27 Februari, 2008

Pilgubsu, Belajar Kepada Obama dan Hillary

SIANTAR-SK: Amerika Serikat November mendatang akan memilih presidennya. Saat ini beberapa kandidat sudah jelas kelihatan. Dari Partai Republik tampaknya sudah sepakat akan mengusung nama Senator John Mc’Cain. Dari Partai Demokrat, dua kandidat saat ini sedang berjuang keras yakni Barack Obama dan Hillary Clinton. Keduanya tampaknya memiliki peluang yang sama besar. Mereka berdua pun lalu beberapa kali dihadapkan dalam sebuah debat terbuka agar rakyat Amerika benar-benar melihat siapa sebenarnya kandidat yang layak. Saling tuding pun terjadi saat keduanya dihadapkan bersama dalam sebuah debat terbuka.
Sumatera Utara , April nanti juga akan memilih gubernur yang baru. Lima pasang calon secara resmi kini bersaing memperebutkan posisi gubernur tersebut. Membandingkan pemilihan presiden Amerika dan pemilihan Gubernur Sumatera Utara bisa jadi seperti membandingkan langit dan bumi. Namun, dalam konteks pemilihan, sejatinya hampir tak ada perbedaan. Keduanya memilih seorang pemimpin yang baru dan yang memilih adalah rakyat. Mekanismenya pun hampir sama, rakyat datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan menentukan pilihannya tanpa berhak diintervensi sispapun alias LUBER (langsung, umum, bebas, rahasia).
Perbedaan yang sangat tajam dalam proses pemilihan tersebut mungkin terletak pada bagaimana para calon meletakkan nilai-nilai demokrasi pada tempat yang sewajarnya. Dalam sebuah proses pemilihan seorang pemimpin, jelas ada usaha calon untuk mendapatkan dukungan dari pemilih. Di Amerika, para calon terbiasa melakukan debat terbuka yang ditonton oleh jutaan pemirsa. Sebelum mencalonkan diri, para calon sudah sadar betul bahwa nantinya akan dihadapkan pada calon lainnya dalam sebuah debat terbuka. Dalam debat, akan terlihat siapa sebenarnya calon pemimpin yang menguasai masalah. Dalam debat, tak jarang para calon saling serang, tentunya lewat kata-kata.
Hillary dan Obama membuktikan kemampuan mereka dalam debat yang dilakukan Jumat (22/2) dinihari waktu Indonesia. Debat terbuka yang disiarkan langsung televisi CNN itu mengangkat sejumlah isu, di antaranya kesehatan, lingkungan, sistem pertahanan, kebijakan luar negeri.
Dalam kesempatan itu, Hillary sempat mengkritik Obama menjiplak kata-katanya saat berkampanye. "Kalau memang Anda mengandalkan kampanye pada kata-kata, hendaknya itu dari kata-kata Anda sendiri. Jangan meniru," cibir Hillary, merujuk pada ucapan Obama yang menirukan pernyataan Gubernur Massachusetts Deval Patrick.
Mendengar itu Obama ganti mengkritik Hillary. "Seharusnya, Anda tidak mengumbar tangisan, tapi membuat negeri ini termotivasi," tutur Obama, mengomentari beberapa kampanye Hillary yang diwarnai dengan tetesan air mata. Meski berlangsung seru, kedua sosok karismatik ini tetap mengumbar senyum dan tidak emosional. Debat berakhir dengan tepuk tangan para penonton dari kedua pendukung.
Itulah perbedaan antara pemilihan di Indonesia dengan di Amerika. Meski debat berlangsung panas dan seringkali menusuk tajam, namun kedua kandidat tak emosional. Lebih jauh, pendukung kedua kandidat pun tak pernah bentrok dan bahkan tepuk tangan bersama.
Di Indonesia, kualitas debat seringkali tak jelas. Apa yang ditanyakan panelis seringkali tak nyambung dengan jawaban kandidat. Kandidat pun tak menguasai masalah dan tak punya data. Itu sebabnya, banyak para calon yang menghindar untuk diajak berdebat, seperti yang terjadi dalam debat calon Gubernur Sumut yang diadakan Harian Waspada beberapa waktu lalu. Ada kandidat yang tak siap untuk berdebat karena ‘mungkin’ memang tak punya kemampuan.
Di Amerika, saat kampanye, para calon tak sekadar melontarkan janji. Jika mereka mengatakan bahwa pendidikan akan gratis jika mereka terpilih, harus direalisasikan karena kalau tidak rakyat Amerika akan menagihnya. Di Indonesia, mengobral janji sudah menjadi hal yang biasa. Soal realisasi, nanti dulu karena rakyatpun tak menagihnya. Paling-paling rakyat hanya menggerutu di kedai-kedai kopi.
Itu sebabnya, para calon akan melontarkan janji-janji setinggi langit. Pendidikan nanti akan gratis, lapangan kerja akan tersedia lebih banyak, petani akan diberi pupuk gratis, jalan-jalan akan diperbaiki, dan segudang janji lainnya. Tak usah kaget jika dalam kampanye Pilgubsu nantinya, janji-janji seperti itu akan terdengar dimana-mana dari masing-masing kandidat.
Di Amerika, para calon tak perlu memberikan amplop atau sembako kepada calon pemilih untuk menarik simpati. Bisa jadi rakyat Amerika memang sudah tak membutuhkan uang atau sembako lagi saat ini karena mereka kaya. Namun, dalam sejarah pemilihan presiden Amerika pun, saat rakyatnya masih miskin, cara-cara pemberian amplop atau sembako ini pun tak pernah ada. Rakyat Amerika tak butuh amplop atau sembako, karena dalam sekejap itu habis. Yang mereka butuhkan adalah pemimpin yang mampu membawa kemajuan. Dan sejarah berbicara, kemajuan Amerika menjadi negara super di dunia salah satunya karena mekanisme pemilihan pemimpin yang demokratis dan bersih.
Sejatinya, rakyat Indonesia pun tak butuh amplop atau sembako. Sama seperti Amerika, rakyat Indonesia butuh pemimpin yang mampu membawa perubahan. Dalam skala Sumut, rakyat Sumut butuh pemimpin yang benar-benar mampu mensejahterakan rakyatnya, bukan yang hanya obral janji atau hanya karena ingin kekuasaan.
Di Amerika, saat pemilihan telah berakhir dan pemenangnya telah ketahuan, kandidat yang kalah akan melakukan konferensi pers dan secara sportif mengakui kekalahannya dan mengucapkan selamat kepada presiden terpilih. Di Indonesia, tampaknya tak asda kandidat yang mau mengakui kekalahannya. Tuding-menuding pun terjadi dengan menyebut bahwa kandidat yang menang telah melakukan kecurangan. Gugatan pun dilayangkan, bahkan sampai ke Mahkamah Agung. Yang paling parah, karena tak mau mengakui kekalahannya, kandidat ‘mengompori’ pendukungnya untuk berbuat anarkis. Kantor KPUD pun dirusak. Antar pendukung bentrok sampai menimbulkan korban jiwa. Sampai di sini, rakyat juga yang jadi korban.
Dalam Pilgubsu, sampai saat ini belum terlihat ada calon yang kreatif mampu untuk menarik simpati pemilih. Spanduk, kalender, baliho, stiker, sepertinya menjadi alat peraga yang terus dipertahankan oleh para kandidat untuk menarik simpati pemilih tanpa tahu efektif atau tidak. Sampai saat ini belum ada sebuah survey pun yang bisa membuktikan bahwa spanduk, baliho, stiker, kalender, dan sejenisnya efektif untuk menjaring simpati pemilih. Yang sudah pasti adalah, begitu banyak uang yang terbuang untuk membuat semua alat peraga tersebut.
Soal debat, layak dipertanyakan, maukah kelima cagubsu bertemu dalam sebuah debat dan mempertaruhkan kemampuannya untuk dinilai oleh seluruh rakyat Sumut?
Soal sportifitas, ini hanya sekadar imbauan kepada kandidat yang kalah nantinya untuk bersikap fair mau mengakui kekalahannya. Kalah berarti rakyat Sumut tak menghendakinya menjadi Gubsu. Jangan berdalih dicurangi dan lantas mengajak pendukungnya untuk bertindak anarkis. Saatnya bukan mengandalkan kekuatan otot, atau uang, tetapi pada kapabilitas dan kemampuan. Selamat bertanding. (Fet)

Bercermin Dari Toba Samosir

SIANTAR-SK: Siapapun tak bisa memungkiri, kesehatan menjadi bagian vital pada kehidupan manusia. Siapapun tak ingin sakit. Namun sakit pun seringkali tak terhindarkan. Parahnya, bagaimana jika menderita sakit dan tak punya biaya?
UUD 1945 jelas mengamanatkan bahwa pemerintah memberikan jaminan kesehatan bagi warganya. Namun, sampai saat ini tak banyak yang bisa dilakukan pemerintah dengan alasan biaya. Para kepala daerah pun tampaknya setali tiga uang dengan pemerintah pusat. Para kepala daerah lebih banyak mengurusi hal-hal yang tak signifikan terhadap rakyat ketimbang mengurusi kesehatan warganya.
Pembangunan rumah dinas walikota, biaya dinas, rehab gedung DPRD, dan tetek bengek lainya dengan biaya yang sangat besar, seakan jauh lebih penting dari kesehatan rakyat.
Namun, tentunya tak semua kepala daerah bersikap demikian. Bupati Toba Samosir Monang Sitorus dan Walikota Tanjung Balai dr. Sutrisno Hadi, SpOG, merupakan sedikit dari kepala daerah yang sangat peduli terhadap nasib kesehatan warganya.
Tobasa sejak 2006 telah melindungi kesehatan warganya dengan Jaminan Pengaman Kesehatan Masyarakat (JPKM) melalui asuransi kesehatan “Askes Tobamas”. Sistem yang diterapkan oleh Pemkab Tobasa adalah sistem 50:50, artinya 50% biaya asuransi atau sebesar Rp36 ribu ditanggung oleh warga sementara setengah lagi yakni Rp36 ribu ditanggung oleh Pemkab Tobasa. Warga bisa mendaftarkan diri di polindes atau puskesmas dengan membawa foto kopi KTP, pas foto, dan uang Rp 36 ribu. Cuma dengan membayar Rp36 ribu, mereka bisa berobat gratis selama satu tahun. Warga pemegang kartu askes murah ini akan mendapat pelayanan gratis selama satu tahun di puskesmas dan sejumlah rumah sakit, antara lain RSUD Porsea, RS Aida Laguboti, dan RSUD Pematangsiantar. Warga bisa dirawat jalan atau dirawat inap dengan fasilitas kelas III tanpa membayar sepeser pun.
Jenis penyakit yang perobatannya ditanggung Askes Tobamas adalah penyakit umum. Antara lain penyakit gigi dan mulut, operasi kecil, penyakit ibu hamil dan menyusui, persalinan hingga anak kedua, luka akibat tusukan, terbakar, kecelakaan, serta demam tinggi.
Tahun 2006 Pemkab Tobasa menganggarkan biaya untuk Tobamas ini sebesar Rp1,7 miliar dan meningkat menjadi Rp2 miliar tahun 2007. Sementara untuk 2008, Pemkab Tobasa juga telah menaikkan anggaran menjadi Rp2,6 miliar dengan tujuan agar masyarakat yang dilindungi oleh Asuransi Tobamas ini akan semakin banyak.
Tak hanya asuransi, Pemkab Tobasa juga meningkat sarana dan prasarana kesehatan. Pemkab Tobasa melalui Dinas Kesehatan Tobasa membangun fasilitas – fasilitas kesehatan seperti Pustu yang sekarang ini disebut Poskesdes yang tersebar di desa-desa se Tobasa. Peningkatan status Puskesmas seperti Puskesmas Parsoburan menjadi Rumah Sakit Mini Parsoburan, peningkatan Puskesmas Ajibata dan Puskesmas Balige yang dilengkapi dengan sarana-sarana kesehatan. Demikian juga Rumah Sakit Porsea, sarana dan prasarananya lebih ditingkatkan. Bidan–bidan desa dilengkapi dengan peralatan kesehatan serta HT dan Sepeda motor. Biaya operasional untuk Puskesmas langsung dikelolah Puskesmas. Dimana pada tahun anggaran 2006 yang lalu, biaya operasional Puskesmas Rp50 juta-100 juta dan tahun anggaran 2007 Puskesmas mendapat biaya operasional Rp50 juta –Rp200 juta. Selain Puskesmas dan bidan desa diberikan obat, mereka juga mendapatkan intensif setiap bulannya. Jumlah kader Posyandu di Tobasa sekarang sebanyak 1400 orang dan mereka setiap bulannya menerima intensif Rp90 ribu.
Tobasa juga telah melakukan Surkesda (Survey Kesehatan Daerah) dengan melibatkan Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara serta lembaga-lembaga pengkajian lainnya. Dinas kesehatan Tobasa juga telah menerapkan sistem informasi Puskesmas. Tak heran jika Pemkab Tobasa kini menjadi tempat studi banding bagi daerah lain dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Beberapa daerah di Pulau Jawa bahkan telah melakukan studi banding ke Tobasa. Anehnya, Pemko Siantar sebagai salah satu daerah terdekat dengan Tobasa tampaknya belum bercermin atas kreatifitas Pemkab Tobasa ini. (Fet)

