyat bukan walikota jadi kita harus patuh pada kesepakatan di legislatif,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, 12 dari 15 anggota DPRD yang dituding menerima suap tersebut melakukan konferensi pers, Kamis (21/2). Otto Sidabutar, Nursianna dan Janter Aruan tak hadir dalam konferensi pers tersebut. Marisi Sirait, yang mengaku juru bicara dari 15 anggota dewan tersebut, membantah desakan itu berhubungan dengan isu suap tersebut.
“Jelas kami yang 15 orang tidak ada menerima suap dari walikota dan itu tidak pernah ada,” tegasnya.
Marisi menyesalkan adanya tudingan dari beberapa anggota DPRD seakan-akan 15 anggota DPRD itu telah menerima suap karena mendesak APBD 2008 dibahas. Menurutnya desakan itu berdasarkan sebagai fungsi dan tugas legislatif.
“Kalau memang tudingan itu benar silahkan saja lapor polisi dan harus siap dituntut balik jika tudingan itu tidak benar,” tukasnya.
Sementara itu Zainal Purba mengatakan bahwa desakan itu hanya ditujukkan kepada pimpinan DPRD bukan kepada anggota DPRD yang lain. Sehingga tidak ada wewenang dari anggota untuk menjawab atau memberi pernyataan menyangkut desakan tersebut.
Zainal menerangkan sah-sah saja mereka menyampaikan sikap dan itu permasalahan internal dewan sehingga tidak perlu sampai hebat seperti ini. Zainal menambahkan mengingat Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Perhitungan Anggaran Sementara (PPAS) belum dibahas maka sebagain anggota DPRD mendesak pimpinan dalam hal ini.
“Ini bentuk kepedulian kita sebagai anggota DPRD. Lambatnya pembahasan berakibat pada pembangunan dan program pelayanan kepada masyarakat menjadi terhambat,” jelasnya.
Dia mencontohkan seperti dana untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk penyelenggaraan Pilgubsu yang ditampung di APBD 2008 begitu juga kegiatan hari besar lainya.
Sedangkan Unung Simanjuntak berpendapat Ketua DPRD Lingga Napitupulu harus berpikir bijaksana mengenai pernyatan sikap 15 anggota dewan tersebut, bukan memperuncing suasana dengan membuat statemen harus ada etika dalam menyampaikan sikap.
“Pimpinan setelah menerima surat itu harusnya menyikapi dan sebagai bukti dapat mengayomi anggotanya,” jelasnya.
Seperti telah diberitakan Sinar Keadilan, ada 15 anggota DPRD yang membuat pernyataan sikap kepada pimpinan DPRD pada tanggal 11 Februari 2008 agar APBD 2008 segera dibahas. 15 anggota DPRD tersebut yakni Otto Sidabutar, Marisi Sirait, Dapot Sagala, Zainal Purba, Aulul Imran, Yusran, RTP Sihotang, Toga Tambunan, Unung Simanjuntak, Yusuf Siregar, Ronald Tampubolon, Marzuki, Janter Aruan, Jack Gempar Saragih, dan Nursianna br Purba.
Sebelumnya juga, Sinar Keadilan telah berkali-kali memberitakan dugaan suap terhadap 15 anggota DPRD Siantar dari Walikota RE Siahaan. Masing-masing menerima Rp30 juta dengan tujuan APBD 2008 dapat ‘mulus’ dibahas.
Otto yang dihubungi Sinar Keadilan mengatakan hak setiap masyarakat termasuk anggota DRPD untuk membantah setiap tuduhan apabila tuduhan itu tidak benar. Sedangkan Janter yang coba dihubungi mengenai pernyataan sikap itu tidak berhasil dikonfirmasi.
Mangatas Silalahi sangat menyesalkan pernyataan Marisi yang asal bunyi serta dan menjamin ke-15 anggota itu tidak ada menerima uang dari walikota. “Hak mereka membantah tetapi sebaiknya mereka jujur saja,” katanya.
Mangatas menjelaskan ada pengakuan dari Janter, Aulul dan RTP Sihotang yang mengakui telah menerima Rp30 juta agar dipercepatnya pembahasan tersebut. “Itu pengakuan mereka kepada saya tanpa saya tanya dan saya siap menjadi saksi jika diperlukan,” tandasnya.
Menurut Mangatas, berdasarkan pengakuan ketiga orang itu, uang Rp30 juta itu dibagikan oleh Asisten III Pemko Siantar Marihot Situmorang dan Otto Sidabutar di Rumah Dinas Walikota.
Anggota DPRD Aroni Zendrato saat diminta tanggapannya mengatakan sudah jelas sepanjang belum ada laporan keuangan, tutup buku, dan sekda defenitif maka APBD tidak akan dibahas dan itu sesuai kesepakatan. Hal ini berdasarkan surat edaran Gubsu yang menjelaskan Pelaksana Sekda tidak dapat menjadi Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
“Jika tiga tuntutan itu dipenuhi maka APBD dapat dibahas namun nyatanya sampai sekarang belum ada satupun yang dipenuhi,” tandasnya.
Secara terpisah Batara Manurung dari Divisi Pengorganisasian LBH Siantar saat diminta pendapatnya tentang desakan 15 anggota DPRD agar APBD segera dibahas mengatakan DPRD adalah wakil rakyat bukan wakil penguasa.
Batara justru mempertanyakan fungsi DPRD selama ini apakah sudah berjalan sesuai koridornya. Dikatakannya dari setumpuk persoalan Walikota RE Siahaan selama memimpin seperti penggusuran Pedagang Kali Lima (PKL), Ruislag SMAN 4, kasus demam berdarah, dugaan korupsi di bagian sosial, CPNS Gate, dan putusan KPPU mengenai bangsal RSU Djasamen Saragih. Hal ini mengambarkan buruknya pengawasan DPRD atas kinerja walikota selama ini.
“Kini mereka berdalih untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan sungguh tidak punya malu dan hati nurani dengan mendesak percepat APBD,” paparnya.
Dia menjelaskan sikap 15 anggota DPRD itu tidak ubahnya seperti LSM atau komunitas masyarakat lainnya dengan mengabaikan mekanisme yang ada di DPRD dan berdalih atas nama pembangunan. “Harusnya wakil raknyat bukan wakil penguasa dengan mengharapkan upeti untuk memuluskan APBD,” ulasnya.
Dia menghimbau masyarakat agar jernih menyikapi sikap 15 anggota dewan itu yang kini menjadi wakil penguasa kota ini.
“Ini pelajaran agar pada pemilu yang akan datang memakai hati nurani yang bersih menentukan pilihannya,” tandasnya.
Sementara itu Ketua Indonesia Government Watch (IGW) Aliyahya Daulay justru mempertanyakan tuntutan masyarakat mana yang dijadikan alasan 15 anggota DPRD tersebut. Dia melihat sikap itu menandakan mereka bukan wakil rakyat yang tidak mengerti tufoksinya. “Kenapa harus pakai pernyataan sikap? Ada tatib DPRD yang mengatur, jangan karena kepentingan tertentu,” jelasnya.
Dia juga mengatakan ke-15 anggota dewan itu tidak mengerti bagaimana aturan pembahasan APBD. (jansen)