21 Februari, 2008

Kasus DBD Merebak, Pemko Tidak Tanggap

SIANTAR-SK : Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali mulai merebak di Siantar namun ternyata sampai sekarang belum ada tindakan pemko untuk berusaha mengatasi kasus tersebut.
Sebelumnya tahun 2007 kasus DBD sempat mengguncang Siantar dan Walikota RE Siahaan pada saat itu memberlakukan Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penanganan wabah tersebut.
Berdasarkan data yang dihimpun, Rabu (20/2), dari Kasi Surpelens Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Siantar Eriani Saragih, sampai 20 Februari 2008 ini ada 45 kasus DBD yang terjadi. Dengan perincian Kecamatan Siantar Utara 3 orang positif, Siantar Barat 3 orang positif dan 5 orang suspect, Siantar Selatan 3 orang positif dan 3 orang suspect, Siantar Timur 2 orang positif dan 1 orang suspect, Siantar Sitalasari 4 positif dan 5 orang suspect, Siantar Martoba 2 positif dan 4 orang suspect dan Siantar Marihat 6 orang positif dan 3 orang suspect.
“Ini berdasarkan data yang kita terima dari setiap rumah sakit yang merawat korban DBD tersebut,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai perlunya diberlakukan status KLB mengingat tidak tertutupnya kemungkinan korban bertambah, Eriani menjelaskan hal itu tidak mungkin dilakukan karena dia beralasan ada empat persyaratan perlu diterapkan KLB di suatu daerah yakni jika peningkatan kasus dalam waktu berturut turut, adanya korban yang meninggal dunia, adanya peningkatan kasus DBD dibandingkan periode sebelumnya, dan terdapat kasus dimana 3 bulan sebelumnya tidak ada kasus DBD.
Untuk tahun 2007 ada sekitar 527 kasus DBD yang terjadi. Sementara itu berdasarkan data yang didapat dari setiap rumah sakit per tanggal 20 Februari 2008 seperti RSUD dr Djasamen Saragih penderiat DBD sebanyak 3 orang dan yang dirawat tinggal 1 orang. Di RS Vita Insani pasien DBD berdasarkan blot positf dan negatif 30 orang dan yang sedang dirawat tinggal 14 orang, RS Harapan sebanyak 5 pasien dan RS Horas Insani sekitar 12 orang pasien.
Menanggapi hal itu anggota DPRD Siantar Grace br Saragih sangat menyayangkan lambannya pemko untuk bertindak mengatasi kasus DBD tersebut. Grace mempertanyakan apa alasan pemko mencabut status KLB.
“Apa memang sudah cukup riil data dilapangan maka status KLB itu dicabut sedangkan sekarang muncul lagi kasus DBD,” katanya.
Ditambahkannya adanya kasus ini merupakan hal yang memalukan jika melihat Walikota RE Siahaan dengan papan planknya dengan tema Indonesia Sehat 2010 tetapi penanganan DBD saja tidak beres.
“Kita sangat sesalkan tidak adanya keseriusan pemko untuk memikirkan bagaimana masyarakat ini bisa sehat,” ujarnya.
Menurut Grace hal ini dibuktikan dengan tidak maunya walikota memberikan jaminan bagi masyarakat miskin serta adanya pemotongan anggaran kesehatan untuk RSU sampai 50 persen.
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III Alosius Sihite yang menilai pemko sangat lamban untuk menuntaskan DBD di kota ini. Ini terbukti dengan kasus tahun lalu yang penanganannya kurang serius.
“Harusnya Plank Indonesia Sehat itu dicabut saja karena walikota tidak ada niat untuk memperhatikan kesehatan masyarakatnya,” terangnya.
Untuk itu dia menghimbau agar masyarakat mendesak dan membuat mosi tidak percaya atas kinerja walikota yang tidak mampu untuk mengayomi masyarakat. Malah Alosius mengungkapkan seharusnya para pemimpin kota ini kena DBD sehingga mereka dapat merasakan bagaimana sakitnya kena DBD.
“Walikota itu harus turun ke kelurahan untuk memantau perkembangan DBD dan penanganannya, bukannya jalan-jalan untuk promosi Pilgubsu,” tegasnya.
Sihite juga menghimbau agar masyarakat juga turut serta menjaga kebersihan lingkungan dengan menerapkan pola 3 M yakni menutup, mengubur dan menanam. (jansen)