Seandainya Dana Cagubsu Untuk Pasien Miskin

SIANTAR-SK: Pasca putusnya kontrak tanggungan asuransi kesehatan bagi rakyat miskin (askeskin) antara Departemen Kesehatan dengan PT Askes, masalah baru pun kemudian muncul. Siapa yang kini menanggung biaya pengobatan orang miskin? Pemerintah pusat? Pemerintah daerah? Rumah sakit? Atau si miskin itu sendiri?
Ketua Komisi IX DPR RI dr. Ribka Tjiptaning dalam seminar ‘Kaukus Asuransi Kesehatan Daerah, Mungkinkah?’ yang diadakan oleh Medan Bisnis Forum di Restoran International, Pematangsiantar, Senin (18/2), mengatakan Komisi IX DPR merekomendasikan untuk sementara askeskin tetap ditangani oleh PT Askes sembari membenahi sistem yang ada.
Namun, saat ini rekomendasi tersebut belum mendapat tanggapan dari pemerintah. Menunggu ada sebuah kesepakatan dengan pemerintah, Ribka meminta agar pemerintah daerah berinisiatif menanggulangi biaya pengobatan pasien miskin ini. Dia mengatakan banyaknya pasien miskin terlantar saat ini di rumah sakit daerah justru menjadi penegasan bagi kepala daerah apakah punya komitmen untuk membantu rakyatnya. Secara tegas Ribka mengatakan kepala daerah yang tak mau membantu pasien miskin tersebut adalah kepala daerah yang tak punya hati nurani.
Ribka memberi apresiasi yang tinggi bagi Bupati Toba Samosir Monang Sitorus dan Walikota Tanjung Balai dr. Sutrisno Hadi, SpOG, dua kepala daerah yang mempunyai insiatif membantu pengobatan rakyatnya yang miskin, jauh sebelum ribut-ribut masalah askeskin ini muncul.
Masalahnya, hanya segelintir kepala daerah yang mau berbuat seperti itu. Jauh lebih banyak kepala daerah yang sepertinya menutup telinga rapat-rapat untuk mendengar jerit para pasien miskin yang terlantar di lorong-lorong rumah sakit daerah.
Pematangsiantar menjadi contoh bagaimana Pemko tak ambil peduli dengan kondisi ratusan pasien miskin terlantar di RSUD dr. Djasamen Saragih. Saat pihak RSUD Djasamen meminta bantuan pemko untuk menanggulangi masalah pasien terlantar ini, pemko tak memenuhinya. Jangankan memenuhi permintaan bantuan dana tersebut, untuk sekadar rapat mendengarkan penjelasan pihak rumah sakit pun, Walikota Siantar tak mau hadir.
Ironisnya, saat ini di Sumatera Utara sedang berlangsung pesta penghamburan uang yakni Pilgubsu. Ada lima pasang calon, salah satunya Walikota Siantar, yang mengikuti Pilgubsu ini. Sejak satu tahun lalu, para calon ini telah menghamburkan begitu banyak uang untuk memasang spanduk, poster, stiker, kalender, dan lainnya. Dana yang jauh lebih besar lagi akan dihamburkan saat memasuki masa kampanye awal April nanti.
Bukan sebuah cerita bohong lagi, jika satu calon menghabiskan paling sedikit Rp50 miliar untuk mengikuti Pilgubsu ini. Artinya, dari lima pasang calon terkuras dana Rp250 miliar untuk mengiklankan diri agar dipilih masyarakat Sumut. Dan angka tersebut baru angka minimal.
Dalam program askeskin, pemerintah mengalokasikan dana Rp1000/jiwa/bulan. Artinya per tahun satu pasien miskin dibiayai pemerintah sebesar Rp12.000.
Jumlah penduduk miskin di Pematangsiantar tahun 2007 berdasarkan data Badan Pusat Statistik Pemprov Sumatera Utara sebanyak 23.259 jiwa. Jika dimisalkan semua penduduk miskin tersebut menerima askeskin Rp12.000 per tahun maka biaya yang harus dialokasikan pemerintah hanya sebesar Rp279.108.000. Atau jika kita misalkan, semua penduduk miskin di Siantar tersebut sakit dan harus dirawat di rumah sakit dengan masing-masing jiwa membutuhkan biaya Rp1.000.000, maka biaya klaim yang dibutuhkan hanya sebesar Rp23.259.000.000.
Bandingkan angka tersebut dengan dana yang dikeluarkan oleh seorang calon dalam Pilgubsu kali ini.
Artinya, masalah pasien miskin ini sebenarnya hanya soal kemauan dari masing-masing kepala daerah. Kalau untuk pasang spanduk, poster, kalender, dana tak berkekurangan, lalu untuk pasien miskin dana seakan-akan menguap entah kemana. (fet)

21 Februari, 2008

Kasus DBD Merebak, Pemko Tidak Tanggap

SIANTAR-SK : Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali mulai merebak di Siantar namun ternyata sampai sekarang belum ada tindakan pemko untuk berusaha mengatasi kasus tersebut.
Sebelumnya tahun 2007 kasus DBD sempat mengguncang Siantar dan Walikota RE Siahaan pada saat itu memberlakukan Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penanganan wabah tersebut.
Berdasarkan data yang dihimpun, Rabu (20/2), dari Kasi Surpelens Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Siantar Eriani Saragih, sampai 20 Februari 2008 ini ada 45 kasus DBD yang terjadi. Dengan perincian Kecamatan Siantar Utara 3 orang positif, Siantar Barat 3 orang positif dan 5 orang suspect, Siantar Selatan 3 orang positif dan 3 orang suspect, Siantar Timur 2 orang positif dan 1 orang suspect, Siantar Sitalasari 4 positif dan 5 orang suspect, Siantar Martoba 2 positif dan 4 orang suspect dan Siantar Marihat 6 orang positif dan 3 orang suspect.
“Ini berdasarkan data yang kita terima dari setiap rumah sakit yang merawat korban DBD tersebut,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai perlunya diberlakukan status KLB mengingat tidak tertutupnya kemungkinan korban bertambah, Eriani menjelaskan hal itu tidak mungkin dilakukan karena dia beralasan ada empat persyaratan perlu diterapkan KLB di suatu daerah yakni jika peningkatan kasus dalam waktu berturut turut, adanya korban yang meninggal dunia, adanya peningkatan kasus DBD dibandingkan periode sebelumnya, dan terdapat kasus dimana 3 bulan sebelumnya tidak ada kasus DBD.
Untuk tahun 2007 ada sekitar 527 kasus DBD yang terjadi. Sementara itu berdasarkan data yang didapat dari setiap rumah sakit per tanggal 20 Februari 2008 seperti RSUD dr Djasamen Saragih penderiat DBD sebanyak 3 orang dan yang dirawat tinggal 1 orang. Di RS Vita Insani pasien DBD berdasarkan blot positf dan negatif 30 orang dan yang sedang dirawat tinggal 14 orang, RS Harapan sebanyak 5 pasien dan RS Horas Insani sekitar 12 orang pasien.
Menanggapi hal itu anggota DPRD Siantar Grace br Saragih sangat menyayangkan lambannya pemko untuk bertindak mengatasi kasus DBD tersebut. Grace mempertanyakan apa alasan pemko mencabut status KLB.
“Apa memang sudah cukup riil data dilapangan maka status KLB itu dicabut sedangkan sekarang muncul lagi kasus DBD,” katanya.
Ditambahkannya adanya kasus ini merupakan hal yang memalukan jika melihat Walikota RE Siahaan dengan papan planknya dengan tema Indonesia Sehat 2010 tetapi penanganan DBD saja tidak beres.
“Kita sangat sesalkan tidak adanya keseriusan pemko untuk memikirkan bagaimana masyarakat ini bisa sehat,” ujarnya.
Menurut Grace hal ini dibuktikan dengan tidak maunya walikota memberikan jaminan bagi masyarakat miskin serta adanya pemotongan anggaran kesehatan untuk RSU sampai 50 persen.
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III Alosius Sihite yang menilai pemko sangat lamban untuk menuntaskan DBD di kota ini. Ini terbukti dengan kasus tahun lalu yang penanganannya kurang serius.
“Harusnya Plank Indonesia Sehat itu dicabut saja karena walikota tidak ada niat untuk memperhatikan kesehatan masyarakatnya,” terangnya.
Untuk itu dia menghimbau agar masyarakat mendesak dan membuat mosi tidak percaya atas kinerja walikota yang tidak mampu untuk mengayomi masyarakat. Malah Alosius mengungkapkan seharusnya para pemimpin kota ini kena DBD sehingga mereka dapat merasakan bagaimana sakitnya kena DBD.
“Walikota itu harus turun ke kelurahan untuk memantau perkembangan DBD dan penanganannya, bukannya jalan-jalan untuk promosi Pilgubsu,” tegasnya.
Sihite juga menghimbau agar masyarakat juga turut serta menjaga kebersihan lingkungan dengan menerapkan pola 3 M yakni menutup, mengubur dan menanam. (jansen)

Ketua DPRD Siantar Setuju Kasus-kasus Korupsi yang Diduga Melibatkan RE Siahaan Diparipurnakan

SIANTAR-SK: Ketua DPRD Pematangsiantar Lingga Napitupulu mengatakan setuju jika DPRD memparipurnakan sejumlah kasus korupsi yang melibatkan Walikota RE Siahaan sesuai permintaan beberapa anggota DPRD.
“Akan kita pertimbangkan usulan tersebut kalau memang harus diparipurnakan,” jelasnya, Kamis (21/2).
Menurut Lingga hal itu (paripurna) perlu dilakukan jika tidak DPRD secara kelembagaan akan mendapatkan somasi dari berbagai elemen masyarakat yang selama ini menyoroti kinerja DPRD, khususnya mengenai dugaan korupsi yang melibatkan walikota.
Lebih lanjut Lingga menjelaskan untuk memparipurnakan hal tersebut maka perlu dibentuknya Panitia Musyawarah (Panmus) untuk menyusun jadwal rencana sidang paripurna tersebut.
Sebelumnya Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan Mangatas Silalahi, Ketua Barnas Maruli Silitonga dan Muktar Tarigan akan mengusulkan agar digelar sidang paripurna untuk membahas kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan walikota selama ini.
Mangatas menilai permintaan berbagai elemen masyarakat yang mendesak DPRD agar menggelar sidang paripurna merupakan hal yang sangat wajar dan menjadi pertimbangan utama untuk menyelamatkan kota ini dari kehancuran.
“Kita sangat respon atas aspirasi masyarakat itu dan dalam waktu dekat ini akan kita sampaikan kepada pimpinan untuk dipertimbangkan,” jelasnya.
Sementara itu Maruli Silitonga juga mengutarakan hal yang sama untuk mendesak pimpinan DPRD agar menggelar sidang paripurna tersebut.
Sedangkan Muktar menilai banyaknya kasus korupsi yang diduga melibatkan walikota telah melanggar sumpah jabatannya. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah pasal 29 ayat 2b, kepala daerah dapat diberhentikan jika terbukti melanggar sumpah jabatan.
Menurut Muktar, beberapa kasus yang diduga melibatkan RE Siahaan sebagai walikota adalah kasus bangsal RSUD dr Djasamen Saragih, CPNS Gate tahun 2005, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006 mengenai penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup, pembangunan Balai Benih Ikan (BBI) sebesar Rp7 miliar dan yang paling hangat menyangkut dugaan korupsi di bagian sosial sebesar Rp12,5 miliar.
“Kepentingan masyarakat harus diprioritaskan dan itu tugas dari wakil rakyat yang dipercayakan kepada kita untuk diperjuangkan,” ujarnya.(jansen)

Janter Aruan, Aulul Imran, dan RTP Sihotang Akui Terima Uang Rp30 dari RE Siahaan

12 dari 15 Anggota DPRD Bantah Terima Suap dari Walikota
Tak Punya Malu Desak Percepat APBD dengan Dalih Kepentingan Masyarakat
SIANTAR-SK: 12 dari 15 anggota DPRD Siantar yang diduga menerima suap sebesar Rp30 juta per orang dari Walikota Pematangsiantar RE Siahaan agar mempercepat pembahasan APBD 2008, membantah mereka telah menerima suap. Sebaliknya anggota DPRD Mangatas Silalahi menjelaskan ada pernyataan dari Janter Aruan, Aulul Imran, dan RTP Sihotang yang mengakui telah menerima Rp30 juta dari RE Siahaan agar pembahasan APBD 2008 dipercepat.
Isu suap terhadap 15 anggota DPRD tersebut tampaknya semakin meruncing. Isu suap tersebut seakan menemukan jawaban dengan surat 15 anggota dewan (yang diduga menerima suap tersebut) kepada pimpinan DPRD yang mendesak pimpinan DPRD agar mempercepat pembahasan APBD 2008.
Mangatas mempertanyakan maksud 15 anggota DPRD tersebut mendesak pimpinan DPRD mempercepat pembahasan APBD. Menurutnya ada mekanisme dan aturan yang harus dilakukan agar DPRD membahas APBD. Dia menduga kabar dugaan penyuapan 15 anggota DPRD sebesar Rp30 juta per orang beberapa waktu lalu mempunyai kaitan dengan 15 anggota DPRD yang mendesak APBD dipercepat pembahasannya.
Ketua Fraksi Barnas Maruli Silitonga juga sangat menyayangkan perbuatan 15 anggota dewan itu dan menganggap desakan untuk mempercepat pembahasan APBD tersebut sebuah kekeliruan.
Ketua DPRD Lingga Napitupulu sangat kecewa atas sikap anggota DPRD itu dan mengatakan sikap itu adalah bentuk ketidakpatuhan atas kesepakatan DPRD.
“Jelas kita sampaikan kepada pemko agar menyerahkan berkas syarat pembahasan APBD nyatanya hal itu tidak dipenuhi. Apa yang harus kita bahas?” paparnya.
Lingga mempertanyakan kalau pernyataan sikap itu untuk alasan pembangunan sangat tidak masuk akal. Dia juga mempertanyakan pembangunan masyarakat yang mana yang diperjuangkan 15 anggota dewan itu. “Mereka itu dipilih oleh rakyat bukan walikota jadi kita harus patuh pada kesepakatan di legislatif,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, 12 dari 15 anggota DPRD yang dituding menerima suap tersebut melakukan konferensi pers, Kamis (21/2). Otto Sidabutar, Nursianna dan Janter Aruan tak hadir dalam konferensi pers tersebut. Marisi Sirait, yang mengaku juru bicara dari 15 anggota dewan tersebut, membantah desakan itu berhubungan dengan isu suap tersebut.
“Jelas kami yang 15 orang tidak ada menerima suap dari walikota dan itu tidak pernah ada,” tegasnya.
Marisi menyesalkan adanya tudingan dari beberapa anggota DPRD seakan-akan 15 anggota DPRD itu telah menerima suap karena mendesak APBD 2008 dibahas. Menurutnya desakan itu berdasarkan sebagai fungsi dan tugas legislatif.
“Kalau memang tudingan itu benar silahkan saja lapor polisi dan harus siap dituntut balik jika tudingan itu tidak benar,” tukasnya.
Sementara itu Zainal Purba mengatakan bahwa desakan itu hanya ditujukkan kepada pimpinan DPRD bukan kepada anggota DPRD yang lain. Sehingga tidak ada wewenang dari anggota untuk menjawab atau memberi pernyataan menyangkut desakan tersebut.
Zainal menerangkan sah-sah saja mereka menyampaikan sikap dan itu permasalahan internal dewan sehingga tidak perlu sampai hebat seperti ini. Zainal menambahkan mengingat Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Perhitungan Anggaran Sementara (PPAS) belum dibahas maka sebagain anggota DPRD mendesak pimpinan dalam hal ini.
“Ini bentuk kepedulian kita sebagai anggota DPRD. Lambatnya pembahasan berakibat pada pembangunan dan program pelayanan kepada masyarakat menjadi terhambat,” jelasnya.
Dia mencontohkan seperti dana untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk penyelenggaraan Pilgubsu yang ditampung di APBD 2008 begitu juga kegiatan hari besar lainya.
Sedangkan Unung Simanjuntak berpendapat Ketua DPRD Lingga Napitupulu harus berpikir bijaksana mengenai pernyatan sikap 15 anggota dewan tersebut, bukan memperuncing suasana dengan membuat statemen harus ada etika dalam menyampaikan sikap.
“Pimpinan setelah menerima surat itu harusnya menyikapi dan sebagai bukti dapat mengayomi anggotanya,” jelasnya.
Seperti telah diberitakan Sinar Keadilan, ada 15 anggota DPRD yang membuat pernyataan sikap kepada pimpinan DPRD pada tanggal 11 Februari 2008 agar APBD 2008 segera dibahas. 15 anggota DPRD tersebut yakni Otto Sidabutar, Marisi Sirait, Dapot Sagala, Zainal Purba, Aulul Imran, Yusran, RTP Sihotang, Toga Tambunan, Unung Simanjuntak, Yusuf Siregar, Ronald Tampubolon, Marzuki, Janter Aruan, Jack Gempar Saragih, dan Nursianna br Purba.
Sebelumnya juga, Sinar Keadilan telah berkali-kali memberitakan dugaan suap terhadap 15 anggota DPRD Siantar dari Walikota RE Siahaan. Masing-masing menerima Rp30 juta dengan tujuan APBD 2008 dapat ‘mulus’ dibahas.
Otto yang dihubungi Sinar Keadilan mengatakan hak setiap masyarakat termasuk anggota DRPD untuk membantah setiap tuduhan apabila tuduhan itu tidak benar. Sedangkan Janter yang coba dihubungi mengenai pernyataan sikap itu tidak berhasil dikonfirmasi.
Mangatas Silalahi sangat menyesalkan pernyataan Marisi yang asal bunyi serta dan menjamin ke-15 anggota itu tidak ada menerima uang dari walikota. “Hak mereka membantah tetapi sebaiknya mereka jujur saja,” katanya.
Mangatas menjelaskan ada pengakuan dari Janter, Aulul dan RTP Sihotang yang mengakui telah menerima Rp30 juta agar dipercepatnya pembahasan tersebut. “Itu pengakuan mereka kepada saya tanpa saya tanya dan saya siap menjadi saksi jika diperlukan,” tandasnya.
Menurut Mangatas, berdasarkan pengakuan ketiga orang itu, uang Rp30 juta itu dibagikan oleh Asisten III Pemko Siantar Marihot Situmorang dan Otto Sidabutar di Rumah Dinas Walikota.
Anggota DPRD Aroni Zendrato saat diminta tanggapannya mengatakan sudah jelas sepanjang belum ada laporan keuangan, tutup buku, dan sekda defenitif maka APBD tidak akan dibahas dan itu sesuai kesepakatan. Hal ini berdasarkan surat edaran Gubsu yang menjelaskan Pelaksana Sekda tidak dapat menjadi Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
“Jika tiga tuntutan itu dipenuhi maka APBD dapat dibahas namun nyatanya sampai sekarang belum ada satupun yang dipenuhi,” tandasnya.
Secara terpisah Batara Manurung dari Divisi Pengorganisasian LBH Siantar saat diminta pendapatnya tentang desakan 15 anggota DPRD agar APBD segera dibahas mengatakan DPRD adalah wakil rakyat bukan wakil penguasa.
Batara justru mempertanyakan fungsi DPRD selama ini apakah sudah berjalan sesuai koridornya. Dikatakannya dari setumpuk persoalan Walikota RE Siahaan selama memimpin seperti penggusuran Pedagang Kali Lima (PKL), Ruislag SMAN 4, kasus demam berdarah, dugaan korupsi di bagian sosial, CPNS Gate, dan putusan KPPU mengenai bangsal RSU Djasamen Saragih. Hal ini mengambarkan buruknya pengawasan DPRD atas kinerja walikota selama ini.
“Kini mereka berdalih untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan sungguh tidak punya malu dan hati nurani dengan mendesak percepat APBD,” paparnya.
Dia menjelaskan sikap 15 anggota DPRD itu tidak ubahnya seperti LSM atau komunitas masyarakat lainnya dengan mengabaikan mekanisme yang ada di DPRD dan berdalih atas nama pembangunan. “Harusnya wakil raknyat bukan wakil penguasa dengan mengharapkan upeti untuk memuluskan APBD,” ulasnya.
Dia menghimbau masyarakat agar jernih menyikapi sikap 15 anggota dewan itu yang kini menjadi wakil penguasa kota ini.
“Ini pelajaran agar pada pemilu yang akan datang memakai hati nurani yang bersih menentukan pilihannya,” tandasnya.
Sementara itu Ketua Indonesia Government Watch (IGW) Aliyahya Daulay justru mempertanyakan tuntutan masyarakat mana yang dijadikan alasan 15 anggota DPRD tersebut. Dia melihat sikap itu menandakan mereka bukan wakil rakyat yang tidak mengerti tufoksinya. “Kenapa harus pakai pernyataan sikap? Ada tatib DPRD yang mengatur, jangan karena kepentingan tertentu,” jelasnya.
Dia juga mengatakan ke-15 anggota dewan itu tidak mengerti bagaimana aturan pembahasan APBD. (jansen)

15 Anggota DPRD Siantar Desak APBD 2008 Segera Dibahas

Diduga Berkaitan dengan Dugaan Suap Rp30 Juta dari Walikota kepada 15 Anggota DPRD
Desakan Pembahasan APBD tak Sesuai Kesepakatan DPRD

SIANTAR-SK : Desakan 15 orang anggota DPRD Siantar yang meminta pimpinan DPRD mempercepat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2008 dinilai sangat tidak etis. Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan Mangatas Silalahi, Rabu (20/2), menilai seharusnya ke-15 orang itu mengerti fungsi DPRD.
Menurutnya sesuai hasil Rapat Pimpinan (Rapim), Panitia Anggaran (Panggar), dan Panitia Musyawarah (Panmus) telah disepakati pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Perhitungan Anggaran Sementara (PPAS). Dimana Pembahasan APBD dilakukan jika pemko telah memberikan laporan semester II dan tutup buku kas tahun 2007, serta adanya Sekda yang defenitif. Untuk itu mangatas menyarankan 15 anggota dewan itu agar meminta surat dari sekwan soal kesepakatan legislatif menyangkut pembahasan KUA dan PPAS.“Bila kelengkapan itu telah diberikan maka DPRD dapat membahasnya,” ujarnya.
Mangatas menambahkan pernyataan sikap sebagian anggota dewan itu sangat bertolak belakang. Dia mengungkapkan kekecewaannya terhadap anggota fraksinya yang ikut menandatangani surat tersebut seperti Ronald Tampubolon dari Partai Patrito Pancasila yang ikut di dalamnya.
“Dia baru bergabung dan ada kesepakatan dengan partainya dalam bertindak harus ada koordinasi dengan fraksi namun dia malah bertindak sendiri,” paparnya.
Dia menduga kabar dugaan penyuapan 15 anggota DPRD sebesar Rp30 juta per orang beberapa waktu lalu mempunyai kaitan dengan 15 anggota DPRD yang mendesak APBD dipercepat pembahasannya.
“Diduga ada hubungan konspirasi yang sudah dibangun dengan walikota terkait isu penyuapan itu,” jelasnya.
Lebih lanjut Sekretaris Komisi III itu menghimbau agar anggota dewan dari fraksinya agar dapat menahan diri menyatukan persepsi dalam menyelesaikan persoalan di Siantar. Ketua Fraksi Barnas Maruli Silitonga yang diminta komentarnya juga sangat menyayangkan perbuatan 15 anggota dewan itu dan menganggap tindakan itu sebuah kekeliruan.
“Tidak ada istilah anggota DPRD itu berjalan sendiri-sendiri dan kita harus menyepakati hasil rapat selama ini,” tukasnya.
Maruli menyarankan agar tidak terjadi polemik di tubuh DPRD Siantar. Dia meminta agar anggota dewan jangan bertindak atas kemauan sendiri.
“Kalaupun KUA dan PPAS tidak dibahas karena pemko tidak memberikan semua persyaratan yang jelas sesuai pembahasan APBD,” katanya.
Sementara itu anggota DPRD Grace br Saragih berpendapat 15 anggota DPRD itu harusnya bertindak dalam koridor tatib yang berlaku. Grace menuturkan ada mekanisme yang berlaku kalau memang ada sesuatu yang disampaikan anggota dewan.
Secara pribadi Grace menilai pembahasan APBD belum dilakukan karena payung hukumnya seperti permintaan DPRD kepada pemko mengenai pengangkatan sekda yang defenitif. Dikatakannya kalau memang walikota ingin APBD cepat dibahas seharusnya walikota turun tangan dan menjadi ketua Tim Anggaran Pendapatan Daerah (TAPD).
“Kuncinya walikota harus turun tangan dan menjadi ketua TAPD agar APBD dibahas,” terangnya.
Sebelumnya ada surat dari 15 anggota DPRD kepada pimpinan pada tanggal 11 Februari 2008 yakni Otto Sidabutar, Unung Simanjuntak, Janter Sirait, Aulul Imran, Yusuf Siregar, Marisi Sirait, Tonggo Sihotang, Toga Tambunan, Yusran, Zainal Purba, Ronald Tampubolon, Jack Gempar Saragih, Nursianna br Purba, Marzuki, dan Dapot Sagala.
Marisi yang dikonfirmasi beralasan bahwa KUA dan PPAS dijadwalkan oleh Panmus awal Januari 2008 dan selesai pada 22 Januari 2008 namun kelanjutannya tidak ditindaklanjuti pimpinan.
“Bagaimana jadinya pembangunan di kota ini kalau hal itu tidak dibahas dan kita punya itikad baik untuk kepedulian kota ini,” lanjutnya.
Dia mengatakaan jika APBD tidak dibahas maka berdampak buruk dengan terhambatnya berbagai program pembangunan dan pelayanan masyarakat karena semua program itu bermuara dari APBD yang telah disahkan.
Mengenai adanya pernyataan sikap itu, Marisi mengatakaan bahwa sudah beberapa kali disampaikan kepada pimpinan agar ditanggapi pelaksanaan APBD tersebut. Namun sampai sekarang belum ada respon dari pimpinan.
Secara terpisah ketua DPRD Lingga Napitupulu sangat kecewa atas sikap anggota DPRD itu dan mengatakan sikap itu adalah bentuk ketidakpatuhan atas kesepakatan DPRD.
“Jelas kita sampaikan kepada pemko agar menyerahkan berkas syarat pembahasan APBD nyatanya hal itu tidak dipenuhi. Apa yang harus kita bahas,” paparnya.
Lingga juga mempertanyakan kalau pernyataan sikap itu untuk alasan pembangunan sangat tidak masuk akal. Dia juga mempertanyakan pembangunan masyarakat yang mana yang diperjuangkan 15 anggota dewan itu.
“Mereka itu dipilih oleh rakyat bukan walikota jadi kita harus patuh pada kesepakatan di legislatif,” jelasnya.
‘Hendaknya kita berpikir rasional jangan semaunya sudah ada keputusan dan itu harus kita hargai,” saran Lingga mengakhiri.(jansen)

Anggota DPRD Siantar Desak Diadakannya Sidang Paripurna

Terkait Sejumlah Kasus Korupsi yang Diduga Melibatkan Walikota

SIANTAR-SK : Beberapa anggota DPRD Siantar mendesak pimpinan DPRD agar segera melakukan sidang paripurna untuk membahas sejumlah kasus korupsi yang diduga melibatkan Walikota Siantar RE Siahaan. Desakan itu salah satunya dari Ketua Fraksi PDI-P Kebangsaan Mangatas Silalahi.
Kepada Sinar Keadilan, Selasa (19/2), Mangatas mengatakan permintaan berbagai elemen masyarakat yang mendesak DPRD agar mengelar sidang paripurna merupakan hal yang sangat wajar dan menjadi pertimbangan utama untuk menyelamatkan kota ini dari kehancuran.
“Kita sangat respon atas aspirasi masyarakat itu dan dalam waktu dekat ini akan kita sampaikan kepada pimpinan untuk dipertimbangkan,” jelasnya.
Mangatas menambahkan selama ini sudah menjadi pertimbangan beberapa anggota dewan termasuk dirinya untuk mengajukan agar digelar sidang paripurna.
“Kita berharap teman yang lain mendukung (diadakannya sidang paripurna) dan jika tidak ada respon maka kita akan menggunakan hak angket,” tandasnya.
Soal proses hukum yang sedang berjalan dari beberapa kasus, Mangatas menilai legislatif tidak campur tangan namun untuk mengambil sikap maka sudah sepantasnya DPRD harus berbuat. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi legislatif yakni pengawasan.
Mengenai pencalonan RE Siahaan yang akan cuti sebelum kampanye dan menyerahkan pelaksana tugas kepada wakil walikota, Mangatas menilai hal itu dapat menjadi sebuah polemik karena status Imal Raya sebagai wakil walikota juga sebagai tersangka terkait putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mengenai pembangunan bangsal RSU Djasamen Saragih tahun 2005.
“Kita minta diparipurnakan dan pimpinan agar berkonsultasi ke Mendagri terkait status kedua pejabat teras tersebut,” katanya.
Mangatas juga mengungkapkan rasa prihatinnya kepada Imal yang hanya sebagai ban serap walikota selama ini sehingga yang bersangkutan jarang masuk kantor. Namun Ia menolak jika paripurna itu dikaitkan dengan pencalonan RE Siahaan dalam Pilgubsu. Ia mengatakan paripurna itu diadakan untuk mencegah terjadinya kasus baru seperti keluarnya Peraturan Walikota (Perwal) mengenai penggunaan kas daerah yang dapat mengakibatkan adanya kerugian kas yang baru.
“Makanya saya minta kas agar dilag (dibekukan) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus bergerak cepat untuk menindaklanjutinya,” jelasnya.
Secara terpisah Ketua Fraksi Barnas Maruli Silitonga juga mengutarakan hal yang sama mendesak pimpinan DPRD agar menggelar sidang paripurna. Maruli juga menyampaikan simpatinya atas kepedulian masyarakat terkait kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan RE Siahaan sebagai walikota. Namun dia meminta agar kepedulian tersebut tak hanya sebatas bicara di media saja.
“Harus ada tindaklanjut dengan membuat surat resmi ke legislatif untuk kita tindaklanjuti sebagai sebuah permasalahan,” kata Ketua Komisi IV tersebut.
Maruli menjelaskan sudah saatnya kinerja pimpinan DPRD itu diuji melalui desakan ini termasuk merespon surat dari masyarakat dan lembaga resmi lainnya seperti surat dari KPPU.
“Kita harus tahu siapa wakil rakyat yang peduli terhadap aspirasi masyarakat,” kata Maruli.
Pendapat yang cukup tajam juga disampaikan anggota DPRD Muktar Tarigan yang menilai paripurna itu sudah sepantasnya dilakukan. Dia juga meminta agar anggota dewan yang lainnya membuka hati nuraninya masing-masing atas persoalan yang terjadi di Siantar saat ini.
“Kita harus tanggap terhadap keluhan masyarakat yang selama ini kecewa terhadap kinerja walikota,” katanya.
Muktar menilai banyaknya kasus korupsi yang diduga melibatkan walikota tersebuttelah mengartikan bahwa walikota telah melanggar sumpah jabatannya. Menurut Muktar, sesuai UU Nomor 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah Pasal 29, Ayat 2b, kepala daerah dapat diberhentikan jika terbukti melanggar sumpah jabatan.
Muktar menyebut beberapa kasus korupsi yang diduga melibatkan walikota seperti pembangunan bangsal RSUD dr Djasamen Saragih, CPNS Gate tahun 2005, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006 mengenai penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup, pembangunan Balai Benih Ikan (BBI) sebesar Rp7 milliar dan yang paling hangat menyangkut dugaan korupsi di Bagian Sosial sebesar Rp 12,5 miliar.
“Kepentingan masyarakat harus diprioritaskan dan itu tugas dari wakil rakyat yang dipercayakan kepada kita untuk diperjuangkan,” ujar Muktar. (jansen)

Bercermin Dari Toba Samosir

SIANTAR-SK: Siapapun tak bisa memungkiri, kesehatan menjadi bagian vital pada kehidupan manusia. Siapapun tak ingin sakit. Namun sakit pun seringkali tak terhindarkan. Parahnya, bagaimana jika menderita sakit dan tak punya biaya?
UUD 1945 jelas mengamanatkan bahwa pemerintah memberikan jaminan kesehatan bagi warganya. Namun, sampai saat ini tak banyak yang bisa dilakukan pemerintah dengan alasan biaya. Para kepala daerah pun tampaknya setali tiga uang dengan pemerintah pusat. Para kepala daerah lebih banyak mengurusi hal-hal yang tak signifikan terhadap rakyat ketimbang mengurusi kesehatan warganya.
Pembangunan rumah dinas walikota, biaya dinas, rehab gedung DPRD, dan tetek bengek lainya dengan biaya yang sangat besar, seakan jauh lebih penting dari kesehatan rakyat.
Namun, tentunya tak semua kepala daerah bersikap demikian. Bupati Toba Samosir Monang Sitorus dan Walikota Tanjung Balai dr. Sutrisno Hadi, SpOG, merupakan sedikit dari kepala daerah yang sangat peduli terhadap nasib kesehatan warganya.
Tobasa sejak 2006 telah melindungi kesehatan warganya dengan Jaminan Pengaman Kesehatan Masyarakat (JPKM) melalui asuransi kesehatan “Askes Tobamas”. Sistem yang diterapkan oleh Pemkab Tobasa adalah sistem 50:50, artinya 50% biaya asuransi atau sebesar Rp36 ribu ditanggung oleh warga sementara setengah lagi yakni Rp36 ribu ditanggung oleh Pemkab Tobasa. Warga bisa mendaftarkan diri di polindes atau puskesmas dengan membawa foto kopi KTP, pas foto, dan uang Rp 36 ribu. Cuma dengan membayar Rp36 ribu, mereka bisa berobat gratis selama satu tahun. Warga pemegang kartu askes murah ini akan mendapat pelayanan gratis selama satu tahun di puskesmas dan sejumlah rumah sakit, antara lain RSUD Porsea, RS Aida Laguboti, dan RSUD Pematangsiantar. Warga bisa dirawat jalan atau dirawat inap dengan fasilitas kelas III tanpa membayar sepeser pun.
Jenis penyakit yang perobatannya ditanggung Askes Tobamas adalah penyakit umum. Antara lain penyakit gigi dan mulut, operasi kecil, penyakit ibu hamil dan menyusui, persalinan hingga anak kedua, luka akibat tusukan, terbakar, kecelakaan, serta demam tinggi.
Tahun 2006 Pemkab Tobasa menganggarkan biaya untuk Tobamas ini sebesar Rp1,7 miliar dan meningkat menjadi Rp2 miliar tahun 2007. Sementara untuk 2008, Pemkab Tobasa juga telah menaikkan anggaran menjadi Rp2,6 miliar dengan tujuan agar masyarakat yang dilindungi oleh Asuransi Tobamas ini akan semakin banyak.
Tak hanya asuransi, Pemkab Tobasa juga meningkat sarana dan prasarana kesehatan. Pemkab Tobasa melalui Dinas Kesehatan Tobasa membangun fasilitas – fasilitas kesehatan seperti Pustu yang sekarang ini disebut Poskesdes yang tersebar di desa-desa se Tobasa. Peningkatan status Puskesmas seperti Puskesmas Parsoburan menjadi Rumah Sakit Mini Parsoburan, peningkatan Puskesmas Ajibata dan Puskesmas Balige yang dilengkapi dengan sarana-sarana kesehatan. Demikian juga Rumah Sakit Porsea, sarana dan prasarananya lebih ditingkatkan. Bidan–bidan desa dilengkapi dengan peralatan kesehatan serta HT dan Sepeda motor. Biaya operasional untuk Puskesmas langsung dikelolah Puskesmas. Dimana pada tahun anggaran 2006 yang lalu, biaya operasional Puskesmas Rp50 juta-100 juta dan tahun anggaran 2007 Puskesmas mendapat biaya operasional Rp50 juta –Rp200 juta. Selain Puskesmas dan bidan desa diberikan obat, mereka juga mendapatkan intensif setiap bulannya. Jumlah kader Posyandu di Tobasa sekarang sebanyak 1400 orang dan mereka setiap bulannya menerima intensif Rp90 ribu.
Tobasa juga telah melakukan Surkesda (Survey Kesehatan Daerah) dengan melibatkan Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara serta lembaga-lembaga pengkajian lainnya. Dinas kesehatan Tobasa juga telah menerapkan sistem informasi Puskesmas. Tak heran jika Pemkab Tobasa kini menjadi tempat studi banding bagi daerah lain dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Beberapa daerah di Pulau Jawa bahkan telah melakukan studi banding ke Tobasa. Anehnya, Pemko Siantar sebagai salah satu daerah terdekat dengan Tobasa tampaknya belum bercermin atas kreatifitas Pemkab Tobasa ini. (Fet)

RE Siahaan Lebih Sibuk Urus Pilgubsu, Tak Peduli Pasien Miskin

Sikap RE Siahaan Sangat Tidak Manusiawi

SIANTAR-SK : Sikap Walikota Siantar RE Siahaan yang tidak mau memberikan jaminan pendistribusian obat bagi pasien miskin yang ada di RSUD dr Djasamen Saragih sangat tidak manusiawi. RE Siahaan diminta jangan hanya mementingkan urusan pribadi. Pasien miskin merupakan prioritas yang harus ditangani dibanding hanya mengurusi masalah Pilgubsu. Pernyataan ini disampaikan Ketua Gerakan Pemuda Demokrasi Perjuangan (GPDIP) Siantar Carles Siahaan, Jumat (15/2).
Menurutnya walikota selaku kepala daerah yang lebih mementingkan sosialisasi Pilgubsu merupakan bukti ketidakpedulian kepada masyarakat miskin.
“Ini bicara kemanusiaan, bagaimanapun juga mereka harus dibantu,” katanya.
Carles menilai sebaiknya walikota lebih mengutamakan kepentingan masyarakatnya daripada kepentingan pribadi. Ketidakpedulian walikota kepada pasien miskin dapat membuat sikap masyarakat Siantar tidak simpati kepada walikota.
“Seorang pemimpin yang bijak itu harus mendahulukan kepentingan umum daripada ambisi pribadi,” ujarnya.
Dia mengatakan sudah saatnya masyarakat lebih teliti memilih seorang pemimpin yang mempunyai hati nurani.
“Kita sebagai masyarakat Siantar kecewa mengapa walikota tidak respek terhadap persoalan masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, seperti diberitakan Sinar Keadilan, Kamis (14/2), dilakukan rapat di Ruang Data Pemko Siantar yang dihadiri Pelaksana Sekda James Lumbangaol, wakil dari RSUD dr. Djasamen Saragih, wakil dari PT Askes , dan beberapa orang anggota DPRD Siantar. Rapat tersebut membahas masalah biaya obat untuk pasien miskin di RSUD. Hari ini (Sabtu) adalah batas terakhir apotik mendistribusikan obat kepada pasien miskin. Dalam rapat itu, Pemko Siantar tidak bersedia mengambilalih pendistribusian obat tanpa alasan yang jelas.
Ironisnya, dalam rapat tersebut walikota tidak hadir. Namun setelah rapat selesai, walikota datang ke ruang rapat tersebut namun bukan untuk menanyakan masalah pasien miskin tersebut tetapi untuk melakukan rapat mengenai sosialisasi Pilgubsu dengan para lurah se-Siantar.
Secara terpisah Sekretaris DPC PDI-P Siantar Ronsen Purba menilai walikota harus dapat memilah mana yang lebih penting didahulukan untuk kepentingan masyarakat.
Ia menunjuk proyek Outer Ring Road (jalan lingkar luar di Kelurahan Martoba) yang memakan biaya Rp5,7 miliar sementara ratusan pasien miskin terlantar di RSUD Djasamen Saragih karena ketiadaan biaya.
Dia berpendapat percuma pemko membuka pembangunan jalan lingkar sedangkan masyarakatnya banyak yang sakit karena tidak mampu untuk membeli obat. Ronsen mengatakan jika pemko tidak mampu mengatasi masalah RSUD Djasamen Saragih lebih baik dibuat menjadi rumah sakit swasta sehingga pemko tidak perlu pusing untuk memikirkan kelanjutan rumah sakit tersebut.
Ronsen juga meminta walikota yang dipercaya masyarakat untuk memimpin kota ini harus mampu mewujudkan visi dan misinya melayani masyarakat sebaik mungkin.
“Apapun kesibukan walikota, ia harus mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera bukan mengejar ambisi sendiri,” katanya.
Ronsen juga mendesak agar DPRD Siantar mendesak pemko agar mengajukan ijin prinsip untuk menangani pasien miskin. Hal ini merupakan kewajiban walikota untuk mengutamakannya.
“Jangan sempat pasien yang dirawat itu menderita karena tidak ada obat, siapa yang bertanggung jawab? Pemko harus memikirkan ini,” ujarnya dengan tegas.
Sementara itu Dirut RSUD dr Ria Telaumbanua meminta agar masalah ini secepatnya diselesaikan.
“Pemko harus bertindak cepat untuk mengambil ahli pendistribusian obatan ini, tidak mungkin rumah sakit harus menanggungnya,” paparnya singkat.
Ria juga menjelaskan sampai saat ini ada tunggakan Askeskin sebesar Rp2,8 milliar lebih untuk pasien miskin. Rumah sakit tidak berani menanggung biaya pengobatan para peserta Askeskin yang di rawat di RSUD Djasamen Saragih. (Jansen)

11 Februari, 2008

DPRD dan Kejaksaan Tak Punya Nyali Tuntaskan Korupsi di Pemko Siantar

SIANTAR-SK : DPRD Siantar dan Kejaksaan Negeri Siantar dinilai tidak punya nyali untuk menyelesaikan berbagai persoalan korupsi di Pemko Siantar. Hal ini disampaikan Koordinator Barisan Muda Untuk Pemerintahan Bersih (BERSIH) Pratama Pandiangan dalam orasinya di Gedung DPRD, Senin (11/2).
Menurutnya dalam kepemimpinan Walikota RE Siahaan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih terus berlangsung, bahkan lebih dasyat lagi. Berbagai persoalan seperti laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2006 yang menyatakan laporan keuangan Pemko disclaimer (tidak lengkap) belum mendapat tanggapan dari kedua lembaga tersebut.
“Banyak laporan keuangan Pemko yang carut marut dengan pengeluaran yang tidak jelas tetapi dibiarkan saja,” tandasnya.
Selain itu banyak anggaran khusus untuk kegiatan masyarakat yang tidak jelas putusan, proses pelaksanaan tender yang curang serta proyek yang sengaja di mark-up.
Pratama menambahkan keputusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mengenai Proyek Bangsal RSUD dr Djasamen Saragih yang sudah memiliki putusan tetap juga belum ada kejelasannya. Dalam putusan KPPU, Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap dinyatakan bersalah melanggar pasal 22 UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Kita curiga mengapa DPRD dan Kejari hanya diam saja padahal telah mengetahui hal buruk terjadi di kota ini. Jelas ada pencuri uang rakyat, apa kita harus diam?” teriaknya dengan lantang.
Untuk itu pihaknya mendesak agar DPRD dan Kejari mengambil tindakan tegas terhadap oknum koruptor dan memberantas praktek KKN yang semakin merajalela.
“Kita dengan tegas menolak calon pemimpin yang terindikasi melakukan praktek korupsi dan pencuri uang rakyat,” ujarnya.Satu jam lebih massa Bersih berorasi namun tidak ada satupun anggota DPRD yang menemui para pengujuk rasa. Akhirnya massa mencoba masuk ke dalam gedung dewan tetapi tidak menemukan satupun anggota DPRD. Lalu massa keluar meninggalkan gedung DPRD dan berjanji akan kembali dengan jumlah yang lebih banyak. (Jansen)

Walikota Tak Punya Itikad Baik dan DPRD Mandul

Walikota Siantar Belum Tunjuk Sekda Defenitif

SIANTAR-SK : Belum diangkatnya sekretaris daerah (sekda) Siantar yang defenitif mengindikasikan Walikota Siantar tidak mempunyai itikad baik dalam menjalankan roda pemerintahan di Siantar।
Tak ada alasan yang jelas mengapa walikota belum mengangkat sekda yang defenitif sesuai dengan permintaan DPRD Siantar. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab mengapa Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2008 belum disahkan.
Hal ini diungkapkan Ketua Gerakan Pemuda Demokrasi Perjuangan (GPDIP) Kota Siantar Carles Siahaan, Senin (11/2).
Menurut Carles gubernur Sumatera Utara juga sudah mengirim surat agar segera dilantik sekda yang defenitif agar APBD 2008 dapat dibahas dan disahkan. Dalam surat Gubsu tertanggal 24 Januari 2008, disebutkan Pelaksana Sekda tidak dapat menjadi Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang menjadi wakil pemko dalam pembahasan APBD.
“Jelas kita bertanya mengapa walikota tidak melaksanakan hal itu. Apa ini seakan disengaja?” tanyanya.
Carles menilai walikota tidak mempunyai itikad baik untuk melaksanakan segala aturan dan instruksi yang berlaku. Dengan belum dibahasnya RAPBD 2008 sangat merugikan bagi masyarakat Siantar.
Dijelaskannya masa jabatan Pelaksana Sekda Drs James Lumbang Gaol yang menggantikan Sekda Alm Tagor Batubara sejak Mei 2007 sampai sekarang sudah menyalahi aturan. Menurutnya jabatan pelaksana itu hanya berjangka tiga bulan namun anehnya RE Siahaan malah memperpanjang tiga bulan lagi dan hampir setahun lebih belum juga ada penggantinya.
“Mengapa walikota tetap mempertahankan Pelaksana Sekda? Apa ini sebuah permainan?” katanya.
Menurut Carles akibat ketidakpatuhan walikota ini membuat sejumlah masalah di kota ini seperti terhambatnya program pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Carles beranggapan ini menjadi preseden buruk bagi kinerja pemko terhadap masyarakat. Ini dapat dilihat satu-satunya daerah di Sumut yang belum membahas RAPBD 2008 adalah Pemko Siantar.
“Kalau sudah begini apa jadinya kota ini dan DPRD jangan hanya diam dalam hal ini,” katanya.
Carles berpendapat legislatif harus bersikap tegas atas ketidakpatuhan walikota karena jika itu tidak dilakukan maka dapat dipastikan kerugian besar bagi masyarakat Siantar ke depannya.
Dia beralasan kalau memang DPRD sudah beberapa kali meminta kepada walikota namun tetap juga tidak diindahkan merupakan sebuah bukti fungsi kontrol dari DPRD tidak berjalan alias mandul.
“Mereka selaku wakil rakyat seharusnya sudah bisa menyurati pemko dengan mosi tidak percaya atas kinerja walikota namun kenyataanya mereka tidak melakukannya, ada apa?” tanyanya. (Jansen)

Kalla, Gus Dur, Megawati, Akbar, Dipastikan Jadi Jurkam dalam Pilgubsu

MEDAN-SK: Kampanye pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara dipastikan bakal berlangsung ramai dan meriah. Tokoh-tokoh nasional dipastikan ikut menjadi juru kampanye masing-masing pasangan calon. Selain Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menjadi juru kampa nye pasangan Ali Umri-Maratua Simanjuntak, dua mantan Presiden, yakni Abdurahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri dipastikan juga ikut menjadi juru kampanye.
Abdurahman Wahid atau Gus Dur akan menjadi juru kampanye pasangan RE Siahaan-Suherdi. Sedangkan Megawati selaku Ketua Umum DPP PDI Perjuangan bakal menjadi juru kampanye pasangan Tritamtomo-Benny Pasaribu. Selain ketiga nama di atas, beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu juga terbelah dalam memberikan dukungan.
Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Suryadarma Ali dan Menteri Kehutanan MS Kaban bakal menjadi juru kampanye pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho.
Meski tak terlalu mengejutkan, nama Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar yang juga mantan Ketua DPR Akbar Tandjung dipastikan bakal menjadi juru kampanye pasangan Abdul Wahab Dalimunthe-Raden Muhammad Syafii.
Selain tokoh-tokoh di atas, hampir semua ketua umum partai didaftarkan menjadi juru kampanye calon gubernur yang diusung partai bersangkutan . Ali-Maratua tak hanya menjadikan Kalla sebagai juru kampanye. Nama lain yang masuk dalam tim kampanye Ali-Maratua adalah Ketua DPR Agung Laksono. Pasangan ini juga mendaftarkan bupati serta wali kota yang menjabat pimpinan Partai Golkar di daerah seperti Bupati Asahan Risudin, Bupati Serdang Bedagai Erry Nuradi, Bupati Mandailing Natal Amru Daulay hingga Wali Kota Tanjung Balai Sutrisno Hadi.
Pasangan Tritamtomo-Benny Pasaribu tak hanya menghadirkan Megawati, seluruh jajaran pimpinan PDI-P didaulat menjad i juru kampanye seperti Sekjen PDI-P Pramono Anung, Panda Nababan, Mangara Siahaan, Tjahjo Kumolo, Firman Jaya Daeli hingga Soetardjo Seorjogoeritno. Yang mengejutkan, pasangan ini juga mendaftarkan Gubernur Sumut Rudolf Pardede yang merupakan Ketua DPD P DI-P Sumut non-aktif.
Pasangan RE Siahaan-Suherdi juga mendaftarkan Ketua Umum Tanfidziyah PKB yang juga Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PDS Ruyandi Hutasoit. Pasangan Wahab-Raden tak hanya diperkuat Akbar Tanjung. Ketua umum partai penduku ng seperti Sutrisno Bachir dari PAN, Hadi Utomo dari Partai Demokrat dan Bursah Zarnubi dari PBR akan meramaikan tim kampanye pasangan ini. Hanya saja pasangan ini kehilangan mantan Ketua Umum PBR Zainuddin MZ yang menjadi juru kampanye pasangan Syamsul-Gatot.
Tokoh nasional yang bakal turun menjadi juru kampanye pasangan Syamsul-Gatot, selain menteri Kabinet Indonesia bersatu dari PPP juga beberapa pimpinan parpol seperti Ryaas Rasyid dari Partai Demokrasi Kebangsaan, R Hartono Partai Karya Peduli Bangsa, Hamdan Zoelva dan Ali Mochtar Ngabalin dari PBB.
Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum Sumut Irham Buana Nasution, yang perlu diawasi KPU dan panitia pengawas pemilihan (panwas) adalah kemungkinan penggunaan fasilitas negara oleh pejabat publik yang menjadi juru kampanye pasangan calon. Irham mengatakan, sangat mungkin Kalla sebagai Wapres datang dengan pengawalan dan protokoler istana. Namun sesampainya di tempat kampanye, Kalla harus menanggalkan atribut Wakil Presiden. Demikian juga Menteri atau bupati dan wali kota yang menjadi juru kampanye. Mereka jauh-jauh hari sudah harus cuti dan jangan sampai memanfaatkan fasilitas negara, ujarnya.
Di sisi lain, KPU Sumut hingga saat ini masih belum bisa merumuskan batasan kampanye. Menurut Anggota KPU S umut Divisi Kampanye Turunan Gulo, masing-masing anggota KPU Sumut masih berbeda persepsi soal definisi kampanye. Ini yang repot karena mungkin saja definisi kampanye kami juga berbeda dengan panwas. Batasan kampanye ini dulu yang mau kita rumuskan hingga ada mekanisme dan aturan yang jelas nantinya bagi pasangan calon. Paling tidak sebelum penetapan pasangan calon, definisi kampanye ini harus jelas, ujarnya. (kcm)

Hutan Adiankoting Terancam Rusak Akibat Pembalakan Liar

TARUTUNG-SK: Isu global warming (pemanasan global) yang mengancam kelangsungan masa depan lingkungan hidup manusia, tampaknya tak pernah terdengar di Tapanuli Utara. Buktinya, beberapa perusahaan kilang pengetaman (sawmill) kayu yang beroperasi di Kecamatan Adian Koting, Tapanuli Utara, bebas beroperasi tanpa hambatan. Padahal kilang-kilang tersebut tidak memiliki ijin pemanfaatan hutan rakyat atau kayu hilir.
Sebagai contoh, CV. BH (inisial) yang terletak di atas bukit Desa Simatemate, Kecamatan Adian Koting, juga menampung kayu-kayu ilegal, yakni kayu tanpa dilengkapi dokumen-dokumen pendukung yang sah untuk memproduksi bahan baku meubeler perkantoran dan sejumlah sekolah di Taput dan sekitarnya
Informasi yang dihimpun wartawan menyebutkan, sawmill itu telah beroperasi selama 3 tahun dan hanya memiliki Izin Gangguan (IG) dan Tanda Daftar Industri dari dinas bersangkutan. Sementara izin HPH dan IPKTM (Izin Pemanfaatan Kayu Tanaman Masyarakat) tidak dimiliki industri itu. Fakta ini didapat dari penelusuran ke berbagai instansi yang mengurusi mekanisme pengurusan dokumen tersebut.
Ironisnya, sekalipun telah beroperasi 3 tahun menampung kayu tanpa dokumen dan hasil penebangan liar, sang pengusaha kilang seolah kebal hukum. Terbukti kilang tersebut berjalan lancar tanpa hambatan. Bahkan menurut sumber yang enggan disebut namanya, pengusaha kilang dijadikan obyek pemerasan uang bagi beberapa oknum aparat keamanan. Menurut seorang sumber, pengusaha kilang tersebut adalah seorang anggota DPRD Taput yang namanya masih dirahasiakan.
Sekitar 11 kilometer dari lokasi CV. BH, tepatnya perbatasan kecamatan Tarutung dan kecamatan Adian Koting, terdapat lahan bekas penebangan selebar 2 kektar. Tampak jelas gelondongan kayu pinus yang selesai ditebang bertebaran di lokasi itu.
Menurut pekerja yang sedang berada di tempat, kayu itu adalah milik seorang pengusaha dari luar Taput berinitial CS alias PD. Ironisnya, sang pengusaha menempatkan beberapa anggota TNI sebagai pengawal kayu tanpa dokumen itu. Ketika wartawan mencoba mengambil gambar kayu yang sedang dibongkar muat, oknum yang mengaku anggota TNI itu melarang dan mengancam wartawan tanpa alasan yang jelas.
Sebelumnya, DPRD Taput yang dipimpin langsung Ketua DPRD Fernando Simanjuntak menemukan kawasan tebang di Dolok Martimbang, perbukitan yang terletak tidak jauh dari lokasi sawmill dan penebangan pinus. Padahal kawasan itu merupakan daerah resapan air dan daerah vital terutama dari segi kemiringan tanah. Sehingga pembalakan liar di kawasan tersebut dikhawatirkan berakibat fatal pada sejumlah titik di Taput.
Akibat terus beroperasinya sawmill dan penebangan tanpa dokumen, dikhawatirkan akan terjadi perambahan hutan secara besar-besaran yang berakibat terjadinya bahaya longsor. Beroperasinya sawmill dan penampungan kayu ilegal tentu merugikan Taput dari sektor PAD, sebab retribusi kayu olahan ilegal tidak dipungut.
Masyarakat Adian Koting berharap aparat keamanan melakukan penertiban. Mereka khawatir, sumber air minum warga yang mengandalkan tadah hujan dan air sumur akan terancam akibat perambahan hutan. (Uut/JeSi)

Menggugat Kembali Pengumuman CPNS 2007

SIANTAR-SK :Pengumuman penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kota Siantar tahun 2007 yang diumumkan Selasa (29/1) lalu seharusnya dilakukan secara transparan dengan menetapkan jumlah nilai dan rangking dari peserta yang dinyatakan lulus. Hal ini dikatakan anggota DPRD Siantar Muslimin Akbar kepada Sinar Keadilan, Sabtu (9/2).
Menurutnya hal ini sangat beralasan untuk menghindari adanya kecurangan dalam penerimaan CPNS seperti CPNS 2005 yang saat ini sedang diproses secara hukum. Bahkan dia pribadi tidak yakin sepenuhnya jika dikatakan penerimaan CPNS itu sepenuhnya murni.
“Kalau memang iya kenapa tidak dibuat nilai dan peringkatnya, ini hanya namanya saja yang dipampangkan,” ujarnya.
Dia menambahkan seharusnya pihak USU dan Pemko Siantar trasparan dengan memberitahukan hasil ujian itu secara terperinci sehingga tidak ada keraguan bagi para pelamar yang tidak lulus.
Muslimin yang juga anggota Komisi IV itu mengatakan karena ketidaktransparan ini sebagian pelamar telah menyampaikan keluhan ini kepadanya. Untuk itu dia berjanji akan menindaklanjutinya untuk mendapatkan data nama pemenang CPNS tersebut.
Untuk tahun 2007 ada sekitar 3.519 orang pelamar dan 49 orang yang dinyatakan lulus dari 55 jurusan yang ada. Dari sekian banyak pendaftar ada 3 jurusan yang tidak ada peminatnya, seperti jurusan Diploma III Anastesi (2 orang diperlukan), Strata Satu Radiologi (dua orang) dan Strata Dua Analisa Kebijakan Politik (dua orang).
Sebelumnya Kasubdis Program BKD P Silaen mengatakan bahwa ada nama-nama para pemenang serta nilai dan rangkinganya. Namun pihak Puskom USU menyerahkan itu langsung kepada walikota. Bahkan dia kurang mengetahui mengapa hanya nama dan nomor ujian pemenang saja yang diumumkan.
Menanggapi hal itu Muslimin menegaskan walikota RE Siahaan harus berani menunjukkan daftar pengumuman yang telah diserahkan untuk diumumkan secara terbuka.
Dia juga sangat menyayangkan USU hanya memberikan daftar itu kepada pemko. Menurutnya pengumuman itu harusnya disebarluaskan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menghindari kecurigaan adanya permainan atau KKN.
Untuk itu Muslimin akan mendesak Walikota dan meminta data-data pemenangnya. “Saya akan meminta langsung pada walikota daftar nama-nama pemenang. Apa benar yang diumumkan itu sesuai dengan aslinya,” katanya mengakhiri. (Jansen)

Polisi Harus Gerak Cepat agar Tak Ada Ruang Gerak Bagi Pelaku

Terkait Pengakuan Bayu Tampubolon Pernah Antar Uang Rp3,2 Miliar Ke RE Siahaan


SIANTAR-SK: Dugaan korupsi di Bagian Sosial Pemko Siantar sebesar Rp12,5 milliar yang saat ini sedang diproses di Polresta Siantar harus segera dituntaskan. Pernyataan ini disampaikan anggota DPRD Siantar Alosius Sihite kepada Sinar Keadilan, Minggu (10/2).
Menurutnya, dari pengembangan penyelidikan yang dilakukan kepolisian saat ini, sebenarnya sudah ada titik terang sehingga polisi harus segera bertindak cepat untuk tidak memberikan ruang gerak bagi para pelaku.
“Mereka (polisi) harus serius menangkap para koruptor yang jelas-jelas sudah mencuri uang rakyat,” ujarnya.
Alosius berpendapat polisi tidak perlu berlama-lama untuk menyelesaikan kasus tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menangkap koruptor berdasarkan penyelidikan yang dilakukan.
“Kalau memang berdasarkan pengakuan itu dapat dijadikan bukti bagi polisi untuk menahan yang bersangkutan,” jelasnya.
Seperti diberitakan Sinar Keadilan dalam beberapa hari terakhir ini, terkait penyelidikan dugaan korupsi di bagian sosial ini, Ajudan Walikota Siantar Bayu Tampubolon mengakui pernah mengantar uang dari bagian sosial sebesar Rp3,2 miliar kepada Walikota RE Siahaan. Uang tersebut diberikan pada awal Desember 2007 bersama dengan mantan Kabag Sosial Aslan. Informasi ini diperoleh Sinar Keadilan dari sebuah sumber yang sangat layak dipercaya.
Alosius menjelaskan sesuai UU Nomor 31 tahun 1999 Mengenai Tindak Pidana Korupsi, polisi dan jaksa dapat melakukan penangkapan terhadap tersangka yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
“Pelakunya harus ditangkap dulu dan uang yang diduga akan dikorupsi secepatnya diselamatkan,” katanya.
Alosius menilai jika pelaku ditangkap bukan berarti prosesnya sampai di situ saja. Polisi dan jaksa harus melakukan pengembangan lebih lanjut utnuk mengungkap dugaan korupsi di bagian sosial tersebut.
“Jika itu dilakukan maka orang yang berniat akan melakukan korupsi di kota ini akan takut untuk melaksanakan niatnya,” tegasnya.
Dia juga berharap agar dalam hal ini seluruh lapisan masyarakat memberikan dukungan kepada aparat hukum dan mendesak agar kasus ini secepatnya diselesaikan. (Jansen)

DPRD Siantar Kangkangi Peraturan

Tak Bentuk Badan Kehormatan Dewan

SIANTAR-SK: DPRD Siantar diduga telah melanggar PP Nomor 53 tahun 2005 mengenai perubahan atas PP Nomor 25 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD. Hal ini terbukti dengan belum dibentuknya Badan Kehormatan Dewan (BKD), pembentukan komisi yang tidak sesuai jumlah anggota dewan dan pengangkatan staf ahli.
Demikian dikatakan Ketua LSM Masyarakat Adil Sejahtera (Massa) Kemas Edi kepada Sinar Keadilan, Minggu (10/2). “Banyak mekanisme di tubuh DPRD Siantar yang jelas bertentangan dengan aturan main dan mereka tidak peduli akan hal itu,” ujarnya.
Kemas mengatakan yang paling fatal adalah pembentukan BKD yang sampai saat ini tidak dilakukan oleh DPRD Siantar tanpa alasan yang jelas. Dia berpendapat BKD itu dibentuk untuk mengamati dan mengevaluasi sifat dan tindakan anggota dewan. Ini sesuai dengan Pasal 51 dalam PP Nomor 53 tersebut. Justru DPRD membentuk staf ahli yang dinilai Kemas itu merupakan tindakan yang sia-sia.
“Staf ahli itu untuk apa dibentuk? Seharusnya BKD yang lebih penting karena itu merupakan bagian kelengkapan dewan,” katanya.
Kemas menambahkan bahwa dari sekian banyak DPRD kabupaten/kota di Sumut hanya DPRD Siantar yang tidak mempunyai BKD. Hal ini menyebabkan anggota dewan sekarang bertindak sesuka hati dengan melakukan perbuatan melanggar hukum dan tidak mempunyai etika sebagai wakil rakyat.
“Harusnya BKD itu dibentuk pada saat pengangkatan sumpah anggota DPRD,” tandasnya.
Selain itu dia juga menyoroti pembentukan empat komisi yang tidak sesuai dengan jumlah anggota dewan saat ini. Dia menjelaskan sesuai PP Nomor 53, jika anggota DPRD mencapai 35 orang atau lebih maka dapat dibentuk empat komisi. Sedangkan di Siantar jumlah anggotanya hanya 28 orang dikurangi 3 orang pimpinan DPRD maka idealnya dibentuk 3 komisi bukan empat komisi.
“Jelas pembentukan Komisi IV itu hanya pemborosan anggaran dan sebaiknya dibubarkan,” paparnya.
Dia menyayangkan PP Nomor 53 itu tidak ada sanksinya jika tidak dilaksanakan dan itu menyebabkan DPRD Siantar bertindak sesuka hatinya.
Untuk itu Kemas akan menyurati Menteri Hukum dan HAM mengenai perbuatan DPRD Siantar yang tidak patuh terhadap mekanisme yang berlaku di negara ini. Selain itu dia juga mendesak agar elemen masyarakat menyoroti masalah yang terjadi dengan DPRD Siantar.
“Kita sangat sayangkan sebagai wakil rakyat justru mereka tidak bertindak sesuai aturan yang berlaku,” katanya. (Jansen)

DPRD Harus Melaksanakan Sidang Paripurna

Terkait Surat KPPU Yang Menyatakan RE Siahaan Bersalah
SIANTAR-SK : Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan bahwa Walikota Pematangsiantar RE Siahaan dan wakilnya Imal Raya Harahap bersalah dalam kasus tender proyek bangsal RSUD dr. Djasamen Pematangsiantar tahun 2005, sebaiknya diparipurnakan DPRD Siantar. Pendapat ini disampaikan advokat Batahi Simanjuntak, SH, kepada Sinar Keadilan, Sabtu (9/2) di ruang kerjanya.
Menurutnya, hal ini sesuai dengan fungsi DPRD yakni legislasi, pengawasan, dan budgeting (anggaran). Dia menerangkan dalam UU Nomor 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah pasal 29 ayat 2b, kepala daerah dapat diberhentikan jika terbukti melanggar sumpah jabatan.
“Jadi yang menentukan pelanggaran sumpah jabatan adalah DPRD, sedangkan tindak pidana korupsinya dapat diusut polisi dan kejaksaan,” jelasnya.
Menurutnya jika aparat hukum dapat membuktikan keterlibatan walikota, maka walikota dapat diusulkan diberhentikan dari jabatannya.
Mengenai pencalonan Walikota RE Siahaan dalam Cagubsu 2008 dapat dibatalkan karena terkait dugaan korupsi, dia mengatakan jika ada putusan pengadilan dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun maka dapat dibatalkan.
“Sebatas tersangka belum dapat dikatakan batal pencalonannya kecuali ada putusan pengadilan yang tetap,” terangnya.
Dijelaskannya KPPU dalam hal ini hanya sebatas mengawasi persaingan usaha sedangkan mengenai status walikota, KPPU tidak berhak memutuskan.
Luhut Sitinjak, SH, pengacara yang pernah mengadukan kasus bangsal RSUD dr Djasamen Saragih ini mengatakan DPRD Siantar dalam hal ini perlu diberikan pemahaman hukum mengenai putusan tersebut.
Menurutnya putusan KPPU itu sudah mempunyai bukti awal yang berkekuatan hukum sehingga DPRD sudah dapat melakukan tindakan melalui sidang paripurna.
Luhut menerangkan sesuai tugas pengawasan DPRD terhadap ekesekutif maka layak dikatakan putusan itu melanggar sumpah jabatan walikota.
“Harusnya DPRD memberikan sikap agar segera direkomendasikan untuk memberikan sanksi kepada walikota,” ungkapnya.
Seperti diketahui, sesuai putusan KPPU Nomor 06/KPPU-I/2006, memutuskan bahwa RE Siahaan dan wakilnya Imal Raya Harahap dinyatakan bersalah melanggar pasal 22 UU no 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam tender proyek pengadaan bangsal di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2005. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp381.440.000.
“Harusnya DPRD sejak keluarnya putusan ini sudah bertindak, nyatanya sampai sekarang belum ada, ada apa?” tanyanya.
Luhut menegaskan DPRD tanpa ijin presiden berdasarkan kewenangannya selaku legislator dapat melaksanakan fungsi serta merekomendasikan telah terjadi pelanggaran sumpah jabatan oleh walikota dan wakilnya. (Jansen)

10 Februari, 2008

Proyek Marka Jalan di Siantar Misterius

SIANTAR-SK: Pengerjaan marka jalan di Jalan Sutomo dan Jalan Merdeka, Siantar, yang sedang dikerjakan oleh Dinas Perhubungan Siantar layak dipertanyakan. Hal ini disampaikan Alosius Sihite, anggota Komisi III DPRD Siantar, kepada Sinar Keadilan, Jumat (8/1), di ruang kerjanya.
Menurut Alosius pengerjaan itu terkesan misterius karena dikerjakan pada malam hari. Selain itu dia juga mempertanyakan dana anggaran yang digunakan untuk pekerjaan tersebut. “Saya bingung darimana anggaran untuk pengerjaan itu sedangkan APBD 2008 belum ada dibahas,” jelasnya.
Diungkapkannya kalau memang dana pengerjaan itu ditampung dalam PAPBD 2007 maka layak ditanyakan mengapa sekarang baru dikerjakan.
“Ini sudah menyalahi aturan mengapa sekarang baru dikerjakan harusnya Dishub dapat menjelaskan hal ini,” katanya.
Alosius juga menambahkan bahwa pengerjaan jalan itu juga terkesan asal dikerjakan sehingga diragukan kualitasnya. Dia juga tidak habis pikir dengan banyaknya pengerjaan yang misterius di kota ini.
“Saya heran banyak pengerjaan tetapi dilakukan semuanya dengan tersembunyi dan terlambat dikerjakan,” ujarnya.
Untuk itu Alosius meminta ketegasan dari Pemko Siantar agar melakukan kajian ulang terhadap pelaksanaan proyek di dinas-dinas yang pengerjaannya terlambat.
Kadis Perhubungan Kondarius Ambarita yang dihubungi melalui telepon seluleranya membenarkan kalau pengerjaan itu di bawah naungan pihaknya. Namun dia kurang mengetahui pasti dimana dana pengerjaannya itu ditampung.
“Saya kurang tahu lebih baik tanya sama Kasi Pemeliharaan Dishub Richard Sibarani.”
Sayangnya Richard yang coba dihubungi tidak mengangkat teleponnya bahkan saat dihubungi melalui Short Message Service (SMS) sampai berita ini diterbitkan belum juga ada jawaban.
Pengamatan wartawan di lapangan, pengerjaan pemasangan marka jalan ini dilakukan pada malam harinya dari mulai jam 23.00 Wib. Saat ini pengerjaannya masih dipusatkan di sekitar jalan yang terletak di pusat kota. (Jansen)

Aparat Hukum Tak Berani Sentuh RE Siahaan

SIANTAR-SK: Daftar ‘dosa’ RE Siahaan sebagai Walikota Pematangsiantar sudah banyak, bahkan ada yang sudah mempunyai putusan hukum, namun sampai saat ini tak jelas penyelesaiannya. Bahkan diduga ada kelompok yang berusaha untuk menutup-nutupi kasus tersebut. Ini juga menjadi bukti aparat hukum tak berani menyentuh RE Siahaan.
Demikian diungkapkan Koordinator Forum Rakyat Elegan (Forum RE) Rado Damanik saat menggelar aksi unjuk rasa bersama puluhan massa , Rabu (6/1) di depan Kantor DPRD Siantar.
Menurut Rado selama kepemimpinan Siahaan banyak persoalan yang terjadi tetapi tidak mendapat proses hukum yang jelas.
Rado mencontohkan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap tender Bangsal RSUD dr Djasamen Saragih tahun 2006. Putusan tersebut menyatakan walikota dan wakilnya Imal Raya Harahap terbukti bersalah memenangkan salah seorang rekanan. Selain itu kasus CPNS Gate tahun 2005 dan dugaan korupsi di bagian sosial sebesar Rp12,5 milliar dan pembangunan Balai Benih Ikan (BBI) sekitar Rp7 milliar.
“Kita lihat mereka sedikitpun tidak bergeming seolah-olah kebal terhadap hukum karena kekuasaannya sebagai pejabat daerah,” ujarnya.
Berdasarkan kajian Forum Re ternyata ada hutang Pemko tahun 2004-2005 dengan menggunakan uang APBD tahun 2006 dari anggaran beberapa instansi dan beberapa dinas yang berjumlah Rp8 milliar lebih.
Rado menambahkan dari sekian banyaknya persoalan di kota ini malah Siahaan dengan yakinnya maju sebagai bakal calon (balon) gubernur Sumatera Utara tanpa memperdulikan masalah yang dibuatnya di Siantar.
Lebih lanjut Rado juga mendesak agar DPRD menggunakan hak interpelasinya terhadap berbagai persoalan hukum menyangkut walikota.
“Legislatif seharusnya tidak diam dan harus mengambil sikap tegas. Mana keberpihakan pada masyarakat?” tanyanya.
Lebih lanjut dia mengatakan agar DPRD juga mendesak kepolisian dan kejaksaan turun tangan dan segera menuntaskan kasus-kasus yang melibatkan RE Siahaan.
Sayangnya tidak satupun anggota dewan yang bersedia menemui massa. Selanjutnya massa bergerak menuju kantor walikota untuk menyampaikan aspirasinya. Namun tidak ada satupun pejabat pemko yang menemui mereka.
Karena tidak ditanggapi akhirnya massa melakukan orasi di depan kantor DPRD dan walikota di Jalan Merdeka. Dengan membentangkan spanduk dan poster yang berisi tuntutan kepada aparat hukum dan DPRD Siantar agar segera mengambil tindakan tegas kepada Walikota RE.Siahaan.
Selanjutnya mereka memberikan selebaran berisi pernyataan sikap dan seruan kepada setiap masyarakat dan pengguna kendaraan yang lewat. (Jansen)

06 Februari, 2008

Kenapa DPRD tak Bersuara?

Pengakuan Bayu Tampubolon Pernah Antar Rp2,3 Miliar dari Bagian Sosial ke RE Siahaan

Batahi: Jika Terbukti, Walikota Dapat Diberhentikan Tanpa Usulan DPRD

SIANTAR-SK: Dugaan kasus korupsi di Bagian Sosial Pemko Siantar sebesar Rp12,5 miliar yang membawa pada pengakuan Ajudan Walikota Bayu Tampubolon pernah mengantar uang dari bagian sosial sebesar Rp3,2 miliar kepada Walikota Siantar RE Siahaan, terus mendapat sorotan dari berbagai kalangan.
Ketua Gerakan Pemuda Demokrasi Perjuangan (GPDIP) Siantar Carles Siahaan menilai pemeriksaan yang dilakukan polisi terhadap Bayu merupakan titik terang adanya dugaan korupsi. Carles mengatakan jika memang pernyataan Bayu itu benar maka walikota harusnya ikut diperiksa.
“Kita minta aparat hukum jangan mengambil keterangan sepihak, walikota juga harus diperiksa,” tegasnya.
Carles menyoroti kinerja DPRD Siantar yang sangat lemah sehingga terjadi korupsi di bagian sosial ini. Ia menyesalkan anggota DPRD yang hanya diam tak bersuara dalam kasus ini. “Sayang wakil rakyat kita hanya diam tidak mau mengambil tindakan padahal sudah lama diduga terjadi korupsi di bagian sosial ini, “ ungkapnya.
Secara khusus dia Carles menyoroti anggota DPRD dari Partai PDI-Perjuangan yang terkesan tidak mau bersuara dan hanya diam melihat dugaan korupsi di bagian Sosial tersebut.
“Mereka selalu bicara Wong cilik nyatanya ini uang rakyat yang dicuri. Mana tindakan mereka?” katanya.
Carles menuturkan wajar jika masyarakat kecewa dengan kinerja DPRD dan tidak terusik atas digunakannya uang tersebut untuk kepentingan pribadi pejabat kota ini.
Seperti diberitakan Sinar Keadilan dalam dua hari ini, Ajudan Walikota Bayu Tampubolon diperiksa sebagai saksi di Polresta Siantar, Sabtu (2/2), dalam kasus dugaan korupsi sebesar Rp12,5 miliar di Bagian Sosial Pemko Siantar.
Sumber Sinar Keadilan yang sangat bisa dipercaya menyebutkan, dalam pemeriksaan yang berlangsung alot, awalnya Bayu tak mau mengakui keterlibatannya dalam kasus tersebut. Namun setelah diperiksa selama empat jam, akhirnya Bayu buka suara. Ia mengakui pernah mengantarkan uang (bersama dengan Mantan Kabag Sosial Aslan) sebesar Rp3,2 miliar kepada Walikota RE Siahaan. Uang tersebut diantar sekitar awal Desember 2007 lalu.
Yang menarik, sumber tersebut menyebutkan, dari dugaan korupsi sebesar Rp12,5 miliar, ternyata dari hasil pemeriksaan dana yang tak jelas keberadaannya hanya sebesar Rp4,4 miliar, sisanya disertai bukti-bukti pengeluaran yang jelas.
Sementara itu, dari Rp4,4 miliar yang tak jelas keberadaannya, Rp3,2 miliar diserahkan kepada RE Siahaan dan Rp1,2 miliar dipegang oleh Bendahara Bagian Sosial Agus Salam.
Advokat Batahi Simanjuntak SH, kepada Sinar Keadilan, Selasa (5/2), mengatakan pemberian uang kepada RE Siahaan atas dasar apa dan apakah dalam bentuk kontan atau cek.
“Apa benar uang itu diberikan dan ada bukti transaksi yang jelas dan darimana aliran dananya?” tanyanya.
Batahi menambahkan jika pengakuan Bayu tersebut benar maka polisi dapat melakukan pemeriksaan ke rekening siapa dana itu disimpan. Batahi juga menjelaskan bahwa setiap transaksi diatas Rp500 juta harus memiliki pengeluaran yang jelas. Dia menilai walikota dalam hal ini sudah dapat diperiksa jika pernyataan Bayu itu benar.
“Saya yakin polisi sudah mengembangkan arah ke sana, apakah keterangan Bayu itu dapat ditindak lanjuti,” tandasnya.
Batahi menambahkan perlu juga diperiksa apakah dana itu memang jelas penggunaannya.
Mengenai perlunya dilakukan pemeriksaan kepada walikota terkait penyalahgunaan sumpah jabatan, Batahi berpendapat sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 31, kepala daerah/wakilnya dapat diberhentikan sementara oleh presiden tanpa adanya usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi.
“Kalau kasus ini sudah sampai pengadilan dan ada dakwaan maka yang bersangkutan dapat diberhentikan dari jabatannya,” jelasnya.
Tentang adanya kekhawatiran masyarakat bahwa kasus ini akan lama diproses, menurutnya khusus untuk kasus korupsi akan cepat tanpa harus ada ijin dari Presiden.
Lebih lanjut Batahi mengatakan melihat besarnya dana Rp3,2 milliar maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan turun tangan langsung untuk menanganinya.
Batahi juga mengatakan dalam hal ini DPRD juga harus diminta pertanggungjawabannya atas dugaan korupsi tersebut. DPRD yang menyetujui anggaran di bagian sosial maka otomatis mereka juga mengawasi kemana dana itu disalurkan.
“Jelas ini tugas dan wewenang mereka untuk mengawasi pelaksanaan anggaran di pemko,” katanya.
Sementara itu Bayu Tampubolon yang coba dikonfirmasi, sampai hari ketiga belum juga bersedia untuk memberikan jawaban menyangkut pemeriksaan terhadap dirinya. Sinar Keadilan telah berulangkali mencoba mengkonfirmasi Bayu dengan mendatanginya ke kantor namun dia tak pernah ada. Dihubungi melalui telepon selulernya juga tak menjawab meski terdengar nada sambung. Saat dikonfirmasi melalui short message service (SMS), sampai berita ini turun, Bayu tak mau menjawab.

Sejarah Imlek

SIANTAR-SK: Kamis (7/2) umat Khonghucu akan merayakan Imlek atau Tahun Baru 2559. Namun sejatinya penanggalan Imlek, usianya telah 4.700 tahun. Tetapi mengapa Imlek yang sekarang bertahun 2559?
Perhitungan penanggalan Imlek semula didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar calender), dan telah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Uniknya perhitungan penanggalan ini juga didasarkan atas peredaran bumi mengelilingi matahari (solar calender), seperti penanggalan masehi. Maka terjadi penyesuaian yaitu melalui mekanisme yang dikenal sebagai 'Lun Gwee' (bulan ulang) atau penyisipan 2 (dua) bulan tambahan setiap 5 (lima) tahun. Dengan adanya penyesuaian ini maka lebih tepat disebut penanggalan Imyanglek (sistem lunisolar).
Dalam sejarah tercatat, penanggalan Imlek dimulai sejak tahun 2637 SM, sewaktu Kaisar Oet Tee/Huang Ti (2698-2598 SM) mengeluarkan siklus pertama pada tahun ke-61 masa pemerintahannya. Penanggalan Imlek sebutan asalnya adalah He Lek, yakni Penanggalan Dinasti Ke/Hsia (2205-1766 SM), dimana pertama kali mengenalkan penanggalan berdasarkan solar, dan penetapan tahun barunya bertepatan dengan tibanya musim semi. Dinasti Sing/Ien (1766-1122 SM) menetapkan tahun barunya mengikuti Dinasti He, yakni akhir musin dingin. Nabi Khonghucu yang hidup pada zaman Dinasti Cou/Chin (1122-255 SM) merasakan bahwa sistem penanggalan yang dipakai Dinasti Ciu kurang mempunyai nilai praktis karena tahun baru jatuh jatuh pada hari Tangcik (Tung Ze) atau pada saat musim dingin.
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan Nabi Khonghucu adalah kesejahateraan umat manusia. Pada kehidupan zaman dahulu, penetapan saat tahun baru memegang peranan yang amat penting, karena penetapan tersebut menjadi pedoman bagi semua orang untuk mempersiapkan segala pekerjaan untuk tahun yang berjalan, terutama para petani yang akan mulai bercocok tanam pada saat akhir musim dingin dan memasuki musim semi. Penanggalan ini sangat cocok bagi petani karena penanggalan tersebut perhitungan musim, peredaran matahari, serta uraian penjelasan mengenai iklim, maka penanggalan tersebut jadi populer dan disebut juga Long Lek (penanggalan petani).
Kaisar Han Bu Tee (140-86 SM) dari Dinasti Han (206 SM-220) menetapkan agama Khonghucu sebagai agama negara, dan penanggalan yang dianjurkan oleh Nabi Khonghucu, yaitu He Lek resmi dipakai semua orang, baik masyarakat maupun pemerintahan dan tahun pertamanya dihitung dari tahun kelahiran Nabi Khonghucu, yaitu tahun 551 SM. Dengan demikian penanggalan Imlek dan penanggalan masehi berselisih 551 tahun. Oleh karenanya jika tahun masehi saat ini 2008, maka tahun Imleknya menjadi 2008 + 551 = 2559. Karena dihitung sejak Nabi Khonghucu lahir maka tahun Imlek lazim disebut sebagai Khongculek.
Sistem penanggalan Imlek ini digunakan juga dalam kehidupan keagamaan di negara lain seperti di Jepang, Korea, Vietnm, Taiwan, Burma, dan negara lainnya meskipun dengan nama yang diucapkan berbeda-beda tetapi merayakan hari tahun barunya sama. Bahkan di lingkungan agama Budha Sekte Mahayana yang berkembang di kawasan Asia Timur juga menggunakan penanggalan Imlek guna menentukan hari-hari suci keagamaannya.
Tahun Baru Khonghucu (Imlek) selalu jatuh pada bulan baru (Chee It/Chu Yi) setelah memasuki Tai Han (T Kan) 21 Januari (saat terdingin), sampai dengan tibanya Hi Swi (Yi Suei) 19 Februari (hujan musim semi). Tapi masih dapat ditolerir paling awal 3 hari sebelumnya seperti tahun 1969 jatuh pada hari Sabtu, 18 Januari 1969. Selamat Hari Raya Imlek 2559. Gong Xi Fa Cai, Wan Shi Ru Yi.

Kasus Dugaan Korupsi RE Siahaan Diadukan ke KPU

Sumut Membutuhkan Pemimpin yang Bersih dan Bermoral

MEDAN-SK: Sejumlah warga Pematang Siantar mengadukan kasus dugaan korupsi yang melibatkan calon gubernur RE Siahaan yang juga Wali Kota Pematang Siantar. Dugaan korupsi ini terkait kasus persekongkolan tender pembangunan bangsal Rumah Sakit Umum Pematang Siantar.
Salah seorang warga yang melaporkan dugaan kasus korupsi RE Siahaan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara (Sumut), Samsudin Harahap, menuturkan, upaya mereka semata-mata karena tak ingin Sumut dipimpin oleh orang yang tersangkut kasus korupsi.
“Kami minta KPU Sumut tidak hanya terpaku dengan aturan soal pencalonan, tetapi juga melihat fakta hukum lain, bahwa KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menyatakan RE Siahaan ikut bertanggung jawab dalam kasus persekongkolan tender pembangunan bangsal RSU Pematang Siantar. Kami minta agar pencalonan RE Siahaan dibatalkan,” ujar Samsudin di Medan, Senin (5/2).
“Tentu kita tidak mau dipimpin oleh seesorang yang tersangkut kasus hukum dan melanggar perundang undangan sudah sepantasnya dia dicoret,” jelasnya.
Samsudin menambahkan jika KPU Provinsi tidak bertindak cepat maka tidak tertutup kemungkinan provinsi ini akan dipimpin orang yang berperilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
”Ini demi keadilan dan kebaikan masyarakat Sumut yang ke depannya membutuhkan pemimpin yang bersih dan bermoral,” jelasnya singkat.
Kepala Kantor Perwakilan KPPU di Medan Verry Iskandar mengakui bahwa KPPU dalam putusannya menyebut keterlibatan RE Siahaan. Akan tetapi sampai saat ini kelanjutan atas laporan KPPU ke KPK berkait keterlibatan Siahaan itu belum ada kejelasan. Menurut anggota KPU Sumut Tonny Situmorang yang menerima delegasi warga Pematang Siantar, KPU Sumut hanya tunduk pada peraturan perundangan terkait permintaan agar pencalonan RE Siahaan digugurkan. "Jadi selama belum ada putusan pengadilan, pencalonan RE Siahaan tetap tak bisa kami gugurkan,” ujar Tonny.

Betapa Bobroknya DPRD Siantar Saat Ini

Terkait Pemberian Uang Masing-masing Rp30 Juta Kepada 15 Anggota DPRD Siantar

SIANTAR-SK :Anggota DPRD Siantar saat ini cenderung tidak mempunyai moral dan lebih mementingkan diri sendiri daripada memikirkan kepentingan masyarakat Siantar.
Hal ini dikatakan Ketua LSM Lembaga Pengawasan dan Pemberantasan Korupsi (Lepansi) Jansen Napitu, Selasa (5/2), saat diminta tanggapannya soal penyuapan terhadap 15 anggota DPRD Siantar beberapa waktu lalu yang sampai sekarang belum juga terungkap.
Seperti pernah diberitakan Sinar Keadilan, sekitar Desember 2007 lalu, sebanyak 15 anggota DPRD Siantar menerima uang masing-masing Rp30 juta dari RE Siahaan. Pemberian dilakukan di rumah dinas walikota. Pemberian uang ini diduga untuk memuluskan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Siantar 2008. Bahkan pembagian itu disaksikan langsung oleh Asiten III Pemko Marihot Situmorang.
Informasi ini disampaikan oleh salah seorang anggota DPRD yang tak mau disebut namanya.
“Kita sangat sayangkan jika memang anggota dewan itu terlibat menerima uang dan jika benar maka mereka tidak mempunyai moral sebagai wakil rakyat,” katanya.
Dia menambahkan ini membuktikan DPRD seperti kebal hukum dan masyarakat sendiri sudah dapat menilai kinerja DPRD. Ini juga membuktikan lemahnya pengawasan legislatif pada eksekutif yang hanya tahu mementingkan proyek tanpa mampu melakukan pengawasan kontrol anggaran.
“Tidak ada aturan hukum yang mengharuskan pembahasan APBD dapat dilaksanakan dengan cara memberikan uang pada legislatif,” tandasnya.
“Aparat hukum harus bertindak mengusut ini kalau tidak maka pelaksanaan APBD akan amburadul dan penuh KKN,” katanya.
Jansen juga menambahkan walaupun isu itu tidak dapat dibuktikan namun sudah menjadi gambaran betapa bobroknya DPRD saat ini.
Dia menambahkan hal ini terbukti dengan belum dilakukannya pembahasan RAPBD 2008 sampai saat ini ditambah lagi adanya dugaan kas daerah telah dipergunakan sebelum dibahasnya RAPBD tersebut.
Secara terpisah praktisi hukum Luhut Sitinjak SH mengatakan sangat susah untuk dibuktikan kebenaran penyuapan anggota dewan itu karena tidak adanya bukti yang mencukupi.
“Kalaupun diselidiki maka polisi dan jaksa akan percuma untuk membuktikannya,” terangnya. Namun dia menambahkan hal itu bisa saja terbukti dan dibawa ke proses hukum jika memang saksi yang mengetahu kejadian itu mau melaporkannya ke pihak berwajib. “Mungkin dengan begitu maka prosenya akan lebih gampang untuk diselidiki,” jelasnya singkat.

Pengutipan Uang Rp200 Ribu per Siswa Di SMPN 4

Komisi II DPRD Siantar Desak Agar Gunakan Dana yang Ada

SIANTAR-SK: Pengutipan uang kepada orangtua siswa sebesar Rp200 ribu per siswa untuk membantu pembangunan ruangan kelas baru (RKB) di SMP Negeri 4 Siantar dinilai sangat memberatkan.
Ketua Komisi II DPRD Siantar Janter Aruan yang ditemui Sinar Keadilan, Senin (4/1), di ruang kerjanya, sangat menyayangkan adanya pengutipan tersebut. Menurutnya hasil rapat komite sekolah itu terasa sangat memberatkan siswa dan terkesan dilakukan secara mendadak dan tanpa persiapan matang.
“Kita setuju komite terlibat untuk mencari bantuan tetapi janganlah dipaksakan,” jelasnya.
Janter menambahkan seharusnya pengerjaan itu jangan dipaksakan dan sebaiknya mempergunakan dana yang ada. Dia berpendapat seharusnya kepsek dan komite membuat sebuah kebijakan yang relevan dan tidak memaksa.
Selain itu dia juga menyoroti masalah pembangunan RKB yang terkesan terlambat yang seharusnya selesai sebelum akhir tahun 2007.Namun nyatanya proyek tersebut masih terus berjalan dan mengalami perubahan bentuk bangunan sehingga membutuhkan tambahan dana.
“Memang ada toleransi pembangunan selesai sampai bulan Februari tetapi jangan dijadikan alasan yang memberatkan siswa,” jelasnya.
Lebih lanjut Janter menambahkan bahwa pengutipan tersebut akan dibicarakan kepada Dispenjar. “Kita minta kadis untuk mengklarifikasikan ini dan bila perlu diberhentikan jika memang sangat memberatkan,” terangnya.
Sebelumnya rapat Komite sekolah SMPN 4, Senin (21/1) memutuskan adanya pengutipan kepada siswa dengan tujuan kelanjutan pembangunan RKB yang sumber dananya dari dana Imbal Swadaya Pemerintah Pusat sebesar Rp200 juta. Namun dalam pelaksanaannya mengalami perubahan struktur bangunan dari satu lantai menjadi dua lantai disebabkan tidak adanya lahan kosong yang tersedia. Maka dibutuhkan dana Rp427.203.956 dan ada kekurangan sebesar Rp227.203.956 (dikurangi dana bantuan Rp 200 juta). Lalu diambil kesimpulan oleh komite mengadakan pengutipan minimal Rp200 ribu/siswa dari jumlah siswa 1023 orang. Hal itu dilakukan secepatnya agar bantuan lain yang masuk ke sekolah ini tidak tersendat. Ternyata kutipan itu membuat sebagian orang tua siswa merasa keberatan.
Secara terpisah Kasubid Program Dispenjar Mansur Sinaga menilai rapat komite sekolah mengenai bantuan pembangunan kelas itu jangan memberatkan siswa.
“Bisa kita minta bantuan tetapi jangan mematok seperti ini dan jika ada siswa yang tidak mampu agar jangan dipaksakan,” jelasnya.
Mengenai adanya dana pendamping untuk pembangunan RKB itu Mansur menjelaskan sesuai dengan aturan memperbolehkan adanya bantuan dari siswa. Namun dia menegaskan pengutipan dilakukan sebesar 10-20 persen dari jumlah bantuan yang selanjutnya dibagi berapa jumlah siswa yang ada.
Saat ditanya langkah yang akan dilakukan Dispenjar, dia mengatakan akan dilakukan pemanggilan terhadap kepseknya untuk mengklarifikasi keputusan ini.
“Kita akan pertanyakan apa sebenarnya yang terjadi dan memastikan isi hasil rapat komite tersebut,” ujarnya.
Menyangkut adanya perubahan bangunan, Mansur menjelaskan seharusnya pihak sekolah dan komite melakukan koordinasi kepada Dispenjar kota dan provinsi.
Sedangkan adanya keberatan orang tua siswa, Mansur menyarankan agar hal itu disampaikan kepada kepsek dan dilakukan peninjauan terhadap hasil rapat komite sekolah tersebut.

Tower GSM Tree Batal Dibongkar

Diduga Ada Permainan Antara Pemko dan Perusahaan

SIANTAR-SK: Pernyataan Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Robert Samosir pekan lalu bahwa tower GSM Tree milik Sitac akan dibongkar Senin (4/2) ternyata tak terealisasi. Sampai berita ini turun, tower tersebut masih tegak berdiri.
Sebelumnya dalam rapat dengar pendapat Komisi IV DPRD Siantar, Jumat (1/2), Pemko melalui Kakan Satpol PP Robert Samosir menyatakan pemilik perusahaan bersedia untuk membongkarnya Senin (4/2).
Robert yang dikonfirmasi Sinar Keadilan mengatakan akan mempertanyakan kepada perusahaan pemilik tower tersebut mengapa belum juga dilakukan pembongkaran sesuai janji. “Kita tanya dulu mengapa belum juga dibongkar tower itu dan saya tidak tahu apa penyebabnya,” jelasnya.
Robert menambahkan pihaknya akan melayangkan surat ketiga kepada pemilik perusahaan agar segera membongkar tower dimaksud.
“Jika itu tidak dilaksanakan maka kita akan memanggil pihak berwajib untuk mengambil tindakan,” ujarnya.
Sementara itu DM Ater Siahaan, salah seorang tokoh pemuda di Siantar, sangat menyayangkan tindakan dari pemko yang terkesan lambat untuk menyelesaikan masalah ini. “Rasanya tidak perlu ada surat menyurat kepada oknum atau kelompok yang jelas-jelas telah menjarah milik negara dan harus dituntut secara hukum,” katanya dengan tegas.
Menurutnya jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut maka tidak tertutup kemungkinan ada permainan antara pemko dengan perusahaan Sitac tersebut. Dia beralasan sesuai hasil rapat dengan Komisi IV, jelas pemko mengatakan perusahaan akan membongkar sendiri nyatanya hal itu tidak terwujud.
Ater juga meminta agar DPRD dalam hal ini bertindak tegas agar tidak ada asumsi masyarakat legislatif ada main mata juga dalam hal ini. “Bisa jadi tindakan DPRD itu hanya ingin coba mengertak dan mengambil keuntungan,” tandasnya.
Selain itu dia menilai ada tanda-tanda untuk mengaburkan masalah ini. Hal ini jelas terlihat tidak adanya tindakan tegas baik dari pemko dan DPRD Siantar. Dia menegaskan jika hal ini tidak dilakukan akan memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbuat sesukanya terhadap aset pemko yang ada di kota ini.‘Kalau bisa jangan hanya dibongkar tetapi diusut secara hukum oknum yang terlibat di dalamnya,” terangnya.

Bukti bagi Polisi Memeriksa Walikota

Bayu Tampubolon Akui Antar Rp3,2 Miliar dari Bagian Sosial ke RE Siahaan

Pers Harus memantau agar Pengusutan Lebih Cepat dan Transparan

SIANTAR-SK: Pengakuan Ajudan Walikota Pematangsiantar Bayu Tampubolon yang menyatakan pernah mengantarkan uang yang berasal dari Bagian Sosial kepada Walikota RE Siahaan sebesar Rp3,2 miliar menimbulkan komentar beberapa pihak.
Alosius Sihite, salah seorang anggota DPRD Siantar yang melaporkan kasus dugaan korupsi di bagian sosial kepada Polresta Siantar, meminta agar polisi lebih serius dan transparan dalam mengungkap dugaan kasus korupsi di bagian sosial tersebut.
Menurutnya kinerja kepolisian sudah cukup baik dalam hal ini dengan mulai melakukan pengembangan dan pemanggilan terhadap beberapa orang yang terkait kasus dugaan korupsi tersebut. “Kita salut dengan polisi dan kalau bisa agar proses penyelidikannya lebih cepat,” tandasnya.
Dia menilai sudah sepantasnya orang yang telah mencuri uang rakyat harus diusut tuntas dan dihukum sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Seperti ditulis Sinar Keadilan kemarin, Ajudan Walikota Bayu Tampubolon diperiksa sebagai saksi di Polresta Siantar, Sabtu (2/2), dalam kasus dugaan korupsi sebesar Rp12,5 miliar di Bagian Sosial Pemko Siantar.
Sumber Sinar Keadilan yang sangat bisa dipercaya menyebutkan, dalam pemeriksaan yang berlangsung alot, awalnya Bayu tak mau mengakui keterlibatannya dalam kasus tersebut. Namun setelah diperiksa selama empat jam, akhirnya Bayu buka suara. Ia mengakui pernah mengantarkan uang (bersama dengan Mantan Kabag Sosial Aslan) sebesar Rp3,2 miliar kepada Walikota RE Siahaan. Uang tersebut diantar sekitar awal Desember 2007 lalu.
Yang menarik, sumber tersebut menyebutkan, dari dugaan korupsi sebesar Rp12,5 miliar, ternyata dari hasil pemeriksaan dana yang tak jelas keberadaannya hanya sebesar Rp4,4 miliar, sisanya disertai bukti-bukti pengeluaran yang jelas.
Sementara itu, dari Rp4,4 miliar yang tak jelas keberadaannya, Rp3,2 miliar diserahkan kepada RE Siahaan dan Rp1,2 miliar dipegang oleh Bendahara Bagian Sosial Agus Salam.
Kepada Sinar Keadilan, Alosius meminta agar dalam penyelidikan ini polisi melakukan kerjasama dengan saksi-saksi ahli yaang mengerti tentang penggunanan anggaran seperti Badan Pemeriksa Keuangan Propinsi (BPKP) dan lembaga keuangan lainnya.
“Adanya saksi ahli itu dapat mempermudah kinerja polisi untuk menyelidiki secara terperinci,” tambahnya.
Menurut Alosius dengan adanya temuan itu maka tidak tertutup kemungkinan akan ada titik terang menyangkut adanya dugaan korupsi tersebut.
Secara terpisah Muslimin Akbar, juga anggota DPRD Siantar yang melaporkan dugaan korupsi ini ke Polresta Siantar, memberi pujian atas kinerja Polresta mengusut kasus ini. Namun dia berharap agar polisi bekerja maksimal dan transparan.
“Artinya masyarakat dapat menilai dan tidak ada yang ditutupi,” katanya.
Menurut anggota Komisi IV tersebut, kasus ini dapat dijadikan contoh bagi kepolisian di daerah lain untuk menuntaskan kasus korupsi di daerah. “Karena sesuai dengan misi dan tuntutan Mabes Polri untuk menuntaskan kasus korupsi dimana setiap jajaran kepolisian di daerah dituntut untuk menuntaskan kasus korupsi minimal satu di daerah masing-masing. Kasus ini dapat dituntaskan Polresta sebagai bukti keseriusan mereka dalam mendukung tugas Mabes Polri,” katanya.
Muslimin juga memaparkan dengan adanya kejadian ini maka sudah selayaknya agar oknum pencuri uang rakyat harus dihukum dan diadili.
Muslimin juga meminta agar pers dan media di kota ini lebih proaktif dengan tetap mengamati dan memantau perkembangan kasus ini. “Sehingga diharapkan prosesnya lebih cepat dan terbuka untuk menghindari adanya permainan dalam kasus ini,” kata Muslimin.
Sementara itu Ketua Forum Transparansi Anggaran (Futra ) Oktavianus Rumahorbo mengatakan pengakuan Bayu itu dapat menjadi bukti bagi kepolisan untuk meminta ijin kepada presiden memeriksa walikota.
“Indikasi awal sudah ada dengan pengakuan itu memungkinkan adanya terjadi dugaan korupsi,” paparnya.
Oktavianus juga mempertanyakan atas dasar apa uang sebanyak itu diserahkan kepada walikota serta tujuan penggunaannya.
Lebih lanjut dia meminta agar dalam hal penyelidikan ini masyarakat memberikan dukungan yang sepenuhnya kepada polisi.
Seperti pemberitaan sebelumnya, Kasus dugaan korupsi di Bagian Sosial di tangani oleh Pihak Polresta Pematangsiantar setelah adanya pengaduan oleh 2 orang anggota DPRD Pematangsiantar yakni Muslimin Akbar dari Partai PKS Pematangsiantar dan Alosius Sihite dari Partai PDI Perjuangan Pematangsiantar.
Kasat Reskrim Polresta Pematangsiantar AKP Bustami, SH saat dikonfirmasi Sinar Keadilan, Senin (4/2), melalui telepon selulernya tak mau berkomentar. Alasannya, dia sedang berada di Jakarta mendengar arahan Kapolri.
Wakapolresta Siantar Kompol Syafwan Knayat, M.Hum, juga mengelak saat dikonfirmasi Sinar Keadilan. Syafwan hanya mengatakan silahkan konfirmasi langsung ke Kapolresta.
Sementara Kapolresta saat dihubungi melalui telepon dan pesan layanan singkat (SMS) juga tak mau menjawab.
Sementara itu Bayu yang coba dihubungi tidak mau mengangkat telepon bahkan ketika dicoba melalui SMS sampai berita ini turun belum ada jawaban.

Mengiris Bawang Tak Lagi Mengharukan

JAKARTA-SK: Keasyikan beraktivitas di dapur kelak tak akan terganggu lagi uap irisan bawang yang sering membuat mata pedih hingga menitikkan air mata. Sebab, bawang yang 'bebas tangisan' akan beredar di pasaran dalam beberapa tahun lagi.

Terobosan tersebut tengah dikembangkan para ilmuwan dari Selandia Baru. Mereka memanfaatkan kekuatan bioteknologi untuk menghentikan pembentukan senyawa agen penyebab mata pedih yang diproduksi bawang saat diiris.

Sejak lama, telah diketahui bahwa saat diiris, senyawa sulfur yang keluar dari bawang akan berubah menjadi senyawa agen penyebab mata pedih. Namun, proses perubahan senyawa ini baru diketahui pada tahun 2002 oleh para peneliti Jepang. Mereka berhasil memetakan gen yang bertanggung jawab mengatur mekanisme tersebut.

"Telah kita ketahui bersama bahwa agen penyebab menangis dihasilkan hanya saat bawang dipotong, namun mereka membuktikan bahwa ia dikendalikan enzim," kata Colin Eady, ilmuwan senior dari Crop and Food, sebuah lembaga riset di Selandia Baru, seperti dikutip AFP, Jumat (1/2) lalu.

Dengan dasar itulah, Eady dan timnya dapat menghentikan aktivitas gen tersebut. Jadi, saat diiris, bawang tak akan menghasilkan senyawa yang membuat mata pedih.

Dengan menghentikan pembentukan agen tersebut, nilai gizi bawang tidak akan turun. Bahkan, senyawa sulfur langsung berubah menjadi komponen rasa sehingga bawang akan lebih enak.(kcm/afp